Pertanyakan Alihfungsi Lahan Pertanian dalam Proyek Perumahan Sembung Palace, Mahasiswa dan Aktivis Ancam Gelar Unjukrasa

MandalikaPost.com
Jumat, Agustus 09, 2019 | 21.48 WIB
Anggota Kasta NTB Lombok Barat, M Ruslan bersama seorang petani saat meninjau lokasi pembangunan perumahan Sembung Palace di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. (Istimewa)


LOMBOK BARAT - Kelompok mahasiswa dan aktivis di Lombok Barat mulai menggalang kekuatan untuk berunjukrasa dan mempertanyakan proses alihfungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan perumahan Sembung Palace di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat.

"Jelas kami akan pertanyakan ini (alihfungsi lahan) Sembung Palace. Karena  diduga ini melanggar aturan Perda RTRW Lombok Barat, dimana Narmada dan Lingsar masuk sebagai kawasan pertanian produktif penyangga pangan," kata M Ruslan, anggota NGO Kasta NTB Perwakilan Lombok Barat.

Ruslan yang merupakan warga Desa Badrain, mengaku mengetahui persoalan ini ketika salah seorang pemilik lahan sawah bernama H Awal mengeluhkan tentang rusaknya saluran irigasi pertanian akibat aktivitas penimbunan material pembangunan kawasan perumahan tersebut di Desa Sembung.

"Salah seorang petani pemilik lahan di sekitar lokasi pembangunan itumegeluh merasa dirugikan, dan saya terkejut kok diperbolehkan ada proyek perumahan di atas lahan pertanian produktif. Melihat kenyataan yang ada saat ini, sangat jelas bahwa pembangunan Sembung Palace ini diduga melanggar RTRW. Saya berkomentar sebagai pemuda Badrain yang di mana Desa Sembung itu sebagai Induk Desa Badrain," tegasnya.

Mahasiswa IKIP NTB yang juga mantan Ketua Front Mahasiswa (FM) Lombok Barat ini mengaku tengah mendalami masalah ini dan berdiskusi dengan kelompok mahasiswa dan aktivis lainnya.

Mereka akan menggalang kekuatan untuk melakukan aksi unjukrasa ke Pemda Lombok Barat, terkait dugaan penyalahgunaan izin alihfungsi lahan ini.

"Ya kan masyarakat bingung, kenapa dengan Dinas Pertanian dan stakeholders terkait lainnya di Lombok Barat kok bisa ada izin. Kita akan pertanyakan apa dasar kajian sehingga terbit sebuah izin alihfungsi lahan ini," katanya.

Menurutnya, dalam Perda Lombok Barat Nomor 11 Tahun 2011 sangat jelas diatur tentang peruntukan kawasan di tiap Kecamatan di Lombok Barat.

Narmada dan Lingsar sendiri masuk dalam kawasan pertanian produktif dan pertanian berkelanjutan.

"Jangan sampai sawah-sawah lahan pertanian di Narmada dan Lingsar terancam menjadi pancang beton akibat maraknya pembangunan perumahan," tukasnya.

Ruslan menilai, jika Sembung Palace akhirnya terbangun, maka bukan tidak mungkin beberapa tahun mendatang akan lebih banyak izin alihfungsi lahan yang diterbitkan untuk pengembangan perumahan.

"Kita masyarakat selama ini terlalu banyak diam melihat keadaan Lombok Barat yang dalam kondisi sangat memprihatikan. Apalagi dalam kasus alihfungsi lahan ini, masyarakat benar-benar tidak dianggap dan hanya dijadikan pelengkap saja," katanya.

Ruslan mengatakan, pihaknya dan sejulah mahasiswa dan aktivis akan terus mencari titik terang tentang dugaan pelanggaran dalam alihfungsi lahan pertanian di Narmada ini.

"Sebab saya berkesimpulan jika pembangunan Sembung Palace masih berlanjut itu artinya pihak pengembang mengantungi izin. Dan itu artinya bisa diduga ada pelanggaran dari sisi terbitnya periinan alihfungsi lahan. Kami akan berunjukrasa mempertanyakan ini, dan kita seret oknum-oknum yang bermain dalam masalah ini," tegas Ruslan.

Proyek pembangunan perumahan Sembung Palace yang mengorbankan lahan pertanian produktif di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat bakal berbuntut panjang.

Sebelumya, jajaran Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Lombok Barat menyatakan akan melakukan serangkaian langkah investigasi verifikasi terkait keluarnya izin alihfungsi lahan.

Pengurus KTNA Lombok Barat, Ir H Jumahir mengatakan, pihaknya dalam waktu dekat akan mendatangi sejumlah SKPD terkait di Lombok Barat untuk menelusuri proses terbitnya perizinan alihfungsi lahan dalam proyek perumahan Sembung Palace ini.

Seperti diketahui pengembang sudah mulai melakukan kegiatan penimbunan tanah untuk lokasi pembangunan perumahan.

"Mereka (pengembang) sudah mulai beraktivitas, artinya sudah ada izin. Nah ini yang akan kita telusuri terkait izin alihfungsi lahan. Kita akan mendatangi SKPD terkait untuk mengklarifikasi masalah ini," tegas H Jumahir.

Menurutnya, proses perizinan alihfungsi lahan pertanian produktif untuk kawasan perumahan dan pemukiman idealnya mengatungi izin dari Dinas Pertanian, Dinas Permukiman, PUPR, dan juga Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah setempat.

"Dinas Lingkungan Hidup juga harus mengetahui masalah ini, sebab perumahan ini kita bicara soal limbah juga. Limbah perumahan ini akan mempengaruhi kualitas pertanian di sekitar," katanya.

Jumahir menekankan, KTNA akan mendatangi SKPD dimaksud untuk mendapatkan informasi terkait  sejauh mana SKPD mengetahui adanya proyek pengembangan perumahan yang mengorbankan lahan pertanian produktif ini.

"Kita akan pastikan prosesnya, mereka tahu atau tidak. Kemudian bagaimana izin bisa diterbitkan. Artinya kalau memang pengembang belum mengantungi izin atau legalitasnya kan tidak boleh beraktivitas. Nah ini sudah ada aktivitas, maka kita harus telusuri," tegasnya.

Hingga berita ini dipublish, pihak pengembang Sembung Palace, PT MLR belum bersedia dimintai konfirmasinya.(*)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pertanyakan Alihfungsi Lahan Pertanian dalam Proyek Perumahan Sembung Palace, Mahasiswa dan Aktivis Ancam Gelar Unjukrasa

Trending Now