Cerita Wik-Wik: Dibantu Tuan dengan Alat Pijat Nyonya

MandalikaPost.com
Senin, November 20, 2023 | 20.47 WIB Last Updated 2024-03-15T07:57:50Z

Ilustrasi / Kisah Hidup.

KISAH HIDUP - Di usianya yang ke 3 tahun, non Adel adalah balita yang pintar dan cerdas. Bicaranya pun sudah sangat lancar dan jelas.  Aku yang merawatnya sejak dia berusia enam bulan, ikut senang. Adel ini adalah anak ketiga dari pasangan majikanku, tuan Bambang dan bu Putri.


Dua kakak non Adel, laki-laki semua dan sudah pada besar. Den Ricky sudah kuliah semester 2, dan den Toni sudah kelas 3 SMA. Sehingga bu Putri dan tuan Bambang sangat menyayangi Adel. Bukan hanya karena Adel anak bungsu, tetapi juga karena dia anak perempuan satu-satunya yang sangat diharapkan.






Tuan Bambang berusia sekitar 45 tahun dan bu Putri 42 tahun. Mereka pengusaha dan memiliki beberapa penginapan termasuk penginapan di luar Kota ini. Kesibukan keduanya, yang seringkali juga tak pulang berhari-hari, membuat kedekatanku dengan non Adel makin lengkap.


Namaku Isah, berusia 32 tahun. Aku bekerja sebagai pembantu dan pengasuh anak di keluarga ini sejak 2,5 tahun lalu. Sejak non Adel masih berusia enam bulan hingga kini dia 3 tahunan. Aku hanyalah wanita kampung yang merantau ke kota ini sejak suamiku meninggal dunia. Ya, aku janda tanpa anak.


Sampai suatu ketika aku mengenal kang Maman, sopirnya tuan Bambang yang akhirnya mengantarkan aku ke keluarga ini untuk bekerja sebagai pembantu.


"Ntar kamu kerja disana, jagain anaknya ibu. Mereka keluarga yang baik kok, kamu pasti senang dan nyaman kerja disana. Lumayan dari pada kamu terjerumus kerja nggak baik di kota ini," begitu kata kang Maman, saat pertama kali bertemu aku di sebuah warung makan.




Kang Maman usianya 40an, dia baik. Istrinya, teh Sinah juga sangat baik padaku setelah kami saling mengenal. Sejak itulah aku dibawa ke rumah tuan Bambang dan mulai bekerja disana.


Rumah tuan bambang berhalaman sangat luas. Selain bangunan rumah utama, ada juga empat kamar seperti kos-kosan yang digunakan jika ada tamu mereka yang datang dari luar kota dan menginap. 


Salah satu dari kamar itu aku tempati selama bekerja disini. Sementara tiga lainnya sering kosong. Kang Maman dan teh Sinah, tidak tinggal di sini. Mereka punya rumah kontrakan yang ditinggali bersama empat anaknya.


Kisah ini terjadi ketika suatu siang non Adel datang ke kamarku. Kebetulan saat itu aku sudah selesai menyuapi dia makan siang, dan ke kamar sebentar untuk mengganti bajuku yang tertumpah kuah kecap.


"Bii isah, bi... ini adel bawain mainan bagus. Nih punya mamah," kata Adel. Dia membawa sesuatu yang terbungkus kotak putih. Adel langsung naik ke kasurku sambil duduk Adel membuka kotak itu dan mengeluarkan benda yang asing bagiku.


Tapi setelah kuperhatikan aku jadi malu sendiri. Benda itu bentuknya lonjong sangat mirip ketimun. "Kata mamah ini alat pijat bii...," Adel berujar, tangannya kemudian menekan semacam tombol kecil, dan alat itu bergetar mengeluarkan suara mirip suara blender, tapi dalam volume lebih kecil.


Adel meletakkan alat itu di lehernya, sambil memberi tahu aku kalau enak sekali dipijat dengan alat itu. Ia terus menyodorkannya ke aku. Saat kupegang benda itu masih bergetar. Astaga, benda ini benar-benar mirip ketimun.


Hatiku berdebar, alat apa ini? Pasti alat pijat ini sangat mahal harganya. 


"Non.. aduh. kembaliin ya alat pijatnya mamah ini. Bibi takut dimarahin. Ayo," kataku.  


Non Adel kugendong sambil membawa alat itu di tangan kanan. Saat aku bersama Adel keluar kamar dan hendak menuju rumah utama yang jaraknya sekitar 15 meteran, aku melihat tuan Bambang keluar dari pintu samping dan sedang melangkah ke arah kamarku. 


Kami pun bertemu di taman kecil belakang. "Ohhh Adel sayang ada di sini ternyata. Papah cariin kirain kemana," tuan Bambang meraih Adel dari gendonganku dan menggendong menciumi pipi Adel penuh sayang.


"Ehh iya tuan, non Adel abis makan, terus ikut nyusul ke kamar tadi," kataku. "Maaf tuan, ini tadi non Adel bawa ke kamar, katanya punya ibu tuan," aku menyodorkan alat itu. 




Ternyata aku lupa memasukannya dalam kotak bungkusnya yang tertinggal di kasur.


"Alat pijat?," tuan Bambang melihat alat itu dengan wajah agak kaget. 


Tapi kemudian dia bilang, "oh iya, itu alat pijat dari taiwan Isah. Ibu biasa kan suka pegel-pegel. Tapi kalu kamu mau bawa aja, lumayan buat hilangin pegel ya," katanya, sambil membawa Adel masuk rumah utama.


Aku mau ikut masuk rumah, tapi tuan Bambang bilang nggak apa-apa, aku istirahat aja. Tidur siang, biar sorenya bisa jagain Adel. 


"Lagian saya dan ibu juga kan nggak kemana-mana hari ini Sah. Udah kamu istrirahat saja ya," katanya. Aku pun kembali melangkah dan masuk ke kamar, dengan alat pijat masih di tangan.


Aku berbaring di ranjang berniat tidur siang. Tapi karena penasaran alat tadi, aku perhatikan dan mainkan tombolnya. Ternyata benar enak getarannya di leher membuat seperti dipijat ringan. 



Aku lalu meletakkan alat itu di kasur dan menindihnya di bagian punggung, rasanya nyaman sekali. Kuturunkan alat itu ke pinggul, sambil tetap berbaring aku merasakan getarannya enak di pinggulku.


Aku lalu ambil lagi alat itu dan perhatikan. Iya mirip sekali dengan ketimun. Tapi ini ukurannya sangat besar, lebih besar dari ketimun dari suamiku dulu. 


Nggak tau kenapa, aku jadi penasaran. Terus terang melihat benda yang mirip ketimun itu aku jadi kepikiran. Apalagi sudah empat tahun ini aku menjanda sejak ditinggal mati suami. 


Sama sekali aku nggak pernah berpacaran apalagi sampai memikirkan begituan dengan laki-laki lain, selama kerja di rumah tuan Bambang ini.


Selama bekerja disini, tubuhku juga lebih terawat. Kulitku jadi lebih putih bersih. Tapi memang bobot badanku terus naik. Tinggiku sekitar 162 Cm, dan berat badanku terakhir sudah lebih dari 68 Kg. 


Kalau bercermin aku suka malu. Kok aku jadi tambah gemuk begini ya. Apa karena makanan disini selalu bergizi dan enak. Tapi aku syukuri saja.


Tiba-tiba ada suara langkah mendekat ke kamar dan pintu langsung terbuka. "Biii..., Adel mau tidur sama bibi," Non adel sudah masuk ke kamar dan langsung naik ke kasur berbaring di sampingku. 


"Ehhh, non cantik. Sini ayo, ayo," kataku sambil memeluknya ke samping dan mencium pipinya. "Tuh kan, adel nggak boleh nakal, bibi mau istrihat tuh," suara tuan Bambang.


Dia cukup mengagetkanku. Karena saat itu posisiku tidur ke samping kiri memeluk adel, dan membelakangi pintu kamar. Tak melihat tuan Bambang masuk.


Belum sempat aku berbalik, tuan Bambang sudah berada di tepian kasurku, dan mencoba meraih Adel untuk diajak balik ke rumah utama. Tapi Adel nggak mau dan menolak.


"Pokoknya nggak, kalau nggak ada mamah, adel maunya bobo sama bibi," Adel merajuk. Tuan Bambang lalu bilang ke aku kalau bu Putri baru saja pergi, ada arisan sore dengan rekan wanitanya sehingga harus berangkat di antar kang Maman. 


Dan karena mamahnya pergi, itu membuat Adel yang tadinya sudah mau tidur siang jadi kebangun dan berlari ke kamarku.
"Iya tuan, nggak apa, biar non Adel bobo sama saya," kataku. 


Aku hendak bangkit duduk saat itu, tapi adel menarik lagi tangan kananku agar memeluknya. Dia memang senang dikelonin kayak gini, mungkin rasanya nyaman. 






Tuan Bambang lalu mengiyakan dan hendak keluar dari kamarku. Tapi Adel lagi-lagi merajuk dan mau nangis. "Adel juga maunya bobo sama papah.., papah jangan pergi juga kayak mamah," katanya merengek.


"Duuhhh, adel kok nakal sih. Kan udah sama bibi," ujar tuan Bambang. Non Adel malah berteriak dan seperti mau menangis. Saat itu aku hanya berpikiran agar Adel nggak rewel, sebab biasanya kalau gagal tidur siang, bisa seharian rewel terus anak ini.


Akhirnya aku malah menjawab Adel dengan polosnya. "Iya udah non, ini papah juga bobo dekat kita ya," maksudku untuk menenangkan adel. Aku menengok tuan Bambang di belakang yang sudah duduk di tepian kasurku. 


"Tangan papah mana, tanganya papah..," Adel sebenarnya sudah ngantuk sekali, tapi kemauannya harus dituruti. Akhirnya tuan Bambang mengulurkan tangannya melewatiku untuk menyentuh tangan Adel. "Iya, papah di sini sayang. Adel bobo ya," katanya.


Aku mengelus-elus kening Adel sambil bergumam menyanyikan nina bobo. Beberapa menit kemudian Adel sudah memejamkan mata. Dot yang masih ada susunya setengah berhenti dihisap, pertanda dia sudah tidur. 



Aku membelai-belai keningnya dengan sayang. "Sudah bobo Adel Sah," aku kaget suara tuan Bambang berbisik di telingaku.
"Ehhh, ssuudah tuan," jawabku berbisik juga karena takut Adel bangun. 


Saat itu aku baru sadar, kalau ternyata posisi tuan Bambang juga sudah berbaring di belakangku, dan tangan kanannya juga seperti merangkul aku sekaligus non Adel. 


"Saya tinggal Sah ya," kata tuan Bambang, ia berusaha bangun karena tahu bahwa Adel sudah tidur. Tapi dia tak jadi bangkit.


"Duh ini apa Sah, kok taruh sini," tanya dia berbisik. Aku melirik tangannya memegang alat tadi, yang masih tergeletak di kasur. 


Aku lalu bilang kalau tadi saat mau tidur aku mencoba alat itu dan rasanya enak seperti dipijat. Kami pun bicara berbisik-bisik karena takut Adel kebangun.


Entah kenapa, tuan Bambang lalu menekan tombol alat itu dan bergetar. "Gini cara pakainya Sah," bisiknya. Lalu alat itu ditempelkan di punggungku. Aku nggak enak saat itu, tapi aku nggak bisa bergerak, karena tangan kananku terus dipeluk non Adel agar mengeloni dia.


"Engghh.. tuan, nggak usah. Nggak enakh tuan," ujarku lirih. Aku merasa nggak enak karena masa seorang majikan memijitin pembantu seperti aku ini. Tapi tuan bilang nggak apa-apa. 


Dia juga bilang akan tetap disitu karena takutnya kalau dia pergi dan tahu tahu Adel kebangun bisa nangis karena dia nggak ada.


Alat itu bergerak memijiti punggunguku, lalu perlahan ke leher. Tekanan tuan Bambang membuat getaran alat itu begitu nyaman memijiti leher dan punggungku. 


Tuan bambang terus berbisik ke telingaku," Enak kan Sah," bisiknya. Aku merasakan hembusan bisikannya di telingaku membuat ada getaran aneh dan nyaman yang pernah kurasakan dulu.


"Enak kan diginiin Sah?, nah sekarang gini pasti lebih enak rasanya," bisiknya. Aku belum sempat menjawab, tangan tuan Bambang membawa alat itu ke bakpau aku.


Aku mulai merasa nggak karuan. Ada kenyamanan yang kurasakan diperlakukan seperti itu. Getaran alat itu mulai menjalar dan membuat bakpau ikut bergetar.


Bakpao itu semakin lama semakin hangat. "Tuanhh, janganhh.. ," aku terkejut saat tangan tuan Bambang mulai nakal. Bakpau aku ditekan dengan alat itu dari belakang.


Aku hanya bisa menggerakan badan agar tuan Bambang berhenti sampai disitu. Tapi posisiku tak bisa bergerak, apalagi beberapa kali non Adel menggeliat seperti mau kebangun, dan dia terus mendekap tangan kananku.


"Udah nggak apa Sah.. kamu diam aja, nanti Adel bangun," bisiknya ke telingaku. Heran, kali ini dia berbisik di telingaku. Aku menuruti karena takut Adel bangun.




Dihentikannya aksinya untuk sesaat, lalu ia berbisik memintaku berpindah. Aku diminta seperti merunduk dengan tangan dan tubuh atas tetap seperti mendekap Adel agar tak bangun. 


Tapi belakangku terangkat dengan lutut di tepi kasurku. Dengan begitu tuan Bambang lebih muda membuat Bakpao aku menghangat karena dipanasi alat itu.


"Tuanhh jangan .. ," aku bersuara hendak menolak waktu dia berniat membuka bungkus bakpao itu. Tapi .."Ussstt usshhh," non Adel tiba tiba seperti mau kebangun, dan aku menepuk-nepuk dadanya pelan pelan sambil kembali menggumamkan nina bobo dengan pelan.


Kupikir saat itu tuan Bambang sudah menghentikan aksinya karena sadar Adel hampir terbangun. Tapi saat kugumamkan nina bobo, tak kusadari dia berhasil mengupas bungkus bakpao itu.


Aku menoleh ke belakang dan ternyata tuan Bambang berdiri di tepian kasurku menatap ke arah belakangku.


"Tuan.. nina bobo.. oh nina bobbhhhh," mengguman nina bobo lagi, agar Adel nggak bangun.


Tuan Bambang merunduk di belakangku dan saat itu aku merasakan bakpao hangatku mulai dicicipinya. Seperti makan es krim yang manis tuan mencicipi Bakpao itu. 


Aku tetap menggumamkan nina bobo agar non Adel tetap terlelap. Sementara bakpau milikuku terasa sangat hangat. Tak ada lagi obrolan saat itu, yang ada gumam nina bobo yang kudendangkan tak beraturan lagi.


Tuan Bambang lalu berdiri dan makin  mendekatkan tubuhnya. "Sah, nggak apa ya ditempelin saja..," bisiknya kupingku.
"Tapi tuanh.. aasstt, ninaa bobooo..," aku merasakan tuan Bambang mulai menekan bakpao aku dengan ketimunnya.


Bakpaoku dan ketimun itu nyaris menyatu, Tuan menekan ujung ketimunnya ke bakpao yang hangat, tapi belum sampai tembus. Saat itu bakpao sudah makin hangat dan mengembang, dan sudah siap menyatu dengan ketimun itu.


Tapi, terdengar suara klakson mobil hendak masuk ke halaman rumah, membuat tuan Bambang dan aku kaget. Astaga, bu Putri ternyata sudah kembali pulang.
 

Tuan Bambang lalu bergegas membungkus ketimunnya dan keluar dari kamarku. Hari itu memang tidak ada siapa-siapa di rumah, sehingga tuan Bambang lah yang harus membukakan gerbang rumah.


Aku terdiam dalam posisi itu. Berusaha mendinginkan bakpao yang hampir mengebul tadi. Aneh, ada rasa yang hilang dan kesal, karena inginku tak terpenuhi sempurna. 




Aku meraih alat itu lagi, dan mulai menghangatkan bakpau sendiri. Karena sudah ingin, hanya sebentar saja, getaran alat itu mampu membuat bakpau seperti mekar. Citarasa luar biasa kurasakan saat itu.


Saat pintu kamar ada yang mengetuk, untung saja aku sudah selesai dan sudah berbenah seperti semula. Bu Putri sudah di depan pintu. Aku membukanya dan saat itu juga non Adel kebangun.


"Maaahhh.. mamah sudah pulang. Horee," teriak non Adel. "Iya sayang.. ayo sini sama mamah. Mbak Isah, maaf ya tadi nggak ngasih tau kalau saya pergi arisan," kata bu Putri sambil menggendong non Adel menuju rumah utama.



RUBRIK Kisah Hidup menuangkan kisah kehidupan yang diangkat dari cerita kisah nyata dan dikemas ulang dalam bentuk cerita romantis, cerita dewasa.



Kisah yang diangkat diambil dari Kisah Nyata, dan juga fiksi rekaan semata. Kesamaan nama, tempat, dan alur cerita bukanlah sebuah kesengajaan.



Simak Kisah Hidup lainnya di channel YouTube PUTRIE MANDALIKA.



https://www.youtube.com/@putriemandalika1277



Semoga setiap cerita bisa diambil hikmah dan manfaatnya. 



Punya cerita dan ingin berbagi? Kirim ke email : redaksimandalikapost@gmail.com
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Cerita Wik-Wik: Dibantu Tuan dengan Alat Pijat Nyonya

Trending Now