![]() |
Direktur Pengembangan Fasilitasi Kekayaan Intelektual, Kementerian Ekonomi Kreatif, Muhammad Fauzy, saat meninjau langsung kebun kopi Arabika di Sembalun. (Foto: Istimewa/MP). |
Kedatangan Direktur Pengembangan Fasilitasi Kekayaan Intelektual Kementerian Ekonomi Kreatif (KemenEkraf), Muhammad Fauzy beberapa hari yang lalu menjadi penegasan atas progres positif ini, sekaligus memicu semangat petani untuk meningkatkan kuantitas produksi.
Pertemuan tersebut, membahas tuntas perjalanan kopi Arabika Sembalun, dari masa sebelum memperoleh sertifikat IG hingga pasca-penerbitan. Fokus utama adalah perkembangan positif yang dirasakan para petani.
"Pembahasan kemarin adalah perkembangan kopi khususnya Arabika Sembalun dari sebelum IG sampai dengan terbitnya sertifikat Indikasi Geografis," ungkap Yamni, petani kopi saat di temui di Sembalun belum lama ini.
Keamanan dan Peningkatan Semangat Petani Berkat Sertifikat IG
Terbitnya sertifikat Indikasi Geografis membawa dampak signifikan bagi petani. Mereka kini merasa lebih aman dan terlindungi dari potensi pemalsuan produk.
"Dengan adanya IG ini, kopi Arabika Sembalun sudah merasa aman, artinya aman tidak bisa lagi dijiplak atau ditiru," jelasnya.
Selain itu, semangat bertani kopi di kalangan kelompok tani Sembalun juga mengalami peningkatan drastis. Yang awalnya "agak redup", kini banyak petani muda yang kembali bergairah untuk menanam kopi.
"Gerakan-gerakan kelompok tani khususnya kopi itu sudah mulai meningkat yang awalnya agak redup. Jadi banyak sekali teman-teman kita yang muda sudah mulai menanam banyak bahkan sampai ribuan pohon yang ditanam," tutur Yamni, menunjukkan antusiasme yang membara di kalangan petani.
Sebanyak 30 kelompok tani kopi Arabika Sembalun telah terdaftar sebagai anggota IG dan rata-rata produk mereka kini telah dilengkapi dengan logo Indikasi Geografis.
Kualitas Kopi Arabika Sembalun Tak Diragukan Lagi
Menurut Dirjen Kemenparekraf, kualitas kopi Arabika Sembalun telah memenuhi standar internasional. Hal ini dibuktikan melalui serangkaian kajian ilmiah yang ketat sebelum sertifikat IG diterbitkan.
"Syarat kita mendapatkan sertifikat itu adalah ketika kopi kita sudah memenuhi standar kopi internasional. Karena penerbitan sertifikat itu berdasarkan kajian-kajian ilmiah mulai dari pH tanah, kemudian ketinggian, proses budidayanya apakah ada kimia atau tidak, itu semuanya diteliti," terangnya, menegaskan validitas kualitas kopi Sembalun.
Dengan demikian, kualitas kopi Sembalun tak perlu lagi diragukan. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan kuantitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi.
"Kualitas sudah enggak diragukan, tinggal sekarang ini bagaimana upaya kita selaku penggerak kopi Kecamatan Sembalun itu memperbanyak dari sisi kuantitasnya," kata Yamni.
Potensi Ekonomi dan Tantangan Ketersediaan Stok
Peningkatan produksi kopi Arabika Sembalun juga sejalan dengan program ketahanan pangan pemerintah pusat, lantaran berpotensi besar mendongkrak perekonomian masyarakat.
Dari perhitungan kelompok tani, kopi Arabika Sembalun di Sembalun Lombok menghasilkan sekitar 3 ton per musim panen dalam bentuk gelondongan, yang mayoritas memenuhi kebutuhan lokal dan sektor pariwisata.
Namun, tingginya permintaan, baik dari pengusaha kopi di Lombok maupun luar Lombok, seringkali menyebabkan limitasi stok.
"Seringkali mencari kopi Arabika Sembalun, kadang limit stoknya," keluh Yamni.
Untuk mengatasi hal ini, kelompok tani terus berupaya keras memperbanyak penanaman.
"Sejak munculnya sertifikat Indikasi Geografis itu, teman-teman kelompok ini sedang berupaya memperbanyak penanaman. Bahkan sampai sekarang ini sudah siap di salah satu kelompok kita, seperti Yogi Siswanto, itu sudah siap dia sekitar 30.000 bibit," bebernya, menandakan langkah konkret untuk meningkatkan produksi.
Meski demikian, banyak permintaan besar, bahkan dari luar negeri, yang belum bisa dipenuhi karena keterbatasan stok.
"Bahkan ada yang dari luar negeri juga ada yang minta, hanya saja rata-rata kita di kelompok ini di komunitas kopi Arabika Sembalun belum berani mengiyakan karena terkait dengan limitasi tadi itu," ujar Yamni, mencontohkan adanya permintaan 5 kuintal per minggu yang belum bisa disanggupi.
Upaya Pendataan dan Kebutuhan Dukungan Pemerintah
Saat ini, luas lahan kopi Arabika di Sembalun masih dalam proses pendataan akurat. "Secara data luas lahan petani kopi, belum diketahui luasnya. Makaknya kami ke UPT Pertanian untuk mengusulkan pendataan,"kata Yamni, menjelaskan bahwa data luas lahan masih belum tervalidasi sepenuhnya melalui sistem Polygon.
Untuk memperoleh data yang lebih presisi, kelompok tani telah meminta seluruh anggota untuk mendata jumlah pohon dan luas lahan masing-masing. Mereka juga berharap UPT segera menurunkan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) untuk melakukan polygonisasi luas lahan kopi Arabika Sembalun.
Cita Rasa Khas dan Harapan Dukungan Infrastruktur
Cita rasa khas kopi Arabika Sembalun sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan, ketinggian lahan, dan jenis panennya.
"Beda proses beda cita rasa begitu. Beda orang, beda proses, beda ketinggian juga bisa berpengaruh terhadap cita rasa kopinya," jelas Yamni.
Menurut survei, ketinggian ideal untuk rasa kopi terbaik di Sembalun adalah antara 1.200 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Harapan besar pun disematkan kepada pemerintah agar memberikan sentuhan dukungan, terutama dalam hal pembibitan dan pengolahan.
"Harapan kita di pemerintah, agar sentuhan-sentuhan pemerintah itu ada, untuk pembibitan umpamanya harus ada sentuhannya berupa infrastruktur pembibitan. Apakah itu berupa green house supaya maksimal pembibitan teman-teman kita itu," pintanya.
Selain itu, bantuan mesin pengolahan seperti mesin kupas kering, kupas basah, dan roasting yang memenuhi standar internasional juga sangat dibutuhkan.
"Yang kita minta dari pemerintah itu agar ada juga sentuhan berbentuk bantuan mesin lah, mesin kayak seperti kupas kering, kupas basah, roasting seperti itu yang memang kita di Sembalun masih kurang," tegasnya, mengakui bahwa banyak peralatan yang ada saat ini belum memenuhi standar yang optimal.
Harga dan Standarisasi Produk
Mengenai harga, narasumber menjelaskan bahwa anggota Indikasi Geografis telah memiliki standar harga.
"Kalau yang masuk anggota IG itu sudah ada standar harga," katanya.
Perbedaan harga di pasaran seringkali terjadi pada produk kopi yang belum masuk keanggotaan IG, atau yang kerap disebut kopi KW.
Untuk kopi Arabika Sembalun yang sudah siap saji dalam kemasan bubuk, harga per 100 gram berkisar antara Rp35.000 hingga Rp40.000. Sementara untuk harga green bean (biji kopi mentah) bisa mencapai Rp200.000 per kilogram. Harga ini diakui lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa daerah lain, bahkan di tingkat internasional.
"Yang sudah di-roasting itu mungkin mahal lagi," pungkas Yamni.
Pentingnya sortasi dan tingkat kematangan buah kopi saat panen juga sangat berpengaruh pada kualitas dan rasa akhir kopi, yang pada akhirnya memengaruhi harga jual.