Cerita Wik-Wik: Empun, ART Pemuas Hasrat untuk Semua (PART 6)

MandalikaPost.com
Sabtu, November 11, 2023 | 22.30 WIB Last Updated 2024-06-01T04:04:33Z

Ilustrasi / Kisah Hidup.

KISAH HIDUP - Namaku Empun, janda 32 tahun, pembantu rumah tangga di rumah Pak Halim dan Bu Intan. Aku bekerja di rumah yang ditempati den Riko (24) dan den Teddy (22) anak-anak majikanku.


Setelah tujuh bulan tinggal di Kota ini, aku merasa kehidupanku semakin lebih baik. Aku sudah mulai melupakan mantan suamiku, mas Rahman yang sudah kawin lagi.








Dulu, aku diceraikan hanya lantaran kami nggak bisa punya anak selama 8 tahun menikah. Mertua menuduhku mandul dan nggak bisa punya keturuan hanya karena aku bertubuh sedikit gendut.


Sekarang, aku seperti punya keluarga baru. Pak Halim dan bu Intan serta anak-anak mereka memperlakukanku seperti saudara dan bagian dari keluarga mereka sendiri.


BACA JUGA : Empun, ART Pemuas Hasrat untuk Semua (PART 5)


Meski hingga kini masih kusimpan rahasia hubunganku bersama pak Halim, tapi semua berjalan baik-baik saja. Tidak sampai melukai hati bu Intan dan anak-anaknya.


Pak Halim sangat pintar mencari waktu yang tepat untuk bersamaku.Lagi pula di mata keluarganya pak Halim ini figur yang berwibawa dan sangat dihargai oleh istri dan anaknya.


Hari Minggu itu, semua pada ngumpul di rumah. Pak Halim dan bu Intan berenang di kolam belakang. Den Riko dengan Linda pacarnya duduk di sana, juga den Teddy bersama Hanny, pacarnya.


"Ayo ikut renang juga kamu empun..," ajak bu Intan, saat aku mengantarkan es buah buatanku ke kolam. 


"Iya mbak empun, dari dulu nggak pernah mau. Nggak asik ah," timpal Teddy.


"Nggak ah bu, empun kan biasanya renang di kali, hihi," jawabku. 


Mereka pun tertawa saat itu. Tapi tiba-tiba tubuhku seperti didorong. Ya, den Riko sengaja mendorongku ke kolam.


BACA JUGA : Empun, ART Pemuas Hasrat untuk Semua (PART 5)


Begitu nyemplung ke dalam kolam, dunia serasa gelap. Ini salahku juga, ngakunya bisa berenang tapi sebenarnya aku memang nggak bisa. Di kampung pun aku hanya sering mandi biasa saja di kali.


Kalau berenang di air yang dalam aku sama sekali nggak bisa. 


"Hmmpphh, toloonghh," tubuhku muncul tenggelam. Mereka masih berpikir aku bercanda saat itu.








Yang kuingat, pak Halim den Riko dan Teddy segera mencebur juga dan menolongku, di tarik ke tepian dan diangkat ke sisi kolam. Aku pingsan saat itu kebanyakan minum air.


Begitu sadar, aku sudah dalam kamar. Ada bu Intan yang menunggu, diberinya aku teh hangat. 


"Oalah, syukur udah sadar empun. Si Riko udah ibu marahin tadi," kata bu Intan.


"Iya bu, maaf. Empun juga salah, ngaku kalau bisa renang," jawabku. Pak Halim ke kamarku dan melihat kondisiku. Setelah memastikan aku baik-baik saja, mereka keluar.


Aku bangun dan mau nyusul ke depan. Tapi aku jadi bertanya-tanya, siapa yang menggantikan pakaeanku tadi?. Karena waktu kecebur aku pakai d4aster kuning. Sekarang kok lain, merah.


Di sofa tengah, bu Intan kudengar masih ngomelin den Riko dan den Teddy. Pacar mereka sudah pada pulang. Aku ikut duduk dan bilang nggak apa apa karena ini kesalahan aku.


"Nggak apa-apa bu. Empun yang salah juga. Den Riko dan den Teddy kan taunya empun bisa renang," kataku. Suasana pun menjadi mencair kembali saat itu. Mereka bisa tertawa lagi.


Karena sudah sore, pak Halim dan bu Intan lalu pamit pergi untuk pulang ke rumah satunya, yang mereka tempati. Den Teddy ikut bersama mereka, mau nginap di sana.


"Maafin Riko mbak ya," kata den Riko, tangannya memijat pundakku dari belakang saat kami kembali masuk rumah. 


"Iya den, kan mbak yang salah juga," jawabku.


Kami lalu duduk di sofa tengah. Den Riko bilang kalauaku harus belajar renang, nanti dia yang ngajarin katanya. Aku juga kepingin bisa renang, ya biar bisa lebih sehat.


"Kalau rajin renang nanti, wah mbak empun pasti lebih seger dan lebih apa ya?," kata den Riko.


"Lebih apa den? lebih endut ya" hmmm.. ngejek," timpalku, membuat dia tertawa.


Entah kenapa saat itu aku kepikiran soal pakeyanku. Dan kutanyakan pada den Riko siapa yang meggantikan aku baju saat pingsan tadi. Riko pun tersenyum sambil mengerlingkan mata.


Astaga ternyata Riko yang meggantikan aku baju. Karena dia dimarahin bu Intan dan harus tanggung jawab mengurusiku. Aku malu sekali jadinya. Karena sadar apa yang terjadi.


"Ih den, mbak kan malu," kataku. "Nggak apa mbak, kan mbak empun gak sadar tadi," katanya. 


"Iya tapi kan den Riko sadar, berarti semuanya milik mbak keliatan dong den?," rajukku.








Dia malah jawab sudah biasa liat yang begitu. Termasuk punya Linda pacarnya.


"Tapi mbak empun memang beda sih. Pokoknya bedalah," katanya bikin aku penasaran apa maksudnya.


Den Riko terus memaksaku untuk belajar renang. Akhirnya ku iyakan, tapi nanti setelah aku masak dan kita makan malam aja. Karena kata dia renang malam lebih bagus.


"Tapi den, mbak empun kan nggak punya baju renang," kataku. 


"Udah ntar pinjam punya mama aja, ada kok," jawabnya. Aku pun masak dan menyiapkan makan malam bersama.


Sehabis makan dan jeda istirahat sebentar, kami pun siap berenang di kolam. Aku risih waktu ganti dengan baju renang milik bu Intan. Meski ukuran kami hampir sama.



"Ih den, mbak jadi kayak kue lepet gini. Tuh kemana-mana jadinya," ujarku. Den Riko malah tersenyum. 


"Malah bagus kok mbak. Ayo sini," katanya menarikku ke kolam.


Den Riko turun duluan dan menuntunku di tangga besi kolam. Tanganku diminta berpegangan di besi itu, sementara dia menahan di bagian perutku. 


"Sekarang kakinya digerakin mbak," katanya.


Pelajaran renang dimulai. Den Riko membawaku lebih ke tengah yang dalam. 


"Ih mbak takut den, jangan dulu," kataku. Tapi dia tetap membawaku, jadi seolah aku digendongnya di air.


"Ah mbak empun ini, masa punya pelampung besar gitu takut tenggelam?," den Riko mencandaiku, karena yang menyembul dari baju renangku memang besar dan empuk.


Tahap demi tahap dan perlahan, aku pun mulai bisa gerakan renang dasar. Dia mengajariku dengan telaten dan sabar, karena ingin sekali aku bisa berenang. Aku senang hampir bisa.


Selama belajar renang, aku terpaksa membiarkan den Riko menyentuh tubuhku, karena kalau nggak takutnya aku tenggelam. 


"Eh.. maaf den," kataku saat itu.


Saat membalik badan dan seperti mau tenggelam tak sengaja aku menyentuh sesuatu yang agak keras di tubuh den Riko. Dia tersenyum saja dan meneruskan pelajaran.


"Udah nggak apa mbak, empun. Kan ini juga sama," katanya. Astaga aku baru sadar, ternyata tangan den Riko saat itu menopangku di bawah, agar aku tetap mengapung. 










"Ih den..," aku tersentak sadar. "Terus mau dilepas?," katanya melepas, tapi aku malah mau tenggelam, sehingga refleks kupeluk dia untuk berpegangan.


"Ih jangan den, takut," kataku.


"Enghh den, ih," aku mulai manja, tangan den Riko kembali kesitu soalnya. 


"Mbak empun emang beda mbak," katanya sambil menatapku. Aku tersipu malu. 

"Ih aden ah," ujarku.


"Nggak boleh nakal, ih," kataku tak tapi malah sengaja menyentuh miliknya. 


"Eit, kok malah mbak yang nakal?," katanya senang. Dia membawaku kembali ke tepi kolam.

Pelajaran renang pertama sudah selesai dan kami rebahan di tempat santai tepi kolam. Den Riko menatapku tajam seolah tak mau lepas. 


"Ih den kenapa liatnya sampai begitu?," kataku.


"Nggak, Riko cuma mau bilang. Mbak empun ternyata cantik banget," jawabnya, sambil berbaring lebih dekat padaku. 


"Ah den Riko, bisa aja," jawabku malu malu.


"Mbak, boleh nggak kalau sekarang Riko yang minta diajarin renang?, Riko pingin renang di atas pelampung mbak empun," kataya. 


"Aden kan udah ada Linda.Kan bisa renang pake pelampungnya,".


Den Riko rupanya terbawa suasana saat mengajari aku berenang tadi. Soalnya pelampungku menurut dia besar dan indah. Pelampung mungil di bawahku juga tembem katanya.


Kata dia pelampung miliknya Linda kecil, dia pingin mencoba pelampung yang besar, agar renangnya lebih bisa dinikmati lagi. 


"Pokoknya sekarang ajarin Riko mbak ya," katanya.

"Engghh denhh, ih janganh,". Den Riko tak menggubrisku, dia malah sibuk berpegangan di pelampung atasku. Aku jadi ikut terbawa ke tengah harapan untuk kembali renang.


Dia rupanya sangat pandai dalam hal berenang. Meski masih tersembunyi di balik baju renang bu Intan yang kupakai, den Riko berhasil menemukan pelampung bawahku.


"Riko tancepin tongkatnya di pelampung mbak empun ya, biar enak renangnya," bisiknya. Dia sudah membawaku melakukan pemanasan renang yang sempurna.


Entah kenapa,waktu den Riko bilang mau mengajari aku berenang untuk kedua kalinya, aku yang justru bersemangat. Ingin mengulangi pelajaran renang pertama.


"Enghh.. tersyerah den Rikoh," ujarku lirih. Lampu hijau dariku membuat sesi senam sebenarnya pun kami mulai. Den Riko berpegangan di pelampungku, aku menopang di bawah.









Pelampung mungilku seperti mengembang dipompa dengan tongkat miliknya. Kemampuan den Riko berenang masih sangat prima staminanya.


Jauh berbeda dengan pak Halim papanya, yang hanya mampu bertahan beberapa menit saja. Den Riko membuatku kuwalahan, sekaligus membuatku bahagia.


"Makasih mbak empun ya. Riko senang sekali dengan pelampungnya," katanya. "Iya sama-sama den, yang penting den Riko bahagia, mbak juga bahagia," jawabku padanya.


Setelah bisa berenang, aku semakin merasa bersalah dengan keluarga itu. Sudah kuberikan yang terbaik untuk pak Halim, dan kini den Riko pun sudah memiliki aku. Oh may good !! pikirku.


Tapi kujalani saja, sampai kemana roda hidup ini membawaku pada akhirnya. Aku memang gendut, tapi cantik dan menarik, enak dipandang, dan satu saat aku pasti punya baby sendiri. (BERSAMBUNG PART 7)










RUBRIK Kisah Hidup menuangkan kisah kehidupan yang diangkat dari cerita kisah nyata dan dikemas ulang dalam bentuk cerita romantis, cerita dewasa.


Kisah yang diangkat diambil dari Kisah Nyata, dan juga fiksi rekaan semata. Kesamaan nama, tempat, dan alur cerita bukanlah sebuah kesengajaan.


Simak Kisah Hidup lainnya di channel YouTube PUTRIE MANDALIKA.


https://www.youtube.com/@putriemandalika1277


Semoga setiap cerita bisa diambil hikmah dan manfaatnya. 


Punya cerita dan ingin berbagi? Kirim ke email : redaksimandalikapost@gmail.com

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Cerita Wik-Wik: Empun, ART Pemuas Hasrat untuk Semua (PART 6)

Trending Now