Cerita Wik-Wik : Misteri Kenikmatan Yang Aneh di Rumah Tua (1)

MandalikaPost.com
Kamis, Desember 14, 2023 | 18.44 WIB Last Updated 2024-05-19T09:43:05Z
Ilustrasi / Kisah Hidup.

KISAH HIDUP -  Wulan terbangun dari tidurnya menjelang pagi. Duduk dengan nafas masih sedikit tersengal. Di tatapnya Hendra yang masih tidur di sampingnya.


Dikecupnya kening suaminya itu, lalu Wulan ke kamar mandi, membersihkan sesuatu sisa di tubuhnya. Kemudian kembali tidur di samping Hendra.






Pagi tiba. Darsih pembantu mereka menyiapkan nasi goreng dan teh hanget untuk sarapan majikannya. 


"Silahkan pak, bu.. sarapan sudah siap," ujar Darsih.


Hendra menggulung lengan bajunya, duduk di meja makan dan menyantap sarapannya.


"Huh, kamu mas. Senengnya ngerjain aku pas tidur. Kan nggak asiik," dengan manja Wulan mencubit lengan Hendra, lalu ikut duduk menikmati makan.


Hendra berusia 35 tahun, dia baru tiga  bulan ini dipercaya sebagai pejabat Camat di sebuah wilayah terpencil yang sangat jauh dari Kota.


Sementara Wulan, 32 tahun, terpaksa resign dari pekerjaannya sebagai assisten manajer sebuah hotel di Kota, demi mengikuti tugas suaminya.


Meski sudah hampir 10 tahun membina rumah tangga, pasangan ini belum juga dikaruniai seorang anak. Selama di Kota mereka pun jarang sekali bisa bersamaan terus.


"Kamu kenapa sayang ih. Ya udah aku jalan dulu," ujar Hendra usai sarapan. Wulan tambah manja bergelayut di pundaknya sambil mengantar Hendra ke depan.





Mobil hendra meninggalkan rumah, dia harus ke Kantor Camat yang berjarak 35 menit dari rumah. Wulan berdiri menatap sampai mobil itu hilang dari pandangan.


Rumah yang mereka huni adalah rumah tua. Kata penduduk setempat rumah itu peninggalan zaman Belanda. Terakhir kali yang menempati rumah itu adalah pasangan dokter dari Kota juga.


Namun Dokter yang harusnya bertugas tiga tahun di Puskesmas Desa itu, entah kenapa pindah lagi, saat belum sampai setahun di sana. Sementara dokter pengganti kini menempati rumah dinas di Puskesmas.  


Siang itu, Wulan melamun di sofa kayu sambil menikmati infotainment di tivi. Dia kembali memikirkan kejadian di beberapa malam selama tiga bulan menempati rumah ini.


Ya, terutama di malam Jumat seperti kemarin. Hendra dengan perkasanya membuat dia sampai melambung di awang-awang. Hanya saja, semua itu seperti mimpi.


Setiap kali Wulan terbangun, ia menemukan seperti cairan kental di bagian rahasia miliknya. Tapi, Hendra pasti sudah mendengkur. Seperti juga malam kemarin. 


"Mana mungkin ini semua cuma mimpi sih?," begitu pikir Wulan.


Hal itu memang sudah dipikirkannya sejak minggu sebelumnya. Tapi pikiran aneh diabaikan saja. Karena Wulan berpikir mungkin suaminya ingin agar mereka lekas punya momongan.





Lagipula selama di Kota, mereka sama-sama sibuk dengan pekerjaan dan sangat jarang punya waktu yang ideal untuk bercocok tanam sampai panen.  


"Bu.., ada kang Ndarso, nganterin telur bebek. Katanya kemarin bapak yang mesen," suara Darsih menyadarkan lamunan Wulan.


Darsih adalah pembantu di rumah ini. Dia warga setempat, yang sudah empat tahun ini menjanda. Tak punya anak dari tiga kali perkawinannya. 


Umurnya 40 tahunan, badannya agak tembem, tapi wajahnya lumayan cantik dengan kulit yang putih bersih. Khas cantiknya wanita desa.


"Lho.. Wu ayuuu tenan, bu Camat iki. Iki lho, ndoke bebek pesenan bapak, bu," kang Darso memang pria yang lucu. Dia menyodorkan 5 butir telur bebek kepada Wulan.


"Wes, murah. Pokoke, 50 ribu saja bu Camat," katanya. 


"Lha lha, kok mahal banget tho kang??, jangan bu harganya nggak segitu kok," justru Darsih yang memprotes.


Wulan merasa lucu dan terhibur dengan pertengkaran Darsih dan Darso. Ia masuk ke dalam untuk mengambilkan uang.


"Ya sudah, ini saya kasih 100 ya. Nah yang 50 untuk telor, yang 50 kang Darso bagi sama mbak Darsih ya," ujar Wulan menyerahkan 100 ribuan.


"Duh... matur suwun bu Camat, semoga makin cantik dan banyak rejeki. Nah Sih Darsih, iki untuk bekel kita malem mingguan yo," Darso menggoda Darsih.


"Husshhh.. ra sudi aku weekkk," ujar Darsih merajuk.





Saat kembali masuk ke dalam, Wulan bingung. Kok Hendra memesan telur Bebek, untuk apa?. Sebab dia sendiri tak pernah diberitahu oleh suaminya itu.


Dia pun memanggil Darsih dan menanyakan. Darsih menjawab sambil senyum-senyum. 


"Anu bu, saya juga nggak paham. Tapi kata kang Ndarso bapak mesen untuk anu itu. Emm biar subur katanya. Biar bapak dan ibu cepat punya momongan," jelas Darsih.


"Ohhh.. ih bapak onok-onok wae mbak Darsih yo," kata Wulan. 


Diam-diam dia tersenyum senang. Sejak pindah ke desa ini, Hendra nampak lebih perhatian dan menyayangi, demikian sebaliknya.


Seperti hari-hari lainnya, sejak tugas di Kantor Camat, Hendra tak pernah istirahat makan siang di rumah. Selain kesibukannya di kantor baru, juga karena jarak. 35 menit dengan jalan yang rusak membuat Hendra sulit, jadi Wulan menyarankan makan di kantor saja.


Karena itu, sambil menunggu suaminya pulang petang, Wulan siang itu berbaring di kamar. Tapi belum satu jam terlelap, Wulan bersuara lirih seperti mengigau. 


Tubuh Wulan terlentang dan mulai bergerak pelan, seperti saat sedang senam santai bersama Hendra. Sekitar 15 menit kejadian itu, Wulan pun terbangun. 


"Mas? Astaga," Wulan menyadari tak ada Hendra samping dia. (BERSAMBUNG PART 2)





 

RUBRIK Kisah Hidup menuangkan kisah kehidupan yang diangkat dari cerita kisah nyata dan dikemas ulang dalam bentuk cerita romantis, cerita dewasa.


Kisah yang diangkat diambil dari Kisah Nyata, dan juga fiksi rekaan semata. Kesamaan nama, tempat, dan alur cerita bukanlah sebuah kesengajaan.





Simak Kisah Hidup lainnya di channel YouTube PUTRIE MANDALIKA.


https://www.youtube.com/@putriemandalika1277


Semoga setiap cerita bisa diambil hikmah dan manfaatnya. 


Punya cerita dan ingin berbagi? Kirim ke email : redaksimandalikapost@gmail.com








Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Cerita Wik-Wik : Misteri Kenikmatan Yang Aneh di Rumah Tua (1)

Trending Now