Protes Keadilan PPDB, Ratusan Siswa Desa Rarang Gagal Masuk SMAN 1 Terara Meski Berjarak Dekat

Rosyidin S
Selasa, Juli 08, 2025 | 19.57 WIB Last Updated 2025-07-08T11:57:41Z
Sejumlah warga Desa Rarang datangi SMA 1 Terra. (Foto: Istimewa/MP).

MANDALIKAPOST.com – Puluhan warga Desa Rarang, Kecamatan Terara, Lombok Timur, mendatangi SMAN 1 Terara pada Sabtu (5/7) tiga hari yang lalu untuk menyuarakan kekecewaan terkait proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi tahun 2025.


Dipimpin langsung oleh Kepala Desa Rarang, Lalu Sahradi, para orang tua siswa mempertanyakan mengapa lebih dari seratus anak dari desa mereka gagal diterima di sekolah tersebut, padahal jarak rumah mereka sangat dekat dengan lokasi SMAN 1 Terara.


Kekesalan warga memuncak lantaran merasa ada ketidakadilan dalam sistem zonasi yang diterapkan. Lalu Sahradi menyoroti keanehan yang terjadi, terutama pada Dusun Rutus yang secara geografis lebih dekat ke SMAN 1 Terara.


“Saya bingung salah satu zona kami, Dusun Rutus, itu jelas lebih dekat ke SMAN 1 Terara. Tapi malah tidak ada yang diterima,” ungkap Sahradi dikutip dari PorosLombok.com, Selasa (7/7).


Ia juga menambahkan bahwa kasus serupa dialami oleh siswa dari Dusun Cendana. Ironisnya, siswa dari Desa Jengik yang lokasinya lebih jauh justru dapat diterima dengan mudah.


“Ini bukan hanya soal sistem, ini soal rasa keadilan yang dilukai,” tegas Sahradi, menunjukkan kekecewaan mendalam dari warganya.


Data yang dibawa Kepala Desa Rarang menunjukkan bahwa total 140 anak dari Desa Rarang gagal diterima di SMAN 1 Terara. Angka ini dinilai terlalu besar untuk hanya dianggap sebagai masalah teknis semata. 


“Kalau begini caranya, kami akan temui langsung Pak Gubernur. Persoalan ini tidak bisa didiamkan,” ucap Sahradi, menandakan keseriusan mereka untuk mencari keadilan.


Perwakilan wali murid dari setiap dusun pun turut hadir, menyuarakan tuntutan yang sama. Sistem harus dievaluasi dan anak-anak mereka harus mendapatkan tempat.


Menanggapi keluhan warga, Humas SMAN 1 Terara, L.M. Toyib, menyambut baik dialog yang terbuka. Ia menjelaskan bahwa proses seleksi PPDB dilakukan secara sistem online nasional, sehingga pihak sekolah tidak memiliki wewenang untuk mengubah hasil.


“Kalau ada perbedaan radius zona, sudah dijelaskan oleh Ketua Panitia dan Kepala Sekolah. Ini murni keputusan sistem,” jelas Toyib.


Toyib membenarkan bahwa dari hasil PPDB, ada 147 siswa yang tidak diterima. Namun, ia menekankan bahwa kondisi sarana dan prasarana sekolah sangat terbatas.


“Kami cuma bisa tambah satu rombel karena keterbatasan ruang dan fasilitas. Sisanya harus dicari solusi bersama,” ujarnya.


Ia juga menyinggung kemungkinan adanya kesalahan teknis dari pihak pendaftar, seperti kesalahan dalam menentukan titik Google Maps saat pendaftaran, atau lonjakan pendaftar yang menyebabkan overload sistem di hari terakhir.


“Hari terakhir pendaftaran membludak. Ada 313 yang daftar, yang diterima cuma 165. Itu semua terekam di sistem,” terang Toyib.


Idealnya, menurut Toyib, satu kelas maksimal diisi 36 siswa. Jumlah rombongan belajar (rombel) yang diizinkan pun dibatasi maksimal 36 rombel sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).


“SMAN 1 Terara sekarang punya 25 rombel. Tahun ini dapat jatah 11 rombel lagi, jadi total 36. Itu batas maksimal,” paparnya.


Melihat fakta ini, warga mulai melemparkan usulan untuk membentuk sekolah baru. Ide tersebut disambut positif oleh L.M. Toyib.


“Mungkin 5 rombel yang tersisa itu bisa jadi cikal bakal SMA 2 Terara. Pak Camat bilang lahan siap. Dewan juga dukung,” katanya.


Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Abdul Azis, memberikan penjelasan dari sisi kebijakan.


Ia menyebut bahwa sistem zonasi akan secara otomatis mengalihkan pendaftar ke sekolah yang kuotanya belum penuh, apabila sekolah pilihan pertama sudah melebihi kapasitas.


“Kalau rombel penuh, KCD bisa lapor ke panitia SPMB, nanti diteruskan ke kementerian. Kita tidak bisa intervensi hasil,” tegas Azis.


Menurut Azis, jika jumlah siswa yang ditolak tidak terlalu banyak, masih bisa diupayakan penambahan dalam rombel yang sudah ada. Namun, jika jumlahnya besar, pembukaan rombel baru dapat dilakukan, tentunya dengan izin dari kementerian.


Terkait usulan pembentukan sekolah baru, Azis memberikan catatan penting. “Sekolah baru bisa dibentuk, tapi dengan catatan. Jangan sampai berdiri sekolah, muridnya tidak ada. Nanti malah tutup sendiri,” tandasnya, menekankan perlunya kajian matang sebelum merealisasikan pembangunan sekolah baru.


Situasi ini menyoroti kompleksitas PPDB jalur zonasi dan kebutuhan akan solusi konkret bagi ratusan siswa yang belum mendapatkan akses pendidikan di sekolah terdekat. Akankah wacana SMAN 2 Terara menjadi jawaban atas permasalahan ini.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Protes Keadilan PPDB, Ratusan Siswa Desa Rarang Gagal Masuk SMAN 1 Terara Meski Berjarak Dekat

Trending Now