Perjalanan dengan Legundi dan Sejumlah Cerita Tentang Tiket Pesawat Mahal

MandalikaPost.com
Rabu, Juni 12, 2019 | 13.30 WIB
KMP Legundi di dermaga pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur.


UMMI ZAHRA, resah sesampai di deck 4 Kapal Legundi, dan mendapati semua seat penuh terisi.

Mengucap lirih kalimah istighfar, Zahra menghela nafas sesekali mengusapi kepala Fahri si bungsu, yang kelihatan lelah.

Abi Ahmad, sang suami sibuk dengan dua koper bawaan dan satu carrier bag lumayan besar. Menyusul Zahra 10 menit kemudian di deck 4, ia pun jadi resah.

"Waduh. Nggak dapat tempat lagi kita bi, anak-anak kasihan," keluh Zahra pada Ahmad.

Ahmad dan Zahra bersama tiga putranya adalah penumpang Kapal Legundi rute Lombok-Surabaya, yang bertolak dari pelabuhan Lembar, Lombok Barat, Senin (10/6) sore.

Keluarga pasangan pengusaha gerai kelontong di kawasan Ampel, Surabaya, ini baru saja menghabiskan libur lebaran untuk mudik ke Ampenan, Kota Mataram.

Dan kini, saatnya arus balik. Legundi tetap jadi pilihan mereka, meski pengalaman pertama dari Surabaya ke Lombok 30 Mei, juga tak jauh beda.

KMP Legundi, kapal laut jenis Roro yang dioperasikan PT Indonesia Ferry atau ASDP, melayani rute Surabaya-Lombok PP, memang jadi pilihan banyak orang saat ini.

Selain lambung besarnya yang bisa memuat ratusan kendaraan beragam jenis, Legundi juga bisa mengangkut maksimal 800 orang penumpang.

Kalau dikonversi bisa lebih dari enam kali pesawat Boeing 747 yang berkapasitas 180 penumpang.

Kelebihan lainnya, bisa jalan-jalan selama perjalanan, dapat makanan, dan bagi perokok ; ini benar-benar perjalanan yang tidak membosankan karena - kecuali ruang mesin dan ruang kendali nahkoda - hampir semua tempat ialah asbak.

Arus mudik dan balik lebaran tahun ini mengamininya.

Keluarga Ahmad dan Zahra hanya satu dari ratusan yang serupa ; memilih berlayar dengan Legundi lantaran mahalnya harga tiket pesawat terbang belakangan ini.

"Mudik ke Lombok juga pakai Legundi dari Surabaya. Karena ya, tiket pesawat mahal sekali," kata Ahmad.

Ahmad mengkalkulasi, jika harus pakai pesawat, tiket termurah untuk penerbangan Lombok-Surabaya pada Senin 10 Juni 2019 adalah Rp940 ribu per orang.

Untuk dia, istrinya Zahra, dan tiga putranya, maka Ahmad harus menyediakan setidaknya Rp4,7 juta. Itu murni untuk tiket 5 orang penumpang.

Belum ditambah ongkos taksi dari Ampenan ke Lombok International Airport (LIA), dan juga yang pasti menegangkan adalah bayangan biaya bagasi untuk dua koper besar dan satu carrier bag, juga serenteng plastik berisi oleh-oleh khas Lombok.

Sementara menggunakan Legundi, ia hanya butuh Rp76 ribu per orang atau sekitar Rp380 ribu untuk 5 orang penumpang.

"Hanya setengah harga tiket pesawat, sudah bisa membawa saya sekeluarga dengan Legundi. Nggak apa agak bersesakan dan nggak dapat tempat, kan hanya satu malam juga, anggap sedang camping," tukas Ahmad.

Pikiran tak beda dengan Ahmad, juga diungkapkan Ompu Saka. Pria asli Dompu ini juga memilih menggunakan Legundi menuju Surabaya karena tiket pesawat yang mahal.

Bersama Ramdani putranya, Ompu estafet menggunakan bus dari Dompu ke Mataram, kemudian naik Legundi di Lembar pada Senin 10 Juni 2019.

Pria yang sudah 15 tahun membangun usaha di Blitar, Jawa Timur, ini juga termasuk penumpang arus balik.

Ompu merantau ke Surabaya belasan tahun silam, mengadu nasib. Sejak menikah dengan istrinya yang asli Blitar, Ompu pun ikut ke Blitar dan membangun usaha kecil disana.

Lebaran tahun ini, ia ingin anaknya, Ramdani yang sudah kelas 2 SMP, bisa melihat nenek dan kerabat lainnya di Dompu.

"Waktu mudik juga pakai Legundi, karena pesawat saat itu sampai Rp1,2 juta per orang yang termurah. Dari Blitar ke Surabaya pakai travel, terus naik kapal di Perak (Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya)," kata Ompu Saka.

Dari Dompu, Ompu Saka dan Ramdani bisa saja menggunakan bus langsung jurusan Bima-Surabaya.

Tapi, menurut Ompu, tiket bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) juga meningkat sangat tinggi, mencapai Rp900 ribu per orang.

"Akhirnya saya naik (bus dari Dompu) sampai Mataram saja, bayar hanya Rp300 ribu, kemudian naik Legundi lagi ke Surabaya, lebih murah biaya," katanya.

KMP Legundi.

Menikmati perjalanan bersama Legundi memang penuh cerita.

Kenyamanan penumpang sebetulnya bisa dirasakan bila saja jumlah penumpang diangkut tidak over kapasitas.

Di Deck 4 kapal tersedia ruangan penumpang kelas ekonomi, kelas eksekutif, dan kamar-kamar VIP. Semua ruang ber-AC, dan tersedia televisi plus Wi-Fi. Ada juga kafetaria 24 jam di masing-masing kelas yang menjamin beragam menu makan dan kebutuhan soft drink dan cemilan selama perjananan.

Sementara di Deck 5, ada cafe & restauran, tempat duduk santai, dan ada juga mushola kapal untuk menunaikan kewajiban shalat.

Di semua deck tersedia unit-unit toilet yang rapi dan bersih.

Legundi yang beroperasi di rute Surabaya-Lombok PP sejak akhir 2016, sudah populer bagi kalangan sopir truk.

Di Kapal ini pula, tersedia deck ruangan khusus untuk para sopir truk dan kendaraan lainnya. Ruangan ini dibedakan dari ruangan penumpang umum.

Arif Junaidi, sopir truk asal Malang mengaku sudah berlangganan Legundi sejal awal 2018.

"Dulu ya sepi (penumpang). Dominan sopir truk jasa ekspedisi lah. Tapi sekarang sudah berubah jadi lebih banyak penumpang, pengaruh tiket pesawat mahal," kata Junaidi.

Toh, bagi sopir truk seperti Arif, jarak yang terpangkas dan kemudahan melewati Lombok-Surabaya menggunakan Legundi, selalu berbanding lurus dengan penghasilan mereka yang ikut terpangkas.

"Nyaman memang pakai Kapal ini, lebih cepat dan aman. Tapi ya, uang harian kita (sebagai sopir) juga ikut terpangkas," tukas Junaidi.

Namun, Junaidi tetap merasa bersyukur ada Legundi. Setidaknya, setiap kali perjalanan ia bisa menambah banyak saudara seperjalanan, berkenalan dan berbagi cerita dengan sesama penumpang yang berasal dari beragam latar belakang.

Di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, kedatangan Kapal Legundi, Selasa siang (11/6) membuat suasana pelabuhan lebih ramai.

Posko terpadu Lebaran yang dibentuk Polda Jawa Timur dan Pemprov Jatim juga masih aktif melayani penumpang arus mudik dan balik di Terminal Gapura Nusantara.

Keramahan petugas polisi dan petugas kesehatan langsung menyapa begitu penumpang masuk ke terminal kedatangan.

Setiap penumpang ditest dengan alat thermal scanner untuk memastikan kesehatan penumpang.

Kastono (54), pria asal Cilacap, sudah sejak pagi standby menunggu di terminal kedatangan penumpang, untuk menawarkan jasa angkutan.

Berkat tiket pesawat mahal, dan operasional Legundi, mobil Grand Max hitam milik Kastono kini bisa lebih menghasilkan uang.

Kastono bisa mengantar penumpang dari Tanjung Perak ke Kabupaten-Kabupaten yang ada di Jawa Timur.

"Kalau bagi kita sih, ya alhamdulillah tiket (pesawat) mahal. Banyak yang memilih naik kapal, jadi pelabuhan (Tanjung Perak) juga lebih ramai dan banyak peluang untuk kita," katanya.

Kastono mengaku sudah sejak tahun 1990-an menggeluti sektor jasa angkutan di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Selain Legundi yang dioperasikan PT Indonesia Ferry (ASDP), pelabuhan ini juga tempat singgah kapal-kapal penumpang milik Pelni.

Menurut Kastono, sejak tiket pesawat mahal beberapa bulan silam, kondisi pelabuhan menjadi lebih ramai. Ini mengingatkan Kastono pada kondisi tahun 1990-an.

"Ya tahun segitu (1990-an) kan tiket pesawat memang mahal, jadi yang naik pesawat yang memang yang berduit atau yang penting sekali untuk cepat sampai. Nah setelah tahun 2000-an, pesawat kan banting harga, murah, dan membuat kapal-kapal (penumpang ) laut kalah bersaing. Nah, sekarang kembali ke asal, jadi seimbang lagi lah, darat, laut, dan udara sama-sama memberi rejeki merata," ujar Kastono.

Meski banyak pihak mengeluhkan mahalnya harga tiket, tapi Kastono tidak.

Hanya saja, kenaikan harga tiket pesawat harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan pada penumpang.

"(Pesawat) mahal boleh saja, tapi harus berkualitas seperti di zaman 1990-an. Jangan ada pesawat jatuh, penumpang dijamin nyaman dapat kopi dapat makan (selama perjalanan). Masak kalah sama Legundi, iya kan?," seloroh Kastono.

Satu lagi, tambah Kastono belum puas ; Bagasi pesawat harus gratis, "Masak sudah mahal (tiketnya) bagasi mahal juga," tukasnya.

Perjalanan menggunakan Kapal Legundi Lombok-Surabaya selama hampir 20 jam, ternyata tak kalah asyik dengan terbang cepat 1,2 jam menggunakan pesawat berwarna sedikit merah.

Bagi dunia pariwisata, Legundi bisa juga menjadi alternatif transportasi untuk paket wisata yang akan dijual.

Satu hal lagi, saat turun dari Legundi, penumpang masih bisa mengucapkan salam," Terimakasih atas pelayanan dan makanannya ya !!,".

Satu hal yang tak mungkin diucapkan penumpang pesawat saat turun dari pesawat kepada pramugari yang berdiri di pintu keluar pesawat berwarna sedikit merah itu.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perjalanan dengan Legundi dan Sejumlah Cerita Tentang Tiket Pesawat Mahal

Trending Now