Roger, Roger, Ganti .. !! , HT jadi Solusi Sekolah di Daerah Terpencil Sumbawa

MandalikaPost.com
Jumat, Agustus 07, 2020 | 11.52 WIB
ROGER GANTI. Pelajar SD di Dusun Punik, Sumbawa, menggunakan Handy Talky (HT). Belajar dari rumah di masa pandemi. (Foto: Dok. Rusdianto AR, M.Pd.)

MATARAM - Sekolah Daring yang ditetapkan Kementerian Pendidikan menyusul pandemi corona, tak mungkin bisa berjalan di daerah terpencil dan berada di lokasi-lokasi blank spot. Kondisi ekonomi, mahalnya perangkat ponsel android dan biaya paket pulsa, menjadi cerita lain yang menyandung konsep daring, belajar dari rumah.

Tapi di Dusun Punik, sebuah dusun terpencil di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB),  kendala-kendala itu bisa diatasi dengan sedikit inovasi.

Sudah sebulan ini, sejak awal Juli, proses belajar mengajar di SD Negeri dan SMP Satu Atap (SATAP) Punik bisa berjalan cukup baik. Tetap dari rumah, menggunakan perangkat radio komunikasi Handy Talky (HT). Meski tak bisa berbagi visual seperti menggunakan andorid, HT cukup efektif. Pelajaran tetap bisa disampaikan dan ditangkap melalui suara, biaya murah, dan anti blank spot.

"Sudah sebulan berjalan. Pola belajar dari rumah di sekolah kita menggunakan HT, dan hasilnya cukup efektif," kata Kepala SDN-SMP SATAP Punik, Ibrahim SP.d.

Dusun Punik terletak di Desa Batu Dulang, Kecamatan Batu Lanteh, Kabupaten Sumbawa, NTB. Jaraknya sekitar 45 Km dari Sumbawa Besar, ibukota Sumbawa. Namun secara geografis, medannya cukup berat.

Berada di ketinggian sekitar 820 Mdpl, kawasan penghasil komoditas perkebunan seperti Kopi, ini hanya bisa ditempuh menggunakan mobil 4x4. Hardtop menjadi angkutan umum di sini. Desa Batu Dulang dan sebagian kawasan di Kecamatan Batu Lanteh, juga masih blank spot. Susah sekali sinyal selular di sini.

Ibrahim mengatakan, kegiatan belajar mengajar di SDN-SMP SATAP Punik sempat terganggu sejak pandemi corona, Februari lalu. Selain sangat sulit mendapatkan sinyal selular di kawasan itu, kemampuan ekonomi para orangtua murid untuk membeli perangkat ponsel android juga tidak sama. Ponsel berbasis android masih sangat mahal bagi sebagian besar masyarakat di sana. Kalau pun ada, penggunaannya tak bisa optimal karena susah sinyal.

"Akhirnya, awal-awal itu kita inisiatif dengan cara guru yang mengunjungi rumah murid untuk kegiatan belajar mengajar," katanya.

Toh, hal itu juga tidak memudahkan. Dengan jumlah murid sebanyak 60 orang di SD dan 35 orang di SMP, kondisi dan stamina guru harus ekstra fit untuk mengajar dari rumah ke rumah.

Masalah pendidikan yang dirasakan masyarakat di Desa Batu Dulang ini, akhirnya mendapat perhatian dari  Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sumbawa, Rusdianto AR, M.Pd.

Bersama sejumlah guru dan anggota komunitas Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Sumbawa, Rusdianto pun menggagas pola belajar mengajar daring menggunakan HT.

"Kesulitan-kesulitan itu kita dengar, mulai susahnya sinyal dan mahalnya kuota internet. Lalu kita diskusikan. Ada dari teman guru dan anggota RAPI, dan kita putuskan coba menggunakan radio. Alhamdulillah ini berhasil," kata Rusdianto, saat dihubungi, Kamis (7/8) dari Mataram.

Rusdianto yang juga menjabat Dekan FKIP Universitas Negeri Sumbawa (UNSA) ini mengatakan, di Sumbawa setidaknya ada lebih dari 80 sekolah yang kondisinya hampir sama dengan SDN-SMP SATAP Punik. Letak geografisnya sulit, dan masih banyak lokasi blank spot yang tak terjangkau sinyal selular.

Sepekan setelah diskusi, Rusdianto yang juga anggota komunitas RAPI Sumbawa mulai menerapkan penggunaan HT di SDN-SMP SATAP Punik.

Perangkat HT lebih murah dibanding ponsel berbasis android. Harganya di pasar online bukalapak atau tokopedia berkisar Rp.105 ribu hingga Rp.150 ribu untuk HT buatan China sejenis merk Buafeng.

"Orangtua juga tidak menjadi terbeban dibanding membeli ponsel. Untuk di Punik, ada yang membeli secara mandiri, dan ada yang difasilitasi dengan dana BOS," katanya.

Di Punik, para pelajar rata-rata menerima bantuan dana BOS sebesar Rp800 ribu per tahun. Nilai yang tidak cukup untuk sebuah perangkat ponsel android. Itu pun, dana turun dalam beberapa termin.

"Nah di termin ketiga kemarin ada Rp300 ribu, sehingga cukup untuk membeli perangkat HT," katanya.

Meski kondisi medannya sulit dijangkau, namun pemukiman di Dusun Punik dan Desa Batu Dulang umumnya mengumpul dalam satu blok besar. Ini memudahkan komunikasi via HT yang bisa menjangkau radius 5 Km. Untuk beberapa pemukiman yang sedikit jauh, tinggal ditambahkan dengan antena repiter radio.

Menurut Rusdianto, awalnya memang para guru dan  siswa butuh adaptasi menggunakan HT. Terutama soal mengatur komunikasi agar frekwensi tidak bertabrakan.

Di SDN-SMP SATAP Punik, frekuensi UHF digunakan. Jaringannya dibagi menjadi 16 frekwensi, di mana tiap frekuensi menjadi ruang belajar dari tiap kelas. Dari kelas 1 sampai kelas 9.

"Roger, roger.. ganti. Ya, HT memang gak bisa bersamaan bicara. Harus satu-satu. Tapi sekarang guru dan murid sudah terbiasa dan lancar menggunakannya," katanya.

Kini sekolah di Punik sudah berjalan seperti biasa, meski lewat HT. Jadwal pelajaran pun bisa menyesuaikan dengan jadwal ketika sekolah normal. Nilai lebihnya, anak-anak tetap bisa bersekolah, meski sambil membantu orangtua mereka di kebun.

"Dusun Punik dan Desa Batu Dulang umumnya kan berkebun, komoditas Kopi. Anak-anak juga senang bisa belajar sambil membantu orangtua di kebun, dan orangtua juga senang bisa dekat anak-anak," katanya.

Menurut Rusdianto, beberapa sekolah lain di Sumbawa  juga akan meniru model kegiatan belajar menggunakan HT seperti yang sudah berjalan di Dusun Punik.

Inisiatif dan inovasi sekolah menggunakan HT di daerah terpencil di Sumbawa ini diharapkan membuka mata pemerintah pusat. Bahwa setiap kebijakan harusnya memperhatikan kondisi dan kemampuan di daerah.

"Saran kita ya memang ini kan (aturan sekolah dari rumah) masih trial and error. Teman-teman di Jakarta juga harus lihat
kondisi lapangan di daerah. Misalnya NTB, di Sumbaea ada daerah pegunungan dan blank spot. Kalau pendekatan yang umum yang diterapkan di masa Covid-19 ini tentu tidak efektif. Saran saya agar efektif, biarkan sekolah itu berkreasi dengan apa yang bisa dilakukan. Saya kira itu akan menumbuhkan ide-ide kreatif mereka untuk menjawab persoalan yang ada," katanya.

Fauzan, murid kelas 3 SDN-SMP SATAP Punik mengaku senang belajar menggunakan HT.

"Ya senang rasanya seperti bisa sekolah lagi," katanya.

Kontek, roger, dan ganti menjadi kata yang semakin akrab bagi anak-anak di Dusun Punik. Di luar jam sekolah, mereka juga bisa berkomunikasi dengan sesama teman sebaya.

Satu hal lagi kelebihan menggunakan HT;  dijamin tak akan ada anak-anak yang menyalahgunakan ponsel, bukan hanya untuk sekolah daring, tapi bermain game online, atau bikin konten tiktok.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Roger, Roger, Ganti .. !! , HT jadi Solusi Sekolah di Daerah Terpencil Sumbawa

Trending Now