Batalkan Sidang Sepihak, Kantor Advokat Edan Kecewa Tingkah Hakim PTUN Mataram

Ariyati Astini
Kamis, Oktober 14, 2021 | 16.45 WIB

 

Sumardhan SH, Saat Menggelar Konfresni Pers Dan Didampingi Kliennya Nur Aini Susanti di Mataram


MATARAM- Kinerja hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram dalam memimpin sidang perkara Nomor 24/G/2021/PTUN.MTR di Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram, kantor advokat Edan Law dan konsultan hukum yang berkedudukan di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur . 


Mewakili kliennya, yakni Prof Abdul Aziz Sanapiah, Nur Ainun Susanti dan A. Maula Sanapiah. Sumardhan sebagai kuasa hukum, menyayangkan perilaku hakim di PTUN Mataram yang menunda pembuktian pada Kamis (14/10) , secara sepihak.


Padahal, sidang yang sudah tujuh kali dilakukan dengan agenda tambahan tergugat dua intervensi, justru mengalami kendala dan pelanggaran sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengadilan selama ini. 


"Sangat aneh, kami datang 11.30 WITA, jauh-jauh datang dari Kota Malang untuk menghindari persidangan di PTUN Mataram, malah tergugat 1 yakni, Kepala BPN hanya diajukan oleh pengacaranya, justru sidang perkara langsung ditunda. Padahal, penggugat dan tergugat 2 intervensi telah ada di PTUN,” ujar Sumardhan. 


menegaskan, jika kehadirannya ke Mataram mematuhi standar protokoler Covid-19. Di mana, seharunya jam pulang ASN adalah pukul 16.00 WITA atau pukul 4 sore. 


Namun, oleh hakim PTUN yang diwakili oleh hakim pembantu, menunda sidang pada hari ini, tanpa melihat kehadiran fisikawan dan tergugat 2 intervensi. 


"Kami sudah minta ke Panitera PTUN Mataram agar dicabut saja sidang yang ditunda untuk digelar kembali hari ini. Hal ini karena para pihak sudah hadir tergugat 1 hanya mewakili pengacara. Namun tetap saja keinginan kita diabaikan. Padahal, ini kan situasi pandemi Covid- 19, di situ kita harus saling memahami kondisi masing-masing asal jangan sidang dilakukan setelah kantor tutup," jelas Sumardhan. 


Atas kondisi-kondisi yang dirasa sulit untuk dinilai sebagai hal yang sederhana dan ringan oleh hakim PTUN Mataram. membagikan, akan melaporkan hal itu ke Mahkamah Agung (MA), Ombudsman dan Komisi Yudisial (KY).


"Pelaporan ke nomor sejumlah itu, hak advokat. Itu karena beberapa kali sidang di PTUN Mataram, terlihat banyak hakim anggota yang memimpin kita toleransi. beracara, maka wajarlah kita laporkan kinerja dan perilaku mereka," tegas Sumardhan. 


Pada sidang perkara Nomor 24/G/2021/PTUN.MTR di Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram, obyek yang disengketakan adalah tanah seluas 10 ribu hektare, di wilayah Kota Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang dikuasai oleh Hajjah Normah Sanapiah melawan tiga saudaranya yakni, Prof Abdul Aziz Sanapiah, Nur Ainun Susanti dan A. Maula Sanapiah selalu pihak penggugat.


Namun, perkara sejak tahun 2013, seharusnya tanah yang benar adalah seluas kurang lebih 15 ribu hektare lebih.


"Jika melihat itu, artinya, tergugat dua intervensi  yakni, Hajjah Normah masih ragu. Sebab, dari sejumlah perkara dari Pengadilan Agama (PA) Taliwang, PT Mataram dan Mahkamah Agung (MA), Hajjah Normah kalah terus," tegas Sumardhan. 


Sementara itu, Nur Ainun Susanti mengaku, ragu atas terbitnya sertifikat tanah ahli waris Nomor 29 tahun 1974 pada Hajjah Norman.


Hal ini, karena tiga saudara lainnya. Termasuk dirinya, tengah-tengah ke luar KSB. "Ini aneh, kakak saya (Hajjah Normah) yang tinggal sendiri di KSB dan berstatus masih gadis, justru memiliki sertifikat diatas tanah warisan orang tua itu. Padahal, kita enggak pernah kumpul dan berembuk dengan saudara lainnya untuk membagi warisan tanah itu," kata dia . 


Ainun pun mempertanyakan dasar hukum terbitnya novum pada tanah yang disertifikatkan oleh BPN KSB tanpa persetujuan tiga saudara lainnya. Padahal, dari nomor perkara baik, dari PA Taliwang, PT TUN Surabaya dan MA sudah jelas jika tanah warisan itu tidak bisa dikuasai mutlak oleh Hajjah Normah. 


"Inilah dasar kita ajukan gugatan ke PTUN, untuk membatalkan sertifikat yang sudah dibuat oleh BPN KSB. Apalagi, tiga saudara lainnya siap untuk dibagi dan berembuk bersama tanah warisan itu asalkan jangan sampai tanah warisan itu jatuh ke pihak lain diluar keluarganya," ungkap dia. 


Ainun menambahkan, jika merujuk sengketa persidangan, maka seharusnya jika perkara masih disidangkan tidak boleh pihak BPN menerbitkan sertifikat atas tanah. 


"Kecuali jika inkrah, silahkan. mengapa kita mengajukan banding ke PTUN Mataram agar sertifikat pada Hajjah Normah dibatalkan," tandasnya.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Batalkan Sidang Sepihak, Kantor Advokat Edan Kecewa Tingkah Hakim PTUN Mataram

Trending Now