Revisi UU TNI: Impunitas Militer, Supremasi Sipil, dan Politik Militer

L. Guruh Virgiawan D. K
Minggu, Juli 02, 2023 | 13.53 WIB Last Updated 2023-07-02T05:53:58Z

                    (Oleh: Lalu Tirta Bayu Nusantara)

MANDALIKAPOST.COM - 25 Tahun referomasi, apa yang sesungguhnya tersisia dari peristiwa itu ? Pertanyaan tersebut setidaknya mengantarkan kita untuk melihat demokrasi belakangan ini mulai dari UU Cipta Kerja sampai dengan KUHP Baru, atau paling tidak merenungkan kembali semua narasi tentang reformasi, menjaga setiap amanatnya atau melampuinya. Pemilu 2024, kontestasi politik dan ragam kepentingan politik, jadi pertaruhan berbagai klik untuk memastikan status kekuasaanya, sebab kekuasaan hanya menyediakan dua bentuk diskursus yakni, dipertahankan atau ditumbangkan. 

Setidaknya ada pola yang harus dipelajari dari tahun – tahun politik sebelumnya, yakni isu politik. Isu politik yang tampak biasa yang tidak dibawakan pada tahun politik sukar mendapat kenaikan status politik, namun isu yang dibawakan pada tahun politik dapat menjadi pesan transaksi kantong suara. Secara keseluruhan, situasinya semakin kompleks.

Tampaknya fenomena demokrasi ini semakin runcing dengan masuknya wacana revisi UU TNI yang sekali lagi membagi meja media dan meja diskursus disetiap tempat, tentu masih melekat dalam ingatan kolektif rakyat Indonesia tentang dwifungsi ABRI. Dengan adanya wacana tersebut, menambah variabel baru untuk menilai politik 2024, patut dicermati setiap partai akan melakukan pertarungan politik baik secara terbuka maupun tertutup dan meraih dukungan dari seluruh kalangan atau komunitas untuk memenagkan status kekuasaannya.

 

I.                 Impunitas Militer dan supremasi sipil

Wacana revisi Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia membangkitkan kembali diskursus tentang impunitas militer dan supremasi sipil. Salah satu agenda reformasi adalah reformasi di bidang militer, mengembalikan kedudukan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Sebelum lahirnya wacana tentang revisi UU TNI No.34/2004, wacana  untuk penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) yang berada di setiap provinsi. Adapun poin perubahan dalam draf usulan revisi UU TNI No.34/2004 yang dinilai penting untuk didiskusikan kembali ialah Anggaran Militer, selama ini anggaran militer berada di bawah Kementrian Pertahanan yang diusulkan untuk diubah agar penganggaran militer tidak lagi dibawah Kementiran Pertahanan.

Prajurit aktif dapat menduduki 18 Kementrian, usulan ini menambah 8 lembaga yang dapat diduduki oleh prajurit aktif yang dalam UU TNI No. 34/2004 Pasal 47 mengatur prajurit aktif dapat menjabat di 10 kementiran. Perluasan kewenagan dan Perluasan Operasi Militer selain Perang, poin dalam perluasan kewenangan, mengubah dan menghilangkan frasa Pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “pengerahan dan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden” sehingga dalam ususlannya tidak ada frasa tersebut dan menambah kewenagan TNI terkait pengamanan yang dimiliki oleh Kepolisian. Operasi militer bukan perang, usulan ini menambah 5 poin yang sebelumnya dalam pasal 7 ayat (2) hanya menyebutkan 14 poin sekarang menjadi 19 poin. Peradilan militer, poin perubahan ini adalah mengubah frasa pasal 65 ayat 2 yang berbunyi “Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang” menjadi “prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran pidana militer dan hukum pidana umum”.

Secara normatif, wacana penambahan kodam dan revisi UU TNI No. 34/2004 bertentangan dengan tap mpr VII tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. usulan tersebut juga menghilangkan garis komando yang selama ini menjadi asas dalam hukum militer serta menghilangkan semangat reformasi di bidang militer. Wacana tersebut mengingatkan kembali pada peristiwa pelanggaran HAM masa lalu yang sampai detik ini masih menjadi tabir dan dugaan kuat pelakunya berada dilingkaran pemerintahan saat ini.  

Supremasi sipil, mengkhendaki bahwa kekuasan militer harus diatur oleh masyarakat sipil sehingga komunitas militer yang memiliki seluruh instrumen kuasa dapat dibatasi dan dikontrol, tentunya dalam hal internal negara. Sebab, dalam sistem pemerintahan yang beradab rakyat adalah satu – satunya khendak dan pemegang kekuasaan tertinggi.

 

II.              Politik militer

Momen tahun politik 2024, jadi momen penting untuk dilihat lebih jauh, khususnya relasi antara wacana revisi UU TNI No. 34/2004 kaitanya dengan politik legislasi, dan supremasi sipil. Revisi UU TNI No. 34/2004 dari banyak pihak menilai berpotensi mengembalikan dwifungsi Angkata Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan mengihlangkan capaian reformasi selama 25 tahun ini. Wacana tersebut meski masih berupa wacana patut diduga sebagai pesan politik tertentu bagi pihak politik lain yang ikut dalam kontetasi politik 2024.

Hubungan antra elit militer dan elit sipil dapat ditemukan pada masa Orde Baru melalui dwifungsi ABRI-nya, hal ini menjadi refleksi untuk menemukan apakah supremasi sipil masih ada sampai detik ini. Hubungan kedua elit tersebut harus dibongkar sedemikian rupa, guna menemukan selubung kepentingan yang tidak terlihat oleh pubik.

Politik legislasi pembentukan hukum belakangan ini yang mendapat sorotan dan gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat sipil menjadi penanda politik legislasi pembentuk hukum yang bermasalah. Setelah mencuatnya pernyataan “lobi ketum partai” dari gedung parlemen membuat keyakinan publik atas sejumlah produk hukum yang dibuat cenderung transaksional.

Situasi semacam ini, menjadi peluang dimeja tawa menawar antara elit militer dan elite sipil untuk memastikan dukungan suara dan kemenagan politik 2024. Setelah reformasi, hampir tidak terdengar lagi politik militer ikut berpartisipasi dalam politik praktis, namun secara keseluruhan sikap skeptis atas situasi yang pernah menjadi bagaian dari sejarah demokrasi di Indonesia harus ditelaah kembali, bukankah politik sesungguhnya selalu berada di balik layar dalam ruang yang paling  kedap udara. Tidak ada jawaban yang dapat ditemukan dengan mudah kecuali merubah realitas yang ada.

 

 

 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Revisi UU TNI: Impunitas Militer, Supremasi Sipil, dan Politik Militer

Trending Now