Puluhan Perangkat Desa Dapil III Geruduk DPRD Lombok Timur, Tuntut Kejelasan Status dan Kesejahteraan

Rosyidin S
Selasa, Mei 06, 2025 | 21.00 WIB Last Updated 2025-05-06T13:00:22Z
Puluhan perangkat desa dapil III saat hearing di gedung DPRD Lombok Timur. (Foto: Rosyidin/MP).

MANDALIKAPOAT.com – Suasana kantor DPRD Kabupaten Lombok Timur pada Selasa (6/5) tampak berbeda. Puluhan perangkat desa dari daerah pemilihan (dapil) III memadati gedung dewan untuk menyampaikan aspirasi mereka melalui forum hearing.


Tiga tuntutan utama menjadi pokok bahasan dalam pertemuan tersebut, meliputi penertiban Nomor Induk Perangkat Desa (INPD), kejelasan pembayaran Penghasilan Tetap (Siltap) dan tunjangan, serta permasalahan mutasi perangkat desa yang dinilai tidak sesuai aturan.


Lina Marlina, Sekretaris Desa (Sekdes) Gelora, menjadi salah satu perwakilan perangkat desa yang hadir. Ia mengungkapkan bahwa kedatangannya bersama sekdes lainnya dari dapil III bertujuan untuk mencari solusi atas berbagai persoalan yang mereka hadapi. 


“Kami melakukan hearing dengan tiga tuntutan utama, salah satunya terkait penertiban Nomor Induk Perangkat Desa,” ujarnya kepada awak media.


Lebih lanjut, Lina menyoroti permasalahan keterlambatan pembayaran Siltap dan tunjangan perangkat desa yang menurutnya sudah menjadi persoalan klasik.


Bahkan, ia mengungkapkan keprihatinannya bahwa pada tahun 2025 ini, pembayaran Siltap sempat dicicil.


“Semoga hal ini ada titik temunya dan ada solusi untuk perangkat desa agar Siltap lancar setiap bulan dibayarkan, karena akibat keterlambatan pembayaran Siltap ini salah satunya terlambatnya pembayaran BPJS kesehatan yang mengakibatkan BPJS kami dinonaktifkan,” jelasnya dengan nada prihatin.


Keterlambatan pembayaran Siltap ini, lanjut Lina, tidak hanya berdampak pada kesulitan ekonomi perangkat desa dan keluarga, tetapi juga menghambat akses mereka terhadap layanan kesehatan.


“Hal ini sangat menyulitkan kami,” imbuhnya.


Selain masalah kesejahteraan, perangkat desa dapil III juga menyoroti persoalan mutasi yang dinilai tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.


Lina menyebutkan adanya beberapa kasus mutasi di tingkat kecamatan yang diduga melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2022 dan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 6 Tahun 2018.


“Dengan ini kami ingin meminta kejelasan terkait status kami perangkat desa karena bagaimanapun kami perangkat desa ujung tombak pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Jadi kami selalu garda terdepan dalam pelaksanaan program pemerintah,” pungkasnya dengan harapan adanya respons positif dari pihak terkait.


Menanggapi aspirasi para perangkat desa, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Salmun Rahman menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima aduan terkait kesejahteraan dan kebijakan mutasi yang dianggap mengganggu ketenangan perangkat desa.


“Perangkat desa Dapil ini datang hearing untuk menyampaikan aspirasi terkait kesejahteraan dan kebijakan mutasi yang dilakukan oleh kepala desa yang mengusik ketenangan perangkat desa,” ungkap Salmun di sela-sela pertemuan.


Terkait tuntutan kenaikan Siltap, Salmun menyampaikan bahwa pemerintah daerah belum dapat memenuhi permintaan tersebut karena keterbatasan kemampuan keuangan daerah.


“Itu persoalannya, kalau sekarang ini” ujarnya, mengisyaratkan kondisi finansial yang belum memungkinkan untuk penambahan anggaran Siltap.


Mengenai tunjangan, Salmun menjelaskan bahwa saat ini tunjangan hanya diberikan kepada Sekretaris Desa, belum menyentuh Kaur, Kasi, dan Kadus. Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh kondisi Dana Desa.


“Dulu mereka mengatakan ada tunjangannya, memang betul, kenapa dia ada karena lebih kecil Siltapnya. Kalau sekarang sudah ada standar minimal mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 itu aturannya hak besaran minimal kepada perangkat desa itu yang tidak boleh kurang dari sekian. Sudah ada aturannya,” jelasnya.


Lebih lanjut, Salmun menyoroti penyebab keterlambatan pembayaran Siltap. Ia menegaskan bahwa keterlambatan tersebut seringkali disebabkan oleh ketidak disiplinan perangkat desa dalam menyampaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) serta laporan pertanggungjawaban tepat waktu.


“Pemerintah tidak salah, mereka saja yang terlambat mengirim laporan, mereka kena dampak karena bukan PMD. Bukan karena BPKAD, dia kena dampak dari desa-desa yang lainnya yang tidak tepat waktu,” tegasnya.


Terkait polemik mutasi perangkat desa, Salmun menyatakan bahwa pihaknya telah sepakat untuk menindaklanjuti permasalahan ini dengan membentuk Peraturan Bupati (Perbub) yang lebih jelas.


Ia mengakui adanya ketidaksesuaian antara Perda Nomor 4 Tahun 2022 dengan Perbub Nomor 6 Tahun 2018 terkait kewenangan kepala desa dalam melakukan mutasi.


“Nah, Perda ini umum, tetap kewenangan desa berhak melakukan mutasi kepada perangkat desa itu bunyinya, tidak diatur perangkat desa yang mana dimutasi, itu yang di Perbub cuma multitafsirnya di Perda Nomor 4 Tahun 2022 mengacunya kepada PP 67 Tahun 2017 sementara ada Perda yang dulu sebelum Perda Nomor 4 ini,” urainya.


Salmun menambahkan bahwa Perbub Nomor 6 Tahun 2018 sebenarnya mengatur bahwa mutasi hanya diperbolehkan dua kali terhadap Kasi dan Kaur. Namun, faktanya di lapangan, kepala desa justru memindahkan Sekretaris Desa menjadi Kepala Dusun.


“Di tahun 2015 ini sudah ada turunannya Perbub 6 tahun 2018 itu diatur di sana mutasinya boleh 2 kali tetapi terhadap Kasi dan Kaur, namun faktanya di lapangan sekarang Kepala desa itu pindahkan Sekdes, dipindah jadi Kadus,” pungkasnya.


Diharapkan, hearing ini dapat menjadi langkah awal bagi pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Lombok Timur untuk mencari solusi komprehensif terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh perangkat desa dapil III, demi terciptanya stabilitas dan kinerja yang optimal dalam penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Puluhan Perangkat Desa Dapil III Geruduk DPRD Lombok Timur, Tuntut Kejelasan Status dan Kesejahteraan

Trending Now