Refleksi Mendalam di Bumi Lombok: Lumbung Pangan dan Kedaulatan Petani di Tengah Arus Globalisasi

Rosyidin S
Minggu, Mei 11, 2025 | 16.08 WIB Last Updated 2025-05-11T08:08:20Z
Anggota Gawe Beleq Lumbung Berdaulat berdiskusi tentang kedaulatan pangan. (Foto: Rosyidin/MP).

MANDALIKAPOST.Com – Suasana penuh kehangatan dan perenungan mendalam mewarnai pertemuan yang berlangsung selama dua hari, 10-11 Mei 2025, di Pondok Pesantren Darussyahidin NW Lingkok Blek, Desa Langko, Kecamatan Janapria, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).


Forum yang dihadiri oleh beragam elemen masyarakat, termasuk tokoh-tokoh penting dan para pegiat pertanian, menggulirkan diskusi krusial mengenai esensi lumbung pangan, kedaulatan petani, serta pelbagai tantangan yang membentang di era globalisasi ini.


Inti dari perbincangan yang mengemuka adalah urgensi dalam memahami filosofi lumbung pangan sebagai landasan kokoh bagi ketahanan dan kemandirian bangsa. 


Dalam sesi diskusi yang penuh makna, almarhum Mas Eko, seorang tokoh masyarakat yang dikenang atas dedikasinya, menekankan bahwa lumbung bukan sekadar gudang penyimpanan hasil panen, melainkan representasi dari kebersamaan dan semangat gotong royong yang luhur.


Muliadi Pajar, mengenang semangat almarhum Mas Eko, mengilustrasikan, "Kalau kita berbicara tentang bagaimana kita bertahan bersama, bagaimana kita membangun filosofi kekerabatan, membangun gotong royong, maka kita akan terhubung dan menemukan jalannya," ujar Muliadi.


Lebih lanjut, ia menggarisbawahi bahwa lumbung semestinya dimaknai sebagai "sebuah simbol dan ketahanan," yang implementasinya dapat merasuki seluruh lini kehidupan, mulai dari pendidikan, ekonomi, lingkungan, hingga sosial kemasyarakatan.


Diskursus juga menyoroti dinamika yang seringkali terjadi antara cita-cita dan implementasi program di lapangan. Pengalaman masa lalu memperlihatkan adanya kendala dalam menerjemahkan ide-ide mulia menjadi tindakan nyata yang berdampak.


"Saya ingin lumbung berdaulat tanpa direpotkan dengan proposal-proposal. Supaya tidak ada peran kepentingan di antara proyek-proyek yang dijalankan," tegas Dian Ariani, sosok sentral dalam pengembangan konsep lumbung di NTB, menyuarakan harapannya.


Lebih dalam, forum ini menyoroti ancaman laten terhadap kedaulatan pangan di tengah pusaran kepentingan global yang kian deras. Bunda Dian, sapaan akrabnya di komunitas Lumbung, menyampaikan pandangannya mengenai konstelasi geopolitik dunia yang didominasi oleh rivalitas ekonomi dan politik antar kekuatan adidaya.


"Hari ini yang ingin mempunyai agenda politik dunia itu antara kutub Cina, Amerika dan Rusia. Sama saja, tidak peduli siapa-siapa, yang ada di otaknya itu hanya uang, uang, dan uang," ujarnya dengan nada prihatin.


Ia memperingatkan bahwa perang dunia ketiga sesungguhnya telah berkecamuk dalam bentuk perebutan lumbung pangan. Negara-negara yang kehilangan kedaulatan atas pangannya akan sangat rentan terhadap penjajahan ekonomi melalui jeratan utang dan ketergantungan impor.


"Perang dunia ketiga itu, ya lumbung pangan. Siapa yang harus lebih dulu, dia akan diisi dengan impor pangan. Di situlah mulai dijajah dengan utang, itulah yang namanya perang dunia ketiga yang sesungguhnya," paparnya dengan lugas.


Keresahan mendalam juga mencuat terkait dengan terkikisnya identitas produk lokal akibat serbuan produk dari luar daerah maupun mancanegara.


"Beras kita yang beredar di Lombok itu bukan beras yang kita hasilkan dari Lombok, Bima, Dompu, Sumbawa, dan sebagainya. Beras kita yang dikemas itu dari Ramos, Vietnam, dari mana gitulah? Beras kita ini ke mana ya?" tanyanya dengan nada prihatin yang menggambarkan kegelisahan akan nasib produk pertanian lokal.


Hal ini mengindikasikan adanya tantangan serius dalam mempertahankan mutu dan nilai jual produk-produk unggulan daerah.


Diskusi juga menyentuh esensi merefleksikan kearifan lokal dan warisan budaya sebagai modal berharga dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.


"Menurut saya, kalau saya ke sini, saya merenung, mengadaptasikan, sebetulnya ada banyak hal baik yang orang-orang dulu. Budaya lama kita itu sebetulnya punya kearifan lokal yang tinggi," ungkap Lalu Yazid Sururi, menyoroti kekayaan nilai-nilai tradisional.


Namun, ia menyayangkan bahwa arus modernisasi seringkali menggerus nilai-nilai luhur tersebut.


Sebagai penutup sesi diskusi yang konstruktif, harapan besar disematkan pada pundak generasi muda untuk proaktif mendokumentasikan dan menyebarkan narasi-narasi positif serta kearifan lokal melalui berbagai platform media yang ada.


"Saya ini berharap didokumentasikan dengan baik. Itu yang kita perlu. Jadi kita hanya membangun narasi di dalam platform konsumsi publik kita seperti YouTube, Facebook, dan platform-platform medsos lainnya. Isinya itu, jangan hanya yang gosip-gosip lah," imbaunya dengan harapan konten-konten edukatif dapat lebih mendominasi ruang publik.


Yazid juga menekankan betapa pentingnya memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk mengedukasi dan membangun kesadaran kolektif mengenai isu-isu penting.


Secara khusus, pertemuan ini juga menyinggung keinginan tulus seorang tokoh senior di Lombok, yang dikenal luas atas kecintaannya pada seni keroncong, untuk memiliki sebuah lagu bertema lumbung yang dapat diterima dan menginspirasi generasi muda.


"Pertemuan ini menjadi pengingat akan pentingnya memperkuat fondasi lumbung pangan sebagai wujud kedaulatan bangsa," pungkasnya, merangkum esensi dari diskusi yang mendalam tersebut.


Tantangan global memang tidak dapat diabaikan, namun dengan mengedepankan kebersamaan yang solid, kearifan lokal yang diwariskan, serta pemanfaatan teknologi secara bijaksana, diharapkan para petani dan seluruh masyarakat Lombok dapat terus berdaya dan berdaulat atas pangannya sendiri.


Diskusi yang produktif ini diharapkan menjadi katalisator bagi aksi nyata dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan yang berkelanjutan di Bumi Seribu Masjid, Nusa Tenggara Barat.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Refleksi Mendalam di Bumi Lombok: Lumbung Pangan dan Kedaulatan Petani di Tengah Arus Globalisasi

Trending Now