DP3AKB Lotim Ajak Ratusan Kepala Desa Hapus Perkawinan Anak Demi Indonesia Emas 2045

Rosyidin S
Selasa, September 09, 2025 | 15.14 WIB Last Updated 2025-09-09T07:14:50Z

Ratusan Kades di wilayah Lombok Timur ikuti sosialisai hapus perkawinan anak, (Foto: Istimewa/MP).

MANDALIKAPOST.com - Pemerintah Kabupaten Lombok Timur (Lotim) secara serius mengambil langkah strategis untuk memberantas perkawinan anak. Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB), sosialisasi dan penguatan kapasitas digelar dengan melibatkan ratusan kepala desa sebagai ujung tombak perubahan. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya nasional untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

 

Kepala DP3AKB Lotim, H. Ahmat, menegaskan bahwa perkawinan anak adalah pelanggaran hak asasi manusia dan menjadi hambatan besar bagi pemenuhan hak-hak dasar anak.

 

"Regulasi sudah jelas mengatur bahwa usia minimal menikah adalah 18 tahun. Maka semua pihak, termasuk kepala desa, harus berperan aktif dalam pencegahan perkawinan anak," tegas Ahmat, Selasa (9/9).

 

Ahmat menjelaskan, dasar hukumnya sangat kuat. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 telah menetapkan usia minimal menikah adalah 19 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Sementara itu, UU Nomor 35 Tahun 2014 menegaskan bahwa anak adalah setiap orang yang belum berusia 18 tahun.

 

Tindakan pidana pun mengintai para pelaku. Berdasarkan Pasal 26 UU Perlindungan Anak, orang tua wajib mencegah perkawinan anak. Jika terjadi pemaksaan, pelaku bisa diancam hukuman pidana hingga 9 tahun penjara dan denda maksimal Rp700 juta.

 

Selain risiko hukum, perkawinan anak juga membawa dampak buruk yang mendalam, seperti:

·         Kesehatan: Anak perempuan yang menikah dini rentan mengalami komplikasi serius saat kehamilan dan persalinan.

·         Kekerasan: Anak yang belum matang secara emosional dan fisik berisiko tinggi menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

·         Pendidikan dan Ekonomi: Pernikahan dini sering kali membuat anak putus sekolah dan akhirnya menjadi tenaga kerja tidak terampil.

·         Sosial: Ketidakdewasaan dalam mengelola rumah tangga memicu tingginya angka perceraian. Perempuan yang bercerai di usia muda juga rentan mendapat stigma sosial dan menjadi korban kekerasan lanjutan.

 

Dalam sosialisasi ini, Ahmat kembali menekankan peran vital para kepala desa.

 

"Tanpa keterlibatan aktif aparatur desa, upaya penghapusan perkawinan anak akan sulit tercapai," pungkasnya.

Ia menegaskan, menghapuskan perkawinan anak adalah kunci untuk melahirkan generasi yang sehat, terdidik, dan terlindungi hak-haknya, yang merupakan fondasi utama menuju Indonesia Emas 2045.

 


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • DP3AKB Lotim Ajak Ratusan Kepala Desa Hapus Perkawinan Anak Demi Indonesia Emas 2045

Trending Now