MANDALIKAPOST.com - Penulis menggunakan fenomena gerhana bulan total sebagai metafora untuk mengingatkan kita pada hakikat hidup, kelemahan manusia, dan kebesaran Allah.
Makna di Balik Redupnya Cahaya
Penulis memulai dengan fakta ilmiah tentang gerhana bulan total yang akan terjadi pada 7 September 2025. Peristiwa ini, di mana "bulan akan tampak kemerahan seperti darah," bukan sekadar tontonan, melainkan sebuah pertanda dari kebesaran Tuhan.
Gozan menekankan bahwa segala sesuatu di alam semesta, termasuk matahari dan bulan, adalah tanda kebesaran Allah, dan kita tidak boleh menyembah ciptaan-Nya.
Poin utama yang disampaikan adalah tentang kesementaraan cahaya. Gozan menulis, "Bulan tidak memiliki sinar sendiri; ia hanya memantulkan cahaya matahari." Ini menjadi analogi kuat untuk kehidupan manusia.
Harta, jabatan, dan ilmu pengetahuan, yang sering kita banggakan, hanyalah pantulan dari "cahaya dari Allah" dan bisa "sirna dalam sekejap."
Opini ini diperkuat dengan kutipan hadis Nabi Muhammad ﷺ, yang mengajak umatnya untuk shalat, berzikir, dan bersedekah saat melihat gerhana, bukan hanya mengaguminya.
![]() |
Ilustrasi: Gambar Gerhana bulan, (Foto: Istimewa/MP). |
Keajaiban Tersembunyi dalam Diri
Perenungan tidak berhenti pada langit. Penulis mengajak pembaca untuk melihat ke dalam diri sendiri, merujuk pada firman Allah dalam QS. Adz-Dzariyat: 21, yang artinya: "Dan pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak memperhatikan?"
Penulis menggunakan contoh enzim sebagai bukti nyata keajaiban ciptaan Allah dalam tubuh manusia. Ia menyebutkan enzim carbonic anhydrase yang mempercepat reaksi karbon dioksida dengan air hingga 10 juta kali lipat dan enzim RuBisCO pada tumbuhan yang mengikat karbon dioksida dari udara dan mengubahnya menjadi gula, energi dasar bagi seluruh kehidupan.
"Enzim-enzim ini bekerja dengan presisi luar biasa, menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan hanya mampu menyingkap sebagian kecil dari "sunnatullah."
Kesimpulan: Iman yang Menyala di Tengah Keterbatasan
Melalui perbandingan antara gerhana bulan dan kerja enzim, Gozan menyimpulkan bahwa segala sesuatu—baik yang terlihat di langit maupun yang tersembunyi di dalam diri—adalah tanda kebesaran Allah.
Gozan beropini bahwa gerhana adalah "momen untuk merenung," bukan sekadar kagum pada "warna merah di langit." Ia menekankan pentingnya menjaga iman agar tetap menyala meskipun "cahaya bisa redup" dan "tubuh pun rapuh."
Secara keseluruhan, tulisan ini adalah seruan untuk introspeksi. Penulis meyakini bahwa hanya "hati yang keras dan congkak" yang menolak melihat tanda-tanda kebesaran Allah.
Di akhir tulisannya, Gozan mengungkapkan penyesalannya jika ia tak mampu memaknai semua ini. Dengan mengutip QS. Al-Qamar: 49, yang artinya: "Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran,"
ia menegaskan bahwa segala peristiwa di alam semesta, termasuk gerhana, bukanlah kebetulan. Ini semua adalah bagian dari ketetapan illahi yang harus kita renungkan dengan penuh syukur dan ketaatan.