Program Swasembada Bawang Putih Sembalun Terancam Gagal, Diduga Ada Penyimpangan Anggaran Miliaran Rupiah

Rosyidin S
Jumat, September 12, 2025 | 23.44 WIB Last Updated 2025-09-12T15:44:55Z
Nampak sejumlah warga Sembalun sedang melakukan pembersihan bawang putih setelah dipanen dan aka dikeringkan di dekat rumah, (Foto: Rosyidin/MP).

MANDALIKAPOST.com – Program swasembada bawang putih di kawasan Sembalun, kaki Gunung Rinjani, Lombok Timur, yang digadang-gadang sebagai percontohan nasional, kini berada di ujung tanduk.


Pasalnya, sejumlah dugaan penyimpangan, mulai dari bibit rusak hingga penyaluran yang tidak tepat sasaran, mengancam kelangsungan program bernilai miliaran rupiah ini.


Hal ini diungkapkan oleh seorang tokoh muda setempat, Royal Sembahulun, yang menilai program tersebut tidak transparan dan merugikan negara.


Dalam sebuah wawancara eksklusif, Royal menyoroti kejanggalan pada program pengembangan kawasan yang didanai pemerintah pusat pada tahun 2024.


"Tahun 2024 itu ada namanya program pengembangan kawasan, luasnya 50 hektar. Satu hektar itu biayanya Rp 155 juta. Jadi kalau kita kalkulasikan, anggarannya itu adalah Rp 7,5 miliar," jelas Royal.


Menurutnya, anggaran fantastis tersebut seharusnya mampu menghasilkan benih berkualitas. Namun, kenyataannya jauh dari harapan. Ia sendiri, sebagai salah satu penerima, mengaku mengalami kerugian akibat bibit yang didistribusikan dalam kondisi buruk.


"Yang menjadi masalah kemarin itu adalah varietas Lembu Sembalun (Sangga Sembalun). Saya dapat 2 kuintal, itu setengahnya rusak, enggak bisa ditanam," ungkapnya.


Royal menduga kuat adanya permainan dalam pendistribusian benih. Ia memperkirakan, jika 30% dari total 175 ton benih Lembu Sembalun rusak, kerugian negara dari bibit yang tidak layak tanam saja bisa mencapai sekitar Rp 1,9 miliar.


"Ini baru dari satu jenis benih saja. Belum lagi yang menerima benih rusak lainnya. Artinya, negara ini membayar angin," tegasnya.


Selain masalah kualitas, Royal juga menyoroti penyaluran benih yang dinilai tidak tepat sasaran. Ia mencurigai adanya kelompok tani "fiktif" yang sengaja dibentuk untuk mencuci uang proyek.


"Ada kecenderungan kerugian di situ, bisa saja di situ ada pencucian uang," katanya.


Ia juga mempertanyakan peran Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Mataram. "Kenapa benih-benih rusak bisa lolos?" tanyanya keheranan.


Bantuan Terlambat, Petani Malah Menjual Bibit


Royal menambahkan, keterlambatan pendistribusian bibit membuat banyak petani menjual benih bantuan. Hal ini terjadi karena jadwal tanam sudah terlewat dan petani telah menanam komoditas lain.


"Pemerintah lagi mengeluarkan anggaran sebanyak 45 hektar. Kami keliling di sini ini enggak sampai 20% yang ditanami," jelasnya. 


"Artinya dari 45 hektar itu enggak sampai 2 hektar ditanami. Kenapa? Karena petani sudah menanam tanaman lain, pendistribusian sudah telat musim, dan bibitnya juga sudah tidak bagus," imbuh Royal.


Menurutnya, kondisi ini menunjukkan program yang terkesan dipaksakan dan tidak mempertimbangkan kondisi di lapangan.


"Saya anggap kurang efektif jadinya. Dan ini sudah jelas rugi. Kerugian negara di sini. Program fiktif," tegas Royal.


Melihat kondisi ini, Royal Sembahulun mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan mengusut dugaan penyimpangan ini.


"Harapan kita ini APH harus turun tangan untuk menyelidiki kira-kira apakah benar ada kerugian negara di sana," ujarnya.


Ia pesimis program swasembada bawang putih akan berhasil jika pola yang ada tidak dirombak.


"Kalau polanya seperti ini, swasembada bawang putih ini gagal di Sembalun. Asli gagal," pungkasnya.


Program Percontohan Lain Justru Panen Melebihi Target


Di sisi lain, terdapat berita positif dari program percontohan budidaya bawang putih yang digagas oleh Himpunan Alumni Perguruan Tinggi Indonesia (HIMPUNI). Program ini, yang berlokasi di Sembalun Bumbung, berhasil mencatatkan hasil panen perdana yang melampaui target.


Pada Kamis (11/9), program seluas 10 hektare tersebut menghasilkan panen 21,6 ton per hektare, melebihi target Kementerian Pertanian sebesar 20 ton per hektare. Program ini merupakan inisiatif HIMPUNI atas perintah Menteri Pertanian dan fokus pada pembenihan.


Ketua Kelompok Tani Pusuk Pujata, Egi Prisma Suryadi, saat ditemui awak media di Sembalun. Ia menjelaskan bahwa program ini berbeda dengan bantuan pemerintah pada umumnya.


"Ini khusus untuk pembenihan saja, betul-betul bukan program dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian," jelasnya.


Egi menambahkan, skema kerja sama ini murni antara HIMPUNI dan kelompoknya. HIMPUNI menyediakan semua modal awal, mulai dari benih, pupuk, hingga kebutuhan lain bagi petani.


"Nanti ada skema bagi hasil antara HIMPUNI dengan kelompok tani tersebut," terangnya.


Model kerja sama ini memberikan keleluasaan bagi petani untuk menentukan pupuk dan obat kimia yang digunakan. Varietas yang dikembangkan adalah Sangga Sembalun. "Kami siap menjadi sentra benih, kami siap jadi sentra pendidikan," ujar Egi, optimistis.


Meski sukses dalam panen, masalah harga jual tetap menjadi kendala. Harga bawang putih sering anjlok pasca panen dan petani tidak memiliki wewenang untuk menentukannya.


"Kami tidak dalam wewenang menentukan harga, tapi kami tetap berusaha memberikan harga yang terbaik," kata Egi.


Hasil panen perdana ini tidak akan dijual, melainkan digunakan sebagai benih untuk memperluas lahan. Rencananya, program ini akan dikembangkan hingga 100 hektare pada Februari-Maret 2026.


"Dari 10 hektare ini kita kembangkan menjadi 100 hektare, itu yang dikerjakan oleh kelompok tani Pusuk Pujata bersama HIMPUNI ini," pungkas Egi.


Bagaimana menurut Anda, apakah ada kemungkinan dua program ini bisa bekerja sama untuk mencapai tujuan swasembada bawang putih nasional?

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Program Swasembada Bawang Putih Sembalun Terancam Gagal, Diduga Ada Penyimpangan Anggaran Miliaran Rupiah

Trending Now