![]() |
Bupati Lombok Timur, H. Haerul Warisin saat dikonfirmasi awak media, (Foto: Rosyidin/MP). |
MANDALIKAPOST.com – Pemerintah Kabupaten Lombok Timur (Lotim) menyoroti secara serius masifnya aktivitas pengerukan sejumlah bukit di kawasan Sembalun yang dianggap rawan bencana. Bupati Lotim, H. Haerul Warisin (H. Iron), menegaskan bahwa semua kegiatan pengerukan tersebut ilegal dan dilakukan tanpa izin resmi. Ia pun menginstruksikan agar lahan-lahan yang telah dikeruk dikembalikan ke kondisi semula.
Bupati H. Iron mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melayangkan surat larangan kepada pemerintah kecamatan dan desa setempat agar masyarakat di wilayah tersebut tidak melakukan kegiatan pembangunan atau aktivitas apa pun di lahan yang rentan bencana.
"Sejak awal saya sudah bersurat ke pemerintah di sana, bahwa tidak boleh masyarakat yang ada di wilayah Sembalun membangun apa pun namanya membukakan kegiatan-kegiatan di lahannya rentan dengan bencana," ujar H. Iron di Selong, Selasa (7/10).
Ia menduga adanya kekurangan sosialisasi dari pemerintah setempat, namun memastikan semua pengerukan yang terjadi tanpa izin.
"Semuanya tanpa izin ya kan, Anda harus berizin dulu. Itupun lokasinya sesuai dengan AMDAL dan kajian dampak lingkungan lainnya," tegasnya.
Menanggapi pelanggaran yang masih terjadi, H. Iron menginstruksikan penindakan. "Saya bilang sama pemuda-pemuda di situ suruh orang yang merusak itu kembalikan lagi itu lahannya tanah-tanah itu kembalikan seperti semula lagi kalau enggak, kita panggil orangnya," katanya.
Ia juga akan segera menghubungi Kepala Satpol PP jika informasi mengenai aktivitas pengerukan yang masih berlangsung itu benar.
Terkait upaya perlindungan kawasan, H. Iron memastikan bahwa rencana tata ruang Sembalun sedang dalam proses pembahasan.
"Terkait RTRW dan RDTR di Sembalun sendiri saya sudah pastikan itu sudah masuk dalam pembahasan. Itu sudah kita masukkan dalam rencana tata ruang yang memang tidak kita perbolehkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya membangun secara permanen di situ," jelasnya, sambil menambahkan bahwa pembahasan RTRW Lotim dan RDTR Sembalun ditargetkan rampung pada tahun 2026.
Desakan Aktivis Lingkungan: Instruksi Lisan Tidak Cukup
Di tempat terpisah, Komunitas Pemerhati Lingkungan Hidup Sembalun Pencinta Alam (KPLH-SEMBAPALA) melalui bidang Hukumnya, Royal Sembahulun, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah pemerintah daerah.
"Kami mengapresiasi pernyataan Bupati Lombok Timur, Bapak H. Haerul Warisin, yang menegaskan bahwa masyarakat Sembalun tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pengerukan, pembangunan, atau aktivitas lain di kawasan perbukitan dan lahan rawan bencana," kata Royal.
Sikap ini dinilai sejalan dengan rekomendasi yang mereka sampaikan agar semua aktivitas dihentikan total sampai adanya kepastian hukum dan penetapan resmi Perda RTRW dan RDTR Sembalun.
Namun, KPLH-SEMBAPALA menilai bahwa pernyataan dan instruksi lisan dari kepala daerah tidak cukup kuat untuk menghentikan pelanggaran di lapangan.
Royal mengungkapkan fakta bahwa hingga kini masih terdapat aktivitas pengerukan di beberapa titik meskipun telah ada instruksi lisan untuk distop.
Oleh karena itu, aktivis lingkungan dan Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun mendesak Pemerintah Kabupaten Lotim untuk segera mengambil langkah yang lebih konkret dan mengikat secara hukum.
"Kami menekankan agar Pemerintah Kabupaten Lombok Timur segera mengeluarkan surat edaran resmi yang ditandatangani langsung oleh Bupati dan disampaikan kepada camat Sembalun dan kepala desa se-Kecamatan Sembalun sebagai dasar hukum pengawasan di tingkat lokal," tegas Royal.
Selain itu, KPLH-SEMBAPALA bersama Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun (SMPS) juga mendorong agar Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta aparat keamanan seperti Polsek dan Koramil, dilibatkan secara aktif dalam pengawasan untuk memastikan tidak ada lagi aktivitas pengerukan yang berjalan diam-diam.
Royal menutup dengan penekanan bahwa komitmen mereka untuk menjaga kelestarian Sembalun harus diimbangi dengan kebijakan pemerintah yang "bersifat tegas, tertulis, dan memiliki konsekuensi hukum yang jelas."
"Karena menjaga Sembalun bukan hanya tanggung jawab aktivis atau masyarakat, tetapi tanggung jawab moral dan hukum seluruh pemangku kebijakan," pungkasnya.