Menyulap Sampah Kertas jadi Produk Seni Kreatif ala The Griya Lombok

MandalikaPost.com
Kamis, Desember 14, 2017 | 16.14 WIB

  

Theo Setiadi Suteja dan produk seni kreatif buatan tangannya di gallery The Griya Lombok, Kecamatan Ampenan,Kota Mataram.


MATARAM - Terdorong keprihatinan  pada masalah sampah perkotaan yang tak kunjung punya solusi, membuat Theo Setiadi Suteja (53), seorang seniman di Mataram, berkreasi mengubah sampah kertas menjadi beragam produk seni kreatif, berukuran souvenir hingga furniture rumah tangga.


Selain mampu menyerap kertas bekas dalam jumlah banyak, yang berarti mereduksi volume sampah yang harus terbuang, produk karya Theo juga bisa menggantikan bahan-bahan kayu untuk membuat furniture seni seperti kursi dan meja.


"Impian saya sederhana saja. Bagaimana karya kita bisa membantu mengatasi masalah sampah, sekaligus mengurangi pemanfaatan kayu. Saya juga prihatin dengan illegal logging," kata Theo, Rabu siang (14/12) di kediaman sekaligus galery seni The Griya Lombok, di perumahan Griya Pesona, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram.


Gallery seni The Griya Lombok adalah rumah tempat tinggal Theo yang disulap menjadi artshop sekaligus workshop center.


Lebih dari 200 item produk seni kreatif buatan Theo terpajang di ruang bagian tengah. Mulai dari asbak rokok,tempat tissue, plakat, hiasan dinding, kap lampu, keranjang, hingga kursi,  meja dan tiang berukir.


Tapi berbeda dengan produk kerajinan tangan lainnya, produk buatan Theo punya keindahan dan nilai artistik tinggi.


Sementara, halaman belakang galery yang menjadi lokasi Theo berkreasi, juga sekaligus dijadikan semacam workshop center. Dimana para pengunjung galery bukan hanya bisa melihat dan membeli karya Theo, tetapi juga bisa mempraktekan langsung proses mengubahsampah kertas menjadi produk seni kreatif.


"Banyak wisatawan yang datang, ingin belajar. Dari sekolah juga, ada dari SMP dan SMA. Dan baru-baru ini ada komunitas mantan narkoba, juga ingin belajar. Mereka ingin agarsetelah lepas rehabilitasi bisa berkarya yang positif, dan saya bahagia bisa berbagi ilmu,"kata Theo.


Theo mulai berkreasi dengan kertas bekas sejak 2014 silam. Ide itu muncul karena prihatin dengan masalah sampah perkotaan, juga beberapa bencana alam seperti banjir dan longsor akibat kerusakan hutan.


"Bagi masyarakat sampah kertas ini tidak bermanfaat, paling dikumpulkan untuk dibuang atau dibakar di tempat sampah. Itu yang sadar kebersihan, yang tidak sadar pasti dibuang sembarangan. Saya juga melihat di media massa bencana banjir dan kerusakan hutan. Nah, saya jadi berpikir bagaimana kalau produk dari kayu bisa kita buat juga tapi dari bahan sampah kertas, dan saya mulailah berkreasi," katanya.


Sejak itu Theo mulai mengumpulkan kertas bekas, mulai dari bekas bungkus snack, slop rokok, koran bekas, buku, majalah, kardus dan lain-lain. Ada yang ia beli dari pemulung, ada juga yang ia dapatkan dari toko-toko di sekitar tempat tinggal, dan ada juga sampah kertas dari rumah tangganya sendiri.




Kertas bekas yang terkumpul kemudian direndam hingga hancur, kemudian bubuk kertas mulai dibentuk sesuai keinginan setelah dicampur dengan lem khusus.

Proses kreatif yang dilakukan Theo dalam berkarya, semuanya menggunakan bahan natural dan mengandalkan alam.


Ia membentuk produk dengan tangan, murni hand made. Kemudian untuk proses pengerasan, Theo juga mengandalkan menjemur di sinar matahari langsung, tidak menggunakan alat pemanas seperti produk gerabah.


Produk yang sudah jadi kemudian diwarnai dengan cat alami untuk lukisan yang bahan pencairnya adalah air biasa, bukan tinner atau alkohol.


"Untuk satu kursi santai ini, kita butuh paling sedikit 40 kilogram kertas bekas. Bayangkan kalau kita bikin 100 unit, bahannya bisa 4 ton kertas bekas, bisa menyerap sampah kertas sangat banyak bukan?. Bayangkan juga kalau 100 unit kursi santai ini terbuat dari kayu, bisa berapa pohon yang harus dikorbankan?," kata Theo.


Hanya saja, menurut Theo, dibutuhkan kesabaran yang tinggi untuk membuat sebuah produk dari kertas bekas. Sebab, proses pengeringan butuh waktu cukup panjang. Untuk satu unit kursi santai setidaknya membutuhkan waktu hingga 1,5 bulan.


Untuk pengunjung dan wisatawan yang mampir di gallery The Griya Lombok, produkseni kreatif Theo ditawarkan dengan harga mulai dari Rp50 ribu hingga Rp15 juta per item.


Namun, konsep pemasaran yang ditawarkanTheo cukup unik dan inspiratif.


"Kalau ada yang mau pesan banyak. Misalnya pesan 100 unit kursi atau meja, maka saya tawarkan ayo dimana lokasi anda, anda siapkan sampah kertas di sana sebanyak yang kita butuhkan, siapkan 100 tenaga kerja, dan saya bantu selesaikan pesanan di lokasi anda. Berapa pun nilainya, silahkan anda ambil 80 persennya, saya cukup 20 persen," katanya.




Menurut Theo, konsep ini bisa membantu mengatasi masalah sampah di hulu, dan juga akan membuka peluang lapangan kerja di lokasi yang sama.


Sejauh ini pemasaran  The Griya Lombok mengandalkan media sosial dan juga melalui para pemandu wisata di biro perjalanan.


“Selain melalui media sosial seperti, instagram, facebook, kami juga melakukan promosi offline melalui teman-teman pramuwisata, untuk pelanggan sejauh ini banyak dari wisatawan mancanegara (wisman) yang mengenal The Griya lewat medial sosial,” kata Theo.


Biasanya tamu yang datang membeli produknya, banyak yang ingin langsung praktek cara membuat karya seni dari sampah kertas ini.


Theo bercita-cita, kelak produk seni kreatifnya ini bisa menggugah banyak orang untuk melakukan hal yang sama. Mereduksi sampah kertas, sekaligus mengurangi konsumsi industri dari bahan kayu.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menyulap Sampah Kertas jadi Produk Seni Kreatif ala The Griya Lombok

Trending Now