Ngopi Sambil Diskusi Pariwisata di Hotel Santika Mataram, Recovery Masih "Setengah Hati"

Redaksi
Selasa, Januari 08, 2019 | Januari 08, 2019 WIB Last Updated 2019-01-08T14:30:45Z
DISKUSI PARIWISATA. GM Hotel Santika Mataram, Reza Bovier bersama sejumlah pelaku wisata dan wartawan peduli wisata NTB, saat ngopi bareng sambil diskusi pariwisata di Hotel Santika Mataram. (MP/Istimewa)


MATARAM - Proses recovery pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB) pasca bencana gempa bumi, dan upaya mendorong normalisasi angka kunjungan wisata ke Lombok dan Sumbawa, Selasa (8/1) menjadi isu utama dalam diskusi ringan pariwisata sambil ngopi di Hotel Santika Mataram.
 
Ngopi bareng manajemen Hotel Santika Mataram dihadiri sejumlah pelaku wisata dan sejumlah wartawan peduli wisata di Mataram.

"Kita sengaja bikin ngopi sambil diskusi, sharing yang positif untuk kebaikan pariwisata NTB ke depan," kata GM Hotel Santika Mataram, Reza Bovier.

Dalam diskusi ringan terungkap, angka kunjungan wisata ke NTB saat ini mengalami pertumbuhan yang melambat, terutama pasca gempa bumi Juli-Agustus tahun lalu.

Bulan-bulan ini menjadi masa sulit bagi industri pariwisata, meskipun akhir tahun sempat menunjukan trend membaik.

Rerata tingkat hunian hotel, terutama di Kota Mataram pun bisa dibilang masih di bawah angka 30 persen. Awal tahun yang kurang baik jika dibanding dengan rerata hunian kamar hotel di awal 2018 silam.

Recovery dengan kucuran dana mencapai Rp20 Miliar dari Kemenpar yang dilakukan Oktober - Desember 2018, nampaknya tak berdampak maksimal.

Dalam diskusi terungkap, tidak semua dana recovery memberi manfaat bagi multipihak di sektor pariwisata.

Tourism Crisis Center (TCC) bentukan Kemenpar di NTB yang mengelola dana tersebut, dinilai kurang melibatkan stakeholders kepariwisataan lainnya, apalagi pelaku wisata.

Pelaku wisata di NTB akhirnya terkesan harus berjuang bangkit sendiri-sendiri.

"Sebenarnya TCC, Dinas Pariwisata dan BPPD NTB harus melibatkan pelaku wisata dan lebih sering komunikasi. Sebab membangun pariwisata harus holistik, terpadu dan sinergi," kata Reva Bovier.

Contoh kecil tidak maksimalnya sinergitas antar stakeholders bisa dilihat dari jadual penerbangan di Lombok International Airport (LIA).

Bukan hanya dari segi jadual penerbangan, tapi juga ketersediaan rute-rute potensial pariwisata.

"Misalnya direct flight Bandung-Lombok, itu jadualnya malam. Nah, kalau sudah malam begitu sampai Lombok mau lihat apa?. Ini kan hal kecil tapi tidak terpikirkan karena jarang komunikasi," katanya.

Padahal menurut Reza, paket wisata Singapura-Bandung-Lombok-Malaysia bisa dikreasi menjadi paket yang menantang dan potensial.

Singapura saat ini masih menjadi hub bagi alur wisatawan ke Asia termasuk ke Indonesia.

Dari Malaysia, wisatawan bisa ke Bandung untuk berbelanja, kemudian ke Lombok untuk menikmati alam dan pantai. Setelah itu mereka akan mudah kembali ke Malaysia dengan Air Asia dari LIA.

"Banyak sebenarnya ide yang bisa kita gali bersama. Hanya memang harus sering komunikasi, semua pihak harus berada di posisi sama-sama penting dan berperan," katanya.

Upaya recovery yang dilakukan Pemprov NTB melalui Dinas Pariwisata NTB dengan pendampingan TCC Kemenpar memang harus melibatkan semua pihak.

Sebab, semangat recovery hanya akan manis di bibir dan terkesan buang-buang anggaran, jika pada faktanya kondisi pariwisata NTB saat ini tak jauh beda dengan pasca bencana.

Kurangnya perhatian pemerintah dan BPPD juga dirasakan pengusaha kuliner di Mataram.

Owner Warung Sasak, Bung Wir mengaku, selama ini harus berjuang untuk bangkit sendiri.

"Hampir semua pelaku wisata akhirnya harus bangkit dengan kemampuan sendiri. Tapi disadari atau tidak, upaya swadaya ini kan membantu NTB Bangkit secara keseluruhan," katanya.

Wir sangat setuju bila Dispar dan BPPD NTB lebih banyak membuka komunikasi yang melibatkan para pelaku wisata.

Aspirasi dan masukan para pelaku wisata yang notabene sebagai ujung tombak pariwisata NTB, harusnya diakomodir demi percepatan recovery pariwisata NTB.

"Faktanya Lombok sudah aman dan nyaman, tapi menjadi fakta juga bahwa kunjungan wisatawan ke daerah kita belum normal. Nah ini yang harus ada akselerasi yang dilakukan bersama dan melibatkan semua stakeholders pariwisata," kata Wir.

Agenda pariwisata NTB tahun 2019 secara resmi sudah dilaunching awal Januari lalu di Jakarta.

Sepanjang tahun 2019 ini, lebih dari 18 event yang bakal menghabiskan anggaran cukup besar, akan dihelat di Lombok dan Sumbawa.

Namun, jika penyelenggaraan event-event itu tak maksimal melibatkan pelaku wisata, bisa jadi event hanya berlalu begitu saja.

Sementara target kunjungan wisatawan yang mencapai 4 juta di tahun ini, hanya menjadi pemanis yang pahit di fakta. MP02
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ngopi Sambil Diskusi Pariwisata di Hotel Santika Mataram, Recovery Masih "Setengah Hati"

Trending Now

Iklan