Soal Lahan Gili Trawangan, Warga Kurang Mampu akan Dibantu Keringanan

MandalikaPost.com
Sabtu, Februari 26, 2022 | 16.14 WIB
Ketua Satgas H Ahsanul Khalik dan Kabag Hukum Lalu Rudy Gunawan bersama para tokoh masyarakat dan tokoh agama usai sosialisasi lanjutan di Gili Trawangan, Lombok Utara.

MANDALIKAPOST.com - Tim Satgas Optimalisasi Asset Pemprov NTB di Gili Trawangan terus melakukan sosialisasi lanjutan terkait kerjasama pemanfaatan lahan milik Pemprov NTB, Sabtu 26 Februari 2022, di Gili Trawangan, Lombok Utara.


Sosialisasi dipimpin langsung Ketua Satgas, H Ahsanul Khalik, didampingi Kabag Hukum Pemprov NTB Lalu Rudi Gunawan, dan sejumlah anggota Satgas. Sosialisasi dihadiri warga Gili Trawangan, para tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat.


Ketua Satgas, H Ahsanul Khalik mengatakan sosialisasi dilakukan agar masyarakat benar-benar paham dan tidak salah persepsi dalam skema kerjasama pemanfaatan lahan.


"Sosialisasi lanjutan kami lakukan agar masyarakat bisa lebih paham. Selain itu juga untuk meminimalisir informasi-informasi yang tidak tepat, agar jangan sampai ada miss-persepsi," kata Ahsanul.


Seperti diketahui, tanah seluas 65 hektare di Gili Trawangan adalah Tanah Negara yang pengelolaannya diberikan kepada Pemprov NTB, dan sudah bersertifikat HPL serta sudah tercatat sebagai Barang Milik Daerah (BMD).


Pasca asset Pemprov NTB tersebut putus kontrak dengan PT GTI, Pemprov kemudian membuka ruang bagi masyarakat untuk melakukan Kerjasama Pemanfaatan Lahan dengan Pemprov. Skema kerjasama dengan ketentuan membayar Uang Wajib Tahunan (UWT) sebesar Rp.25.000/m2/tahun sesuai Perda No. 5/2018. Atau mudahnya berkisar Rp2,5 juta per are pertahun.


"Selama kerjasama itu, masyarakat akan diberikan Legalitas berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)," kata Ahsanul.


Ia menekankan, pembayaran UWT juga ringan dan tidak akan memberatkan warga. Pembayaran UWT tersebut dapat diangsur tiap tahunnya. Interval tahun angsuran hanya untuk 3 tahun pertama, yaitu Tahun ke 1, ke 2, dan ke 3. Sementara untuk tTahun berikutnya pembayaran normal setiap tahunnya tanpa angsuran.


Apabila selama 3 Tahun pertama ternyata masyarakat tidak mampu membayar penuh, karena kondisi ekonomi, akan dilakukan Evaluasi, kemudian masyarakat dapat mengajukan permohonan keringanan.


"Nantinya jika berdasarkan permohonan dan hasil evaluasi, bagi masyarakat yang benar benar tidak mampu, akan diberikan keringanan pembayaran UWT," tegas Ahsanul.


Menurutnya, secara umum ada 4 klaster yang diatur Satgas. Yang pertama adalah klaster rumah tinggal, seperti sasaran sosialisasi tersebut.


Kemudian ada klaster Rumah Tinggal + Usaha. UWT untuk klaster 2 ini diatur sebesar Rp.25.000/m2 + ....% /tahun (tergantung penilaian jenis usaha).


Klaster ketiga adalah klaster Tanah Kosong (dikuasai oleh masyarakat, tapi belum dibangun, atau bangunannya rusak krn gempa), Rp.25.000/m2/tahun.


Sedangkan yang keempat adalah Klaster Pengusaha, bagi mereka yang menempati lahan dan memiliki usaha di atas lahan tersebut.


"Untuk klaster Pengusaha ini perhitungan UWPnya tergantung jenis usaha, besar kecilnya usaha. Jadi ada prosesnya dengan BPKAD nantinya," kata Ahsanul.


Ahsanul menambahkan, Kegiatan Sosialisasi lanjutan yang dilakukan Sabtu 26 Februari hanya membahas KLASTER MASYARAKAT (Rumah Tinggal), belum menyentuh KLASTER PENGUSAHA.


"Untuk Klaster Pengusaha (WNA) masih dikaji Formulasi bentuk Kerjasamanya, dan akan dilakukan pada tahap berikutnya, setelah tuntas Klaster Masyarakat," jelasnya.


Kabag Hukum Pemprov NTB, Lalu Rudy Gunawan dalam sosialisasi lanjutan di Gili Trawangan.

Sosialisasi lanjutan dihadiri masyarakat  didampingi oleh tokoh masyarakat, Tokoh agama, Aparat Desa. Umumnya masyarakat sangat menyambut antusias, dan menyatakan siap untuk bekerjasama dengan Pemprov NTB.


Dalam kegiatan itu, sejumlah perwakilan masyarakat yang menuntut Sertifikat Hak Milik (SHM) ikut hadir dan menyampaikan aspirasi mereka.


Menanggapi hal tersebut, Kabag Hukum Pemprov NTB, Lalu Rudy Gubawan mengatakan, bagi masyarakat yang tetap menuntut SHM bisa melalui mekanisme dan prosedur berlaku.


"Bagi yang tetap minta SHM, kami persilahkan mengajukan permohonan dengan membawa bukti bukti atau Alas Hak Kepemilikan, bila mereka memang merasa memiliki Hak atas tanah di Gili Trawangan tersebut," tukas Rudy.


Rudy menekankan, bagi oknum masyarakat yang telah menjual atau menyewakan tanah HPL Pemprov secara tidak Sah, kemudian dipanggil oleh APH, maka Tim Satgas menyarankan agar mereka bersikap Kooperatif.


"Oknum masyarakat ini diharap taat hukum menghadiri panggilan APH dan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Karena hal ini tidak masuk dalam ranah kerja Satgas," jelasnya.


Ia mengungkapkan, Satgas dalam bekerja dibatasi oleh Waktu, hanya 1 tahun. Satgas sudah membuat Shedule yang juga memiliki tahapan-tahapan kerja, antara lain proses Identifikasi dan Inventarisasi Aset 65 Ha, Pemulihan Aset dgn melakukan Kerjasama Pemanfaatan dgn Masyarakat, dan Penertiban dan Penindakan, yaitu melakukan upaya hukum sesuai dgn peraturan Undang-Undang.


"Tahap 1 sudah selesai, dan saat ini tahap 2 sedang berjalan. Nanti April kita mulai tahap 3 nya," tegas Rudy.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Soal Lahan Gili Trawangan, Warga Kurang Mampu akan Dibantu Keringanan

Trending Now