Khairul Anwar : GORA, Semangatnya Jangan Tinggal Kenangan !!

MandalikaPost.com
Selasa, Mei 02, 2023 | 18.38 WIB
H Khairul Anwar.

MANDALIKAPOST.com - Setiap 17 Agustusan, dan juga hari besar nasional lain, upacara puncak hampir selalu dilakukan di lapangan Bumi Gora Kantor Gubernur NTB di Kota Mataram. Bumi Gora memang julukan Provinsi yang mengangkat sektor Pertanian menjadi sektor unggulan selain Pariwisata, ini.


Toh, banyak masyarakat, generasi muda yang belum paham benar, sejarah Gora dan pesan kearifan lokalnya untuk kekinian. Selain sekadar idiom dari Gogo Rancah.


Hal itu membuat H Khaerul Anwar, tergelitik untuk menuangkan Gora secara komprehensif melalui karya bukunya : "Gora, Sejarah Peradaban Pertanian di Lombok".


"Pola pertanian Gora, boleh saja hilang tinggal kenangan kini. Tapi semangatnya, yang harus diambil oleh masyarakat dan pemerintah NTB saat ini," kata Khaerul Anwar, Selasa 2 Mei 2023, di Mataram.


Wartawan senior NTB yang hampir tiga dekade berkarya di Harian Kompas ini menilai, semangat Gora di pertengahan tahun 1980-an bukan saja mampu menciptakan rekayasa pertanian tetapi juga rekayasa sosial di Lombok. Daerah yang tadinya tandus dan menjadi kantung gizi buruk, kelaparan, kini berubah menjadi daerah yang subur dan menjadi salah satu lumbung pangan nasional.


"Lewat buku Gora ini, pesan yang ingin saya sampaikan adalah bahwa apapun capaian keberhasilan kita saat ini tidak berdiri sendiri, tapi meneruskan apa yang sudah dilakukan sebelumnya," katanya.




Buku "Gora, Sejarah Peradaban Pertanian di Lombok" karya Khairul Anwar dicetak Penerbit Buku Kompas dengan tebal halaman 208 halaman.


Seperti diketahui, krisis pangan atau beras di Lombok, Nusa Tenggara Barat, telah berlangsung sekitar setengah abad akibat gagal tanam dan gagal panen. Di wilayah ini musim hujan hanya berlangsung tiga bulan, dan selama sembilan bulan sisanya adalah musim kemarau.


Akibat gagal panen, penduduk Lombok Selatan mau tidak mau harus berpuasa beras yang mengakibatkan masalah kesehatan seperti malnutrisi. Krisis beras telah ada sejak zaman kolonial Belanda (1930) dan menjadi masalah bagi dua Gubernur NTB, yaitu Moch. Roeslan Tjakraningrat (1958-1966) dan R. Wasita Kusumah (1968-1979).


Krisis pangan di Lombok baru menemukan jalan keluar setelah Solichin G.P. bersama tim memadukan cara bertani lahan kering dengan lahan basah yang disebut metode Gogo Rancah (Gora) pada tahun 1980. Metode Gora diprakarsai oleh Profesor Dr. Sjamsudin Djakamihardja, ahli pertanian Universitas Pertanian Bandung.


Lewat buku "Gora, Sejarah Peradaban Pertanian di Lombok", Khaerul Anwar, memotret zaman tentang kelamnya masalah kelaparan di Lombok.


Buku ini merupakan kumpulan tulisan penulis saat masih aktif sebagai wartawan harian Kompas yang wilayah liputannya meliputi Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.


Kedekatan dan pendalaman penulis terkait isu kelaparan di Lombok Selatan tampak pada keragaman tulisan yang mencapai 26 bab. Berbagai isu tentang kelaparan diangkat, mulai dari Kisah Guru Bolang dan Makan Bulgur Mentah (Bab 4), Warige, dan Sang Pemandu Musim (Bab 8), hingga Relasi Sosial dalam Taliq Pare di Lombok (Bab 12), menunjukkan sudut pandang yang luas dalam satu topik kelaparan.


Akar permasalahan krisis pangan di Lombok Selatan disinggung pada awal buku. Pada bab berjudul Santap Umbi-umbian Asalkan Perut Kenyang (Bab 3), kondisi alam yang kering kerontang bukan menjadi satu-satunya penyebab krisis pangan.


Perilaku masyarakat yang boros dalam acara selamatan setelah panen padi menjadi salah satu biang kerok masyarakat kehabisan pangan di tengah musim. Beras yang harusnya disimpan, habis sebelum musim berikutnya.


Saat menanti musim panen berikutnya, masyarakat cenderung berpikir pendek. Dengan pola pikir ”asal bisa makan”, mereka mengambil jalan pintas seperti mencuri tanaman ubi kayu di sawah, atau memburu pohon buah-buahan.


Perilaku masyarakat yang boros juga diangkat dalam artikel Air, Tanah, Tradisi, Biang Kelaparan (Bab 7). Bab ini membahas tentang realitas sosial dan kondisi sosial masyarakat Lombok Selatan. Selain faktor alam, perilaku konsumtif juga disebut sebagai pemicu kelaparan. Setelah petani menjual hasil panennya, mereka menggunakan uangnya untuk membeli barang yang bukan kebutuhan utama.


Jalan Keluar


Solusi krisis pangan dijabarkan pada Bab 19 (hlm. 133) yang membahas tentang sejumlah upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Salah satu upaya yang dilakukan lewat pembentukan Gugus Tugas Lombok yang dibantu oleh Operasi Widjaja Koesoema pada periode 1966-1967.


Menurut Menteri Pertanian Soetjipto, Gugus Tugas Lombok merupakan program rintisan yang harus melakukan upaya konkret secara terus-menerus. Gugus Tugas Lombok memiliki kegiatan yang salah satunya menanam padi dengan sistem Gora di areal lahan seluas 1.000 hektar. Kegiatan ini merupakan program percontohan untuk menghadapi musim paceklik.


Gugus Tugas Lombok memberikan bantuan berupa bibit jagung, bibit sorgum, kedelai, kacang ijo, kacang panjang, dan pupuk kepada setiap petani. Namun, pelaksanaan program tersebut ternyata tidak sesuai jadwal dan hanya sebagian kecil yang terealisasi.


Selain itu ada pula proyek Bimbingan Massal (Bimas) dengan sasaran peningkatan produksi padi lewat panca usaha (bibit unggul, pengelolaan tanah dengan sempurna, pupuk, obat-obatan, dan pengairan) seluas 19.792 hektar pada musim tanam 1966-1967. Namun, program ini juga kurang berjalan mulus.


Masih dalam bab yang sama, berbagai kegagalan program Gugus Tugas Lombok dievaluasi (hlm. 136). Terhambatnya program itu antara lain disebabkan bibit tidak datang tepat waktu karena persoalan transportasi hingga administrasi.


Setelah mengalami berbagai kebuntuan, Pemerintah Daerah Provinsi NTB pun melaksanakan gerakan massal, yakni Usaha Tani Terpadu Tepat Guna dengan fokus pada intensifikasi padi gogo rancah. Pelaksanaannya ditangani oleh Satuan Tugas Operasi Tekad Makmur (OTM) dan lintas sektoral Lombok Selatan.


OTM merupakan tindak lanjut dari diskusi antara para petani, tokoh masyarakat, tokoh agama, jajaran Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II, dan Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi NTB. Diskusi ini dipimpin Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (Sesdalopbang) Solichin G.P.


Pelaksanaan OTM dimulai pada 12 Juni 1980, ditandai dengan lomba mengolah tanah sawah yang ditanami padi gogo rancah pada musim tanam 1980/1981 di Desa Kawo, Lombok Tengah. Program Gora pada musim tanam ini dilaksanakan pada areal seluas 26.200 hektar di NTB.



Keberhasilan Gora


Keberhasilan Gora melalui gerakan OTM secara khusus dibahas pada tulisan Berdaya Setelah Rentan (Bab 22) dan Lombok Swasembada Beras Awal Abad Ke-19 (Bab 23). Keberhasilan program Gora ditandai dengan julukan ”bumi gora” pada Nusa Tenggara Barat.


Kesuksesan program Gora diakui dunia dan mendapat perhatian dari Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO). Atas prestasi ini, Presiden Soeharto diundang pada upacara peringatan 40 tahun badan pangan PBB di Roma, Italia, 14 November 1985.


Program ini dinilai sukses karena produksi padi Lombok Selatan berkontribusi terhadap swasembada pangan nasional. Pada periode 1984-1996 total produksi padi selalu melebihi kebutuhan domestik. Puncaknya, Indonesia mampu menyumbang 100.000 ton beras ke Vietnam dan Afrika. Beras sumbangan itu di antaranya hasil produksi beras dari Lombok Selatan.


Secara keseluruhan publikasi yang berisi kumpulan tulisan sejarah pertanian di Lombok ini menyinggung satu topik dalam bab berbeda. Format kumpulan tulisan membuat sejumlah informasi berulang dan terkadang melompat. Meski demikian, benang merah di setiap tulisan tetap dapat memberikan gambaran utuh tentang keberhasilan program Gora yang dilaksanakan di NTB. (Litbang Kompas/IGP)


Memang tanah sawah di Lombok Selatan memerlukan cara untuk menyiasatinya agar menjadi produktif. Terlebih lagi leluhur suku Sasak, Lombok, sudah mengingatkan generasi penerusnya lewat sesenggak (peribahasa), “sie dait acan doang ndeqaraq leq bangket (garam dan terasi saja yang tidak ada di sawah)”.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Khairul Anwar : GORA, Semangatnya Jangan Tinggal Kenangan !!

Trending Now