Pernah Diduduki Ummi Rohmi dan Miq Gita, Kursi Bintang The Griya Lombok Bukan "Kursi Panas" Biasa

Panca Nugraha
Sabtu, September 02, 2023 | 21.07 WIB Last Updated 2023-09-02T13:19:04Z
Owner The Griya Lombok, Theo Setiadi Suteja di dekat Kursi Bintang.

MANDALIKAPOST.com - Kata "Kursi" belakang makin sering terdengar secara verbal dalam obrolan, maupun tulisan surat kabar dan kanal berita, menjelang tahun politik 2024 saat ini. Istilah berebut kursi, perebutan kursi, meraih kursi menjadi hal yang lazim diperbincangkan.


Secara fisik kasat mata, kursi adalah tempat duduk. Tapi dalam filosofi politik, kursi adalah identik dengan kedudukan, jabatan, kekuasaan, kepemimpinan.


Untuk kursi dengan asumsi seperti ini, sebuah kursi di The Griya Lombok cukup menarik, menggelitik, dan kaya inspirasi.


"Kursi ini tidak bisa diduduki sembarang orang. KECUALI Anda punya ambisi menjadi seorang pemimpin," demikian sebuah tulisan papan di atas kursi.


"Percaya tidak percaya. Ibu Wagub (Wagub NTB Dr Hj Sitti Rohmi Djalilah) pernah duduk di kursi ini saat beliau masih kampanye 2018 silam. Di kursi ini juga beliau sampaikan konsep Zero Waste, dan beliau jadi Wagub NTB. Begitu pula pak Sekda (Sekda NTB, H Lalu Gita Ariadi) pernah duduk di kursi ini, dan beliau kini menjadi PJ Gubernur NTB," ujar Owner The Griya Lombok, Theo Setiadi Suteja, saat Mandalika Post berkunjung ke gerainya, Sabtu 2 September 2023.


Kursi Bintang The Griya Lombok, 100 persen terbuat dari limbah sampah kertas.


Tak hanya dua tokoh NTB itu, ada beberapa pejabat lain setingkat Kabid dan Camat yang pernah merasakan "khasiat" kursi bintang The Griya Lombok, namun Theo tak ingin menyampaikan terbuka.


"Namanya kursi bintang. Motivasinya siapa pun yang duduk disini akan jadi bintang, akan jadi pemimpin. Tapi ini bukan klenik ya," ujar Theo berseloroh.


Kursi Bintang karya Theo 100 persen berbahan limbah kertas yang diolah dan dibentuk menjadi kursi. Ini bisa dibilang karya pertama The Griya Lombok di tahun 2011 silam.


Tapi, kursi bukan sembarang kursi, ada banyak makna filosofi dari kursi bintang.  Bentuknya yang artistik merangkai bentukan akar pohon yang turun ke bawah.


"Pesannya adalah bahwa pemimpin sejati itu harus mengajar ke bawah, selalu menyentuh masyarakatnya," kata Theo.


Pengunjung mencoba membuat desain kerajinan asbak di The Griya Lombok.

The Griya Lombok adalah galery paper art, pusat kerajinan kertas. Rumah pribadi Theo yang sekaligus galery, juga terbangun dari bahan baku bata kertas. Satu- satunya dan pertama sebuah rumah kertas di Indonesia dibangun tahun 2011 silam.


Saat ini keberadaan The Griya Lombok sudah cukup dikenal di luar daerah dan luar negeri. Hal ini nampak dari kunjungan yang datang ke gerai yang berada di jalan Layur Nomor 777, Ampenan Selatan, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.



Theo, pria bersahaja yang ramah dan humble. Kepada Mandalika Post, Theo bercerita, tentang keresahannya pada kondisi lingkungan hidup, dan tentang mimpi besarnya membangun sebuah museum bumi di Lombok.


Theo Setiadi Suteja memberi edukasi kepada sejumlah mahasiswa Unram yang berkunjung ke The Griya Lombok.

Kembali ke kursi bintang. Karya pertamanya ini menghabiskan waktu 30 hari pembuatan dan memakan bahan tak kurang dari 40 Kg kertas.


"Setelah kursi bintang, kami lalu membuat meja dengan desain pulau Lombok, dan kemudian meja dengan desain Pulau Sumbawa. Setelah itu baru produk dan item lainnya kami produksi hingga saat ini sudah ada lebih kurang 200 item. Semua berbahan limbah kertas," katanya.


Theo terdorong keprihatinan  pada masalah sampah perkotaan yang tak kunjung punya solusi. Ia kemudian berkreasi mengubah sampah kertas menjadi beragam produk seni kreatif, berukuran souvenir hingga furniture rumah tangga.


Selain mampu menyerap kertas bekas dalam jumlah banyak, yang berarti mereduksi volume sampah yang harus terbuang, produk karya Theo juga bisa menggantikan bahan-bahan kayu untuk membuat furniture seni seperti kursi dan meja.


"Impian saya sederhana saja. Bagaimana karya kita bisa membantu mengatasi masalah sampah, sekaligus mengurangi pemanfaatan kayu. Saya juga prihatin dengan illegal logging," kata Theo.


Gallery seni The Griya Lombok adalah rumah tempat tinggal Theo yang disulap menjadi artshop sekaligus workshop center.


Lebih dari 200 item produk seni kreatif buatan Theo terpajang di ruang bagian tengah. Mulai dari asbak rokok,tempat tissue, plakat, hiasan dinding, kap lampu, keranjang, hingga kursi,  meja dan tiang berukir.


Tapi berbeda dengan produk kerajinan tangan lainnya, produk buatan Theo punya keindahan dan nilai artistik tinggi.


Pengunjung mencoba duduk di kursi bintang The Griya Lombok.

Sementara, halaman belakang galery yang menjadi lokasi Theo berkreasi, juga sekaligus dijadikan semacam workshop center. 


Dimana para pengunjung galery bukan hanya bisa melihat dan membeli karya Theo, tetapi juga bisa mempraktekan langsung proses mengubah sampah kertas menjadi produk seni kreatif.


Sebuah berugak dan gemericik air kolam membuat kesan alami sangat terasa. Mengunjungi The Griya Lombok, serasa menikmati healing dengan sentuhan yang asri.


Theo tercatat sebagai juara dalam lomba inovasi BRIDA NTB awal tahun 2023. Apa yang dilakukan Theo bisa dibilang sepenuhnya selaras dengan program unggulan pemerintah Provinsi NTB, Zero Waste.


Sayang, hingga lima tahun kepemimpinan Zul-Rohmi, aktivitas The Griya Lombok hanya sebatas ditangkap sebagai seremonial belaka. Support seharusnya bisa datang dari OPD terkait termasuk leading sektor, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB.


"Untuk suport memang belum ada. Tapi saya juga enggan menengadah tangan ke pemerintah. Biar semangat ini menular saja secara alami," ujarnya.


Menurut Theo, konsep The Griya Lombok ini bisa membantu mengatasi masalah sampah di hulu, dan juga akan membuka peluang lapangan kerja di lokasi yang sama.


Sejauh ini pemasaran  The Griya Lombok mengandalkan media sosial dan juga melalui para pemandu wisata di biro perjalanan.


“Selain melalui media sosial seperti, instagram, facebook, kami juga melakukan promosi offline melalui teman-teman pramuwisata, untuk pelanggan sejauh ini banyak dari wisatawan mancanegara (wisman) yang mengenal The Griya lewat medial sosial,” kata Theo.


Biasanya tamu yang datang membeli produknya, banyak yang ingin langsung praktek cara membuat karya seni dari sampah kertas ini.


Theo bercita-cita, kelak produk seni kreatifnya ini bisa menggugah banyak orang untuk melakukan hal yang sama. Mereduksi sampah kertas, sekaligus mengurangi konsumsi industri dari bahan kayu.


Saat ini pengunjung bisa datang ke The Griya Lombok untuk edukasi tentang sampah dan pengelolaannya menjadi karya seni. 


Untuk kelompok anak TK dan SD hingga SMA hanya dengan Rp10 ribu per orang. Sedangkan mahasiswa cukup membawa 5Kg sampah kertas per orang. Sementara untuk kelas ASN dan wisatawan cukup Rp15 ribu perorang.


Theo mempunyai mimpi dan cita-cita besar, membangun museum bumi di pulau Lombok. Museum ini akan diisi dengan tak kurang dari 2000 item kerajinan berbahan sampah kertas. Selain menjadi destinasi wisata baru, museum juga akan menjadi pusat edukasi tentang pelestarian lingkungan, tentang pengelolaan limbah kertas.


"Intinya mengubah apa yang terbuang, menjadi uang. Mimpi tentang museum bumi itu sudah saya sampaikan saat pihak BRIDA NTB bertanya, mudah-mudahan suatu saat mimpi ini bisa mewujud" kata Theo.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pernah Diduduki Ummi Rohmi dan Miq Gita, Kursi Bintang The Griya Lombok Bukan "Kursi Panas" Biasa

Trending Now