![]() |
Jaksa Penuntut Umum, Muhammad Jauhar Robby SH didampingi Kasi Pidum Syahrul Rahman SH. (Foto: Istimewa/MP). |
MANDALIKAPOST.com - Dua terdakwa kasus peredaran narkotika, Muhammad Angga dan Hamzanwadi, divonis 17 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Selong pada Rabu (21/5).
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut hukuman seumur hidup. Atas putusan tersebut, jaksa menyatakan akan mengajukan banding.
Putusan terhadap Angga dan Hamzanwadi dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Ikbal Muhammad. Keduanya juga dijatuhi denda sebesar Rp 15 miliar.
Apabila denda tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan enam bulan. Padahal, barang bukti narkotika yang berhasil diamankan memiliki berat kotor 5.222 gram atau berat bersih 4.975 gram.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Syahrul Rahman, menyatakan kekecewaannya terhadap vonis 17 tahun penjara tersebut. Ia menjelaskan bahwa tuntutan seumur hidup didasarkan pada arahan dari Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung.
"Kami menggunakan Pasal 114 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang mengatur hukuman minimal 20 tahun kurungan," jelas Syahrul pada Rabu (21/5) kemarin.
Syahrul menambahkan bahwa tuntutan tersebut mempertimbangkan besarnya barang bukti yang diamankan. Selain itu, para terdakwa dianggap tidak kooperatif karena tidak mau mengungkap asal-usul barang haram tersebut.
"Bagaimana rusaknya generasi Lombok Timur ini kalau barang ini beredar," ujarnya prihatin.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Lombok Timur, Ugik Rahmantio, menjelaskan modus operandi peredaran narkotika ini menggunakan sistem "ranjau". Muhammad Angga dan Hamzanwadi dipercaya oleh seseorang berinisial Dion (nama samaran) untuk mengambil barang haram tersebut di Lombok Tengah.
"Barangnya 5 bungkus plastik bergambar teh poci ditanam di beberapa titik," beber Ugik.
Para pelaku mengambil barang tersebut berdasarkan koordinat yang telah diberikan oleh Dion. Karena sistem ranjau ini, hingga saat ini belum diketahui secara pasti asal muasal barang bukti tersebut.
Dion sendiri hingga kini masih menjadi buronan dan perannya dalam jaringan peredaran narkotika ini belum terungkap sepenuhnya. Kedua terdakwa tetap bersikukuh hanya diperintah oleh Dion untuk mengambil narkotika dengan upah Rp 10 juta.
"Dion ini masih tanda tanya apakah dia kurir juga, atau memang dia yang punya. Tapi sampai akhir persidangan, dia berjanji tetap tutup mulut," ungkap Ugik.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Muhammad Jouhar Robby, menegaskan bahwa pihak Kejaksaan Negeri Lombok Timur akan mengajukan banding atas putusan ini. Keputusan banding ini telah disepakati sesuai dengan arahan Kasi Pidum dan Kajari Lombok Timur.
"Kami sudah sepakat akan mengajukan banding dalam waktu tujuh hari. Kita belum tahu dari mana barang itu didapat dan siapa pemilik sebenarnya," tegas Robby.
Dengan putusan yang dianggap terlalu ringan oleh jaksa, kasus peredaran narkotika dengan barang bukti hampir 5 kilogram ini akan berlanjut ke tahap banding, demi mengungkap jaringan yang lebih besar dan memastikan keadilan.