![]() |
Inorga Kebugaran Lansia Pra Lansia Indoesia Di Gedung Bil Air 1 Asrama Haji Kota Mataram |
MANDALIKAPOST.com — Sorak-sorai senam Alzheimer memecah udara pagi di Asrama Haji Provinsi NTB tempat lansia dan pra-lansia dari 18 provinsi berkumpul dalam ajang Festival Olahraga Rekreasi Nasional (Fornas).
Mereka bukan atlet, bukan pula pesaing dalam ketatnya kompetisi. Mereka adalah anggota Komunitas Lansia Peduli Indonesia (KLPI) — komunitas yang memilih bergerak bukan untuk menang, tetapi untuk melatih daya ingat dan membangun mental yang tangguh.
Ketua Umum Kebugaran Lansia Pralansia Indonesia (KLPI) Pusat Nenden Muchtar mengatakan, sudah empat tahun KLPI berdiri dan kini terbentuk di 34 provinsi. Di Fornas kali ini, mereka menghadirkan 10 kategori lomba — mulai dari senam untuk lansia, pra-lansia, instruktur perorangan, hingga senam Alzheimer yang menjadi ikon gerakan komunitas ini.
![]() |
Ketua Umum Kebugaran Lansia Pralansia Indonesia (KLPI) Pusat Nenden Muchtar |
“KLPI bukan soal lomba,” ujar Nenden Muchtar. “Kami sudah lansia, daya ingat mulai menurun. Maka kami ingin menyeimbangkan otak kiri dan kanan lewat gerakan senam yang sederhana tapi berarti,” lanjutnya ditemui disela-sela pelaksanaan lomba, Rabu 30 Juli 2025.
Tujuan gerakan ini tidak muluk-muluk. Para lansia diharap menjadi pribadi yang smart, sehat, mandiri, aktif, dan tetap bermanfaat bagi lingkungan. “Banyak dari kami tinggal sendiri, ada yang lupa anak-anaknya. Kami ingin memulihkan mental. Kalau mentalnya kuat, otomatis mandiri itu terbentuk,” kata Nenden.
KLPI baru empat kali tampil di ajang Fornas yaitu Palembang, Bandung, NTB, dan rencananya di Provinsi Sulawesi Tengah. Tapi jumlah peserta yang datang kali ini cukup signifikan: 18 provinsi, mencakup 26 kota dan kabupaten.
Sebagai tuan rumah, NTB dinilai cukup memuaskan. “Yang penting semangat lansia untuk tetap sehat. Fornas bukan ajang mencari lawan, tapi mencari kebahagiaan,” ungkap peserta yang datang pada 27 Juli lalu. “Pelaksanaannya rapi dan semangatnya terasa,” ujarnya.
Namun tak semua berjalan dengan kemewahan. Mayoritas peserta datang dengan biaya mandiri, kecuali beberapa provinsi yang memberikan dukungan. “Saya terharu. Meski lelah, banyak peserta rela datang naik kapal dan bus. Mereka juga menyempatkan healing sebelum lomba,” ujar seorang peserta.
Destinasi healing yang dipilih usai bertanding sebagian besar adalah Mandalika, Bukit Merese, Kuta, dan Senggigi. Mereka juga menyempatkan mencicipi kuliner lokal: ayam taliwang dan nasi puyung. “Perubahan NTB sangat pesat. Dulu sering ke sini, tapi sekarang Bukit Merese sudah seperti Swiss — bedanya di sana bersalju, di sini panas,” lanjutnya.