![]() |
Kompolnas: Pembunuhan Brigadir Nurhadi adalah Pengkhianatan Institusi Polri. |
MANDALIKAPOST.com — Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melakukan kunjungan langsung ke rumah duka almarhum Brigadir Muhammad Nurhadi di Dusun Lendang Re, Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Sabtu, 12 Juli 2025. Kunjungan tersebut sebagai bentuk empati sekaligus penegasan sikap tegas negara terhadap tragedi pembunuhan yang menyeret dua perwira Polri sebagai pelaku.
Kedatangan tim Kompolnas dipimpin langsung oleh Komisioner Dr. Supardi Hamid, didampingi Sekretaris Kompolnas Drs. Haris Wicaksono, dan disambut oleh keluarga korban, Kepala Desa Sembung H. Ali Abdul Syahid SAdm dan Kapolresta Mataram Kombes Pol Hendro Purwoko, S.I.K., M.H., serta Kapolsek Narmada AKP Ahmad Majemuk, S.H.
Dengan nada tegas, Supardi menyebut kasus pembunuhan Brigadir Nurhadi sebagai pengkhianatan serius terhadap kehormatan institusi kepolisian.
> “Kami tidak bisa memandang ini sebagai kejahatan biasa. Ini luka dalam dan memalukan bagi institusi. Pelakunya adalah penegak hukum, korbannya juga penegak hukum. Hukuman maksimal adalah satu-satunya pilihan,” tegas Supardi di hadapan keluarga korban.
Diketahui, Brigadir Nurhadi yang bertugas di Bidpropam Polda NTB dibunuh secara keji oleh dua rekannya: Kompol I Made Yogi Putusan Utama (IMYPU) dan Ipda Haris Chandra (HC). Keduanya telah dipecat secara tidak hormat (PTDH) melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP). Namun demikian, proses pidana yang sedang berjalan di tingkat kepolisian dan kejaksaan dinilai lamban dan menjadi sorotan publik.
Supardi menilai tragedi ini sebagai bukti nyata kegagalan sistem kontrol internal di tubuh Polri.
> “Negara telah berinvestasi besar untuk membentuk anggota polisi—melatih, mendidik, membentuk karakter. Tapi kemudian dibunuh oleh sesama aparat? Ini sangat tragis. Jika dibiarkan, akan menghancurkan kepercayaan rakyat terhadap institusi ini,” ujarnya.
Di tengah suasana duka, keluarga korban menyampaikan kegelisahan dan harapan agar keadilan benar-benar ditegakkan. Istri almarhum, Elma Agustina, berharap agar institusi Polri turut memperhatikan nasib anak-anaknya yang masih berusia 5 tahun dan 5 bulan.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Kompolnas Haris Wicaksono memastikan pihaknya akan terus mengawal proses hukum secara tuntas dan transparan.
> “Kami memahami duka dan kekecewaan keluarga. Kompolnas menjamin kasus ini tidak akan dibiarkan kabur atau disamarkan hanya karena pelakunya berasal dari internal Polri,” tegas Haris.
Ia juga mengonfirmasi bahwa berkas perkara tahap pertama telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi, dengan penunjukan lima jaksa peneliti untuk menanganinya.
Secara terpisah, aktivis hukum Joko Jumadi mengungkapkan pernyataan seorang saksi berinisial M, yang menegaskan bahwa dirinya tidak pernah diganggu atau dilecehkan oleh korban. Ia mendesak agar para pelaku dihukum berat.
“Penegak hukum yang melanggar hukum harus dihukum dua kali lipat. Ini soal moral dan kepercayaan publik,” tegas Jumadi.
Kompolnas menilai kasus ini sebagai ujian nyata terhadap komitmen Kapolri dan institusi Polri dalam menegakkan hukum secara adil, terutama ketika pelakunya berasal dari internal sendiri.
REPORTER : ABDUL RAHIM