![]() |
Wakil Bupati Lombok Timur, H. Moh. Edwan Hadiwijaya, (Foto: Rosyidin/MP). |
Langkah ini krusial untuk menjaga opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang telah diraih sembilan kali berturut-turut, serta memastikan penerimaan dana insentif daerah.
Wakil Bupati Lombok Timur, H. Moh. Edwin Hadiwijaya, menjelaskan bahwa fokus utama saat ini adalah membersihkan data warisan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang dilimpahkan pada tahun 2014.
"Prinsip kita kerjasama dan sama-sama kerja. Tim (Opjar) yang kami turunkan kemarin itu sebenarnya pada prinsipnya bukan mengejar tagihan, kita sedang mengupdate data kita," ujar Wakil Bupati Edwin, saat ditemui awak media pada Jumat (25/7).
Ia mengakui adanya berbagai masalah dalam data yang ada, seperti wajib pajak yang sudah membayar namun masih tercatat memiliki tunggakan, atau pemecahan induk yang belum terbarui.
"Itu yang kita coba nanti cari, kita bersihkan data yang bermasalah itu dulu baru yang lain," tegasnya.
Salah satu tantangan besar adalah volume data yang harus divalidasi. Dengan sekitar 450.000 Nomor Objek Pajak (NJOP) yang harus dientri, potensi human error menjadi cukup tinggi.
"Sistem kita ini masih ada tidak full di kita, masih ada manualnya. Bisa jadi human error itu terjadi di operator," kata Edwin.
Ia juga menyoroti beban kerja operator yang harus menekan banyak digit untuk satu file data.
Kendala lain muncul dari sistem blok PBB lama yang terlalu besar. "Sistem lama itu bloknya terlalu besar, sehingga di jalan ini misalnya harga di depan itu per are Rp150 kena juga yang di belakang dan seperti yang di depannya itu yang dikomplain oleh masyarakat," jelasnya, mengilustrasikan.
Perbaikan ke depan akan meliputi pembuatan blok yang lebih kecil dan spesifik, namun hal ini terkendala akses data peta dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Kita belum bisa mengakses data peta di BPN," tambahnya.
Untuk mengatasi berbagai persoalan ini, Pemda Lombok Timur akan melakukan perbaikan sistem secara menyeluruh. Database yang ada saat ini dinilai sudah baik dan tinggal dikembangkan.
"Kita akan menggandeng dengan aplikasi baru. Ada yang kita beli putus dengan pihak ketiga, kemudian ada yang sudah dikembangkan oleh teman-teman di sini," ungkap Edwin.
Integrasi sistem juga menjadi prioritas. "Nanti kita integrasi di situ, kemudian PBB dan BPHTB ini sudah ada sistemnya juga kita melalui Prilly juga kan bisa. Terkoneklah dia nanti dengan Bank NTB, Bank BRI, Bank Mandiri, sehingga kita membuka akses pembayaran pajak ini melalui banyak channel," paparnya.
Kerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) juga sedang berjalan untuk mengakses data Nomor Induk Kependudukan (NIK).
"Kalau NIK kita sudah kerja sama dengan Dukcapil, nanti kita bisa mengakses orang di Lombok Timur semua sehingga itu akan melengkapi perbaikan data kita," jelasnya, optimis bahwa ini akan meningkatkan transparansi dan validitas data pajak.
Selain PBB, perbaikan data aset daerah juga menjadi fokus utama, khususnya data barang milik daerah (BMD). Sistem informasi manajemen daerah (SIMDA) BMD sudah berjalan dan memungkinkan teman-teman di kecamatan dan OPD untuk menginput data secara online.
"Hampir 700 inputan, sekitar 700 operator yang menginput data ini," kata Edwin, menekankan efisiensi yang didapat karena tidak lagi bergantung pada penyetoran data Excel secara manual.
Wakil Bupati menegaskan bahwa dua rekomendasi utama dari BPK adalah perbaikan data PBB dan aset.
"Dua ini teguran warning yang kita kejar ini diperbaikan ini untuk mengamankan potensi kita mendapat dana insentif daerah itu dan harus WTP," tandasnya.
Tim validasi data telah berjalan selama 21 hari, merekam berbagai permasalahan di lapangan, yang kini ditindaklanjuti secara teknis dalam sistem dan alur pelayanan.
Kabid BPHTB dan PBB, M. Tohari Habibi, menambahkan bahwa masih banyak objek pajak yang belum terdaftar.
"Kalau mengacu ke data SIM PBB, jumlah rumah di Lombok Timur 400 [ribu], data SIM PBB jumlah SPPT yang punya bangunan itu sekitar 140.000. Masih ada selisih," katanya.
Program pendaftaran objek pajak baru ini gratis dan tidak dipungut biaya.
Habibi juga menjelaskan adanya kasus di mana masyarakat sudah memiliki SPPT namun rumahnya belum masuk data, atau sengaja tidak didaftarkan agar pajaknya rendah.
"Kita bekerja sama dengan desa dan kemarin ya kita sama-sama data dengan kami, tentu bertanggung jawab menyiapkan aplikasi yang begitu," ujarnya.
Mengenai perhitungan pajak, Habibi menjelaskan bahwa tim penilai akan mempertimbangkan luas dan konstruksi bangunan.
"Kalau rumah biasa ya masih 15.000 lah yang di luar rumah luar biasa. Kalau rumah lantai 2 ya di atas 100 pasti sudah itu tergantung ukuran, kelewat apa apa kalau ukur banyak pertama luas, luas rumah makin luas kemudian konstruksinya," jelasnya.
Bagi masyarakat miskin, keringanan pajak dimungkinkan melalui pengajuan kolektif lewat desa atau langsung ke kantor.
"Di regulasi di undang-undang juga memang memungkinkan atau Bupati berwenang memberikan banyak-banyak. Jadi walaupun tingginya enggak berpengaruh sebetulnya kalau bagi masyarakat miskin ya tetap tidak perlu kena pajak," pungkas Habibi.