SMPS Duduk Bersama Komisi IV DPRD Lotim Bahas Wisata Gunung Rinjani Berbasis Kawasan

Rosyidin S
Selasa, Juli 01, 2025 | 22.28 WIB Last Updated 2025-07-01T14:29:18Z
Ketua Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun, Handanil SH saat menyampaikan keluhan masyarakat Sembalun sewaktu hering bersama Komisi IV DPRD Lotim. (Foto: Rosyidin/MP).

MANDALIKAPOST.com – Setelah mencuatnya isu di Ekas, sorotan kini beralih ke Sembalun, Lombok Timur, di mana persaingan bisnis wisata pendakian Gunung Rinjani mulai memanas. Kondisi ini memicu kegelisahan para pelaku usaha lokal, yang merasa dirugikan oleh pola usaha yang dianggap tidak sehat.


Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun (SMPS) bersama para pelaku wisata, para Kepala Desa  yang ada di Kecamatan Sembalun mendatangi Kantor DPRD Lombok Timur untuk hering bersama Komisi IV, DPRD Lotim, jajaran SPTN Seksi II TNGR, Dinas Pariwisata Lotim, Dinas Perhubungan Lotim dan instalasi terkait, pada Senin (30/6) kemarin.


Tujuannya untuk menyampaikan keluhan mereka. Salah satu poin utama adalah mencari dukungan untuk pengelolaan jalur pendakian Gunung Rinjani lewat pintu Sembalun, yang selama ini dianggap tidak memberikan dampak yang signifikan untuk perekonomian masyarakat setempat dan PAD Lombok Timur.


"Tujuan kami ke sini sudah jelas, untuk mendorong DPRD dan pemerintah daerah (Pemda) Lombok Timur untuk membuat regulasi terkait pengelolaan wisata di Rinjani berbasis kawasan," jelas Handanil, ketua SMPS.


Jika hal ini tidak disikapi dengan serius oleh Pemda Lombok Timur, Handanil khawatir masyarakat dan pelaku wisata lokal akan jadi penonton.


"Masak kami hanya dapat sampah saja," ketusnya.


Dominasi Pengusaha Luar dan Perlindungan Lokal


Handanil, yang juga Ketua Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun, menekankan pentingnya penataan wisata Gunung Rinjani dengan pendekatan berbasis kawasan sebagai solusi untuk menjaga keseimbangan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha lokal di Sembalun.


Ia mengakui adanya perbedaan karakter para pengusaha pendakian, mulai dari pebisnis murni, pegiat pecinta alam, hingga fokus pada isu lingkungan.


"Masalahnya, di satu sisi ada yang jual paket premium, tapi di sisi lain ada yang pasang harga semurah mungkin (obral paket Rinjani), ha ini yang memicu persaingan tidak sehat," ujarnya.


Fakta mengejutkan terungkap, dari 150 pengusaha wisata pendakian Gunung Rinjani, 78 persen justru dikelola oleh pengusaha dari Lombok Utara. Sementara sisanya dikelola oleh pengusaha lokal dan dari kabupaten lain seperti Kota Mataram dan Lombok Tengah.


“Pagi-pagi kalau ke Sembalun itu memang ful, tapi itu semua datang dari Utara," keluhnya. 


Handanil menilai, jika pola ini terus dibiarkan tanpa regulasi tegas, maka monopoli pasar oleh kelompok tertentu tak terhindarkan.


“Pemerintah daerah jangan hanya bicara potensi PAD, tetapi juga harus melindungi pengusaha lokal," tegasnya.


Mendorong Rinjani sebagai Destinasi Premium dan Profesional


Handanil menegaskan rencana untuk membuat standar harga minimal. Langkah ini dinilai krusial untuk memastikan kualitas pelayanan dan menjaga citra Rinjani sebagai destinasi premium.


"Kita pengen Rinjani ini benar-benar pengelolaannya menjadi Gunung premium dan profesional," tegasnya.


Ia juga menyoroti potensi dampak negatif jika tidak ada standar yang layak.


"Bayangkan, misalnya tidak memiliki standar yang layak dalam hal pengelolaan dan penyelamatan, kita akan menerima tamu-tamu enggak berduit. Sementara tamu-tamu yang berduit (orang kaya) itu enggak berani karena apa? dia mikir kalau terjadi insiden di gunung, siapa yang akan menyelamatkan saya, bagaimana caranya," ilustrasinya.


Maraknya paket pendakian dengan harga yang sangat murah, bahkan di bawah Rp2 juta untuk "open trip", sementara paket premium bisa mencapai belasan juta rupiah per orang.


"Keuntungan yang diperoleh pelaku jasa itu sangat minim, pun tetap dijual. Jadi ya, balik lagi ke pembeli itu, wisatawan itu harus pintar-pintar lagi menilai, lihat review-nya sebelum memilih tracking organizer," ungkap Handanil.


Peningkatan Kompetensi Guide dan Porter Mendesak


Insiden pendaki kecelakaan yang sering terjadi di gunung Rinjani, bahakan baru-baru ini semakin memperkuat desakan untuk perbaikan standar operasional prosedur (SOP).


SMPS mendorong rasio ideal guide dan porter dengan pendaki, yaitu 1 banding 5, atau 1 guide untuk 5 tamu dan 2 porter saat mendaki Rinjani. Sertifikasi P3K dan rescue bagi guide dan porter juga dianggap vital.


"Syarat untuk jadi porter dan guide itu paling tidak memiliki sertifikat rescue, kemudian sertifikat P3K yang paling dasar sehingga ketika terjadi persoalan mereka kecelakaan langsung bisa ditangani oleh porter yang ada di sana," jelas Handanil.


Ia juga berharap adanya pelatihan rutin dari Taman Nasional untuk meningkatkan keterampilan guide dan porter dalam hal keselamatan dan penanganan kecelakaan.


"Mestinya itu regulasinya dari Taman Nasional karena memang mereka yang memiliki kawasan," pungkasnya.


Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun menegaskan komitmennya untuk terus mendorong peningkatan kualitas pariwisata Rinjani agar menjadi destinasi kelas dunia yang aman, nyaman, dan memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • SMPS Duduk Bersama Komisi IV DPRD Lotim Bahas Wisata Gunung Rinjani Berbasis Kawasan

Trending Now