![]() |
Anak-anak usia sedang menari di acara puncak peringatan Hari Anak Nasional, berlangsung di Taman Rinjani Selong, (Foto: Rosyidin/MP). |
MANDALIKAPOST.com – Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 ke-41 menjadi momen refleksi bagi Kabupaten Lombok Timur. Direktur LPSDM, Ririn Hayudiani, menyoroti berbagai pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan, terutama terkait isu-isu anak.
Ia menekankan bahwa Hari Anak Nasional kali ini harus menjadi pengingat bagi para orang tua dan pemerintah bahwa masih banyak kasus perkawinan anak, kekerasan seksual, perundungan, hingga anak yang berhadapan dengan hukum yang membutuhkan perhatian serius.
"Masih banyak PR dari anak-anak kita untuk kita, para orang tua. Masih banyak kasus-kasus perkawinan anak, kekerasan seksual, pelecehan, bullying. Ini yang harus dipastikan bagaimana pemerintah Kabupaten Lombok Timur memberikan dukungan, support, fasilitas bagi tumbuh kembang anak di Lombok Timur," kata Ririn, saat ditemui usai acara, Minggu (3/8).
Lebih lanjut, Ririn menyoroti pentingnya memastikan anak-anak penyandang disabilitas tidak tertinggal.
"Bagaimana kita memastikan anak-anak disabilitas tidak tertinggal dalam seluruh proses Hari Anak Nasional karena mereka adalah bagian juga dari anak-anak Indonesia yang perlu kita perhatikan kualitas kehidupannya, pendidikannya, kesejahteraannya," tegasnya.
LPSDM (Lembaga Pemberdayaan Sumber Daya Manusia) terus melakukan advokasi kepada berbagai OPD (Organisasi Perangkat Daerah) di Lombok Timur, termasuk Dukcapil, Dinsos, DP3AKB, DPRD, dan Bappeda.
Advokasi ini bertujuan untuk memastikan pembangunan di Lombok Timur benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh perempuan dan anak, terutama mereka yang menyandang diapabel atau desibilitas.
Beberapa tuntutan utama yang disampaikan adalah:
* Memastikan layanan dokumen kependudukan, terutama bagi anak penyintas perkawinan anak yang rentan tidak memiliki legal dokumen.
* Memastikan ketersediaan alokasi anggaran dan program di tingkat desa hingga kabupaten untuk menjamin keterlibatan anak-anak dengan prinsip inklusi sosial.
* Mengingatkan peran penting orang tua, baik perempuan maupun laki-laki, dalam memastikan tumbuh kembang terbaik bagi anak-anak.
Ririn mengungkapkan data yang mencemaskan terkait kasus kekerasan di NTB. "NTB itu sebenarnya darurat kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual, darurat perkawinan anak. Dan salah satu kabupaten penyumbang adalah Lombok Timur," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa jumlah kasus yang dilaporkan mungkin hanya sebagian kecil dari kejadian sebenarnya.
"Yang terlapor ya, kemudian yang tidak terlapor itu banyak sekali. Jangan hanya melihat satu desa ini saja, tapi kita mengakumulasikan. Kalau terjadi satu kasus perkawinan anak di satu desa yang tidak terlapor, mungkin desa yang lain juga mengalami," jelas Ririn.
Sebagai upaya konkret, LPSDM telah mendirikan pos pengaduan dan sekolah perempuan di beberapa desa dampingannya. Pos ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk melaporkan berbagai hal, mulai dari masalah dokumen kependudukan, kekerasan seksual, hingga pencegahan perkawinan anak.
Seperti Desa Lenek Kali Bambang misalnya, salah satu desa dampingan LPSDM, bahkan menerima penghargaan karena berhasil menjadi desa tanpa kasus perkawinan anak (zero perkawinan anak). Keberhasilan ini tidak lepas dari peran aktif Pemerintah Desa yang bekerja sama dengan sekolah perempuan dalam upaya pencegahan.
"Bagaimana kepedulian Pemerintah Desa mempunyai komitmen untuk upaya-upaya tersebut. Itu yang menjadi contoh," pungkas Ririn.
Ia berharap momentum Hari Anak Nasional ini menjadi dorongan bagi seluruh pihak untuk terus berupaya mewujudkan lingkungan yang aman dan sejahtera bagi anak-anak di Lombok Timur.