![]() |
Pilihan pemuda dan mahasiswa gelar aksi dilokasi penambang galian C di Desa Korleko, (Foto: Istimewa/MP). |
MANDALIKAPOST.com - Aktivitas pertambangan Galian C yang berlebihan di Desa Korleko, Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi sorotan tajam karena dinilai berdampak pada perubahan iklim dan krisis air bersih.
Puluhan pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam kolektif Extinction Rebellion (XR) Lombok mendatangi lokasi tambang pada Senin (22/9) sore untuk menyampaikan aspirasi dan mendesak pemerintah daerah segera bertindak.
Kolektif XR Lombok menyampaikan protes dan desakan penghentian eksploitasi tambang Galian C secara berlebihan yang berlokasi di Desa Korleko, Lombok Timur.
Para pengunjuk rasa menilai aktivitas pertambangan ini telah menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal, terutama terkait krisis air dan kerusakan irigasi pertanian.
Aksi ini melibatkan puluhan pemuda dan mahasiswa dari kolektif Extinction Rebellion (XR) Lombok. Mereka diwakili oleh Lalu Muhammad Guguh Putraji. Selain itu, turut terlibat juga Andri, salah seorang warga Desa Korleko yang terdampak.
Pihak yang disorot dan didesak adalah Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur, serta para pemilik tambang Galian C.
Aksi unjuk rasa berlangsung pada Senin sore, 22 September 2025. Dampak lingkungan dari keberadaan tambang sendiri disebut sudah terjadi selama tiga belas tahun.
Aksi dan permasalahan ini berlokasi di lokasi tambang Galian C di Desa Korleko, Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur, NTB. Area terdampak utama adalah sungai kali Rumpang yang menjadi sumber irigasi dan air bersih warga.
Protes dilakukan karena eksploitasi tambang dinilai sudah berlebihan dan menimbulkan dampak buruk yang masif. Perwakilan XR Lombok, Lalu Muhammad Guguh Putraji, menegaskan kekhawatiran mereka.
“Eksploitasi sumber daya alam melalui pertambangan galian C secara berlebihan akan berdampak pada perubahan iklim dan krisis air bersih bagi masyarakat lokal dan secara umum wilayah lain di Lombok akan berdampak,” kata Guguh.
Dampak buruk yang sudah dirasakan masyarakat, menurut Guguh, adalah keruhnya air sungai yang mengganggu irigasi pertanian selama bertahun-tahun.
“Sudah tiga belas tahun air sungai yang dimanfaatkan oleh petani untuk mengairi tanamannya keruh berwarna coklat sampai sekarang ini,” terangnya.
Selain itu, diduga adanya pelanggaran analisis dampak lingkungan (Amdal) oleh beberapa perusahaan tambang, termasuk membuang limbah secara langsung ke daerah aliran sungai (DAS) kali Rumpang.
“Pemerintah selama ini menutup mata dari dampak yang ditimbulkan selama ini, bahkan saya dengar desas desus juga adanya oknum aparat juga yang menjadi pemilik tambang, kemana mereka ketika ada pelanggaran Amdal?” pungkas Guguh.
Dampak yang ditimbulkan sangat merugikan masyarakat dan lingkungan setempat. Andri, salah seorang warga Desa Korleko, menceritakan langsung kesengsaraan yang mereka hadapi.
“Sumur-sumur warga di sini kering karena tersumbat pori-porinya, hasil panen petani juga menurun karena kualitas air irigasi yang tidak bagus karena bercampur lumpur dan batu karang,” beber Andri.
Andri juga mengungkapkan bagaimana kali Rumpang yang dulunya bersih dan menjadi sumber air serta tempat mandi warga kini tercemar total.
“Tapi kalau sekarang untuk cuci kaki saja sepertinya kami tidak bisa disini karena sudah bercampur lumpur, apalagi untuk mandi,” ucapnya.
Warga merasa keluhan mereka diabaikan. Andri mengeluhkan pemerintah lebih berpihak kepada kepentingan penambang.
“Sudah sering kami demo, hearing juga ke DPR tapi tidak pernah ada solusi, kondisi air kami disini tetap keruh. Bahkan Bupati Lombok Timur lebih memilih berdialog dengan para penambang dan berjanji akan mempermudah izin tambang, dengan alasan meningkatkan pendapatan daerah, sedangkan kami yang terdampak tidak pernah diajak diskusi,” keluh Andri.
Aksi protes ini ditutup dengan orasi di lokasi galian C, di mana pemuda dan mahasiswa membawa spanduk serta poster yang berisi tulisan penolakan dan desakan kepada Pemda untuk segera menghentikan aktivitas pertambangan.