![]() |
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Disnakeswan Lotim, Hultatang, (Foto: Istimewa/MP). |
Upaya ini dilakukan untuk memastikan akurasi data yang sangat penting bagi perencanaan program ketahanan pangan daerah.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Disnakeswan Lotim, Hultatang, menjelaskan bahwa program yang sedang digencarkan adalah Satu Data Terpadu (SADAR).
Program ini dirancang untuk mengatasi masalah akurasi data populasi ternak yang selama ini sering terjadi.
“Data ternak sering mendapatkan problem. Oleh karena itu, melalui program ini kami menginginkan data ternak yang benar dan pasti, dari setiap desa maupun setiap dusun,” ujar Hultatang.
Sensus ini mencakup semua jenis ternak, mulai dari unggas hingga sapi. Data yang terkumpul akan menjadi basis krusial untuk mengukur kapasitas produksi peternakan dan Mendukung Bruto (MBG) daerah.
Ia menambahkan, meskipun data saat ini dinilai sudah cukup baik, perlu pembaruan minimal sebulan sekali.
“Perputaran sapi sangat cepat. Pergerakan ternak yang tinggi membuat data berubah dengan cepat,” tambahnya, menekankan bahwa pendataan harus dilakukan secara berkelanjutan, tidak hanya per triwulan, mengingat proses kelahiran dan pemotongan terus berjalan.
Selain program SADAR, Disnakeswan Lotim juga meluncurkan serangkaian program lain untuk meningkatkan kualitas peternakan lokal:
* PENSIL (Peternak Pintar Petugas Berhasil): Program ini berfokus pada edukasi peternak agar mahir mengenali kondisi ternak, seperti sapi bunting, birahi, teknik penggemukan yang efektif, hingga cara membaca pasar.
* Posyandu Hewan: Layanan kesehatan hewan ditingkatkan melalui Posyandu Hewan, yang menawarkan layanan Inseminasi Buatan (IB) dan layanan kesehatan lainnya. “Di sana ada IB penyuntikan, dan layanan lainnya,” jelas Hultatang.
* MANTEP (Marketing Ternak dan Produk): Program ini bertujuan membantu peternak memahami pola pasar yang fluktuatif, sehingga mereka bisa memasarkan ternak dan produknya secara optimal.
* GENTAR (Gerakan Tetap Bebas Rabies): Program pencegahan penyakit untuk menjaga kesehatan hewan dan lingkungan.
Mengenai populasi, Hultatang menyebutkan bahwa posisi ternak sapi di Lombok Timur berada di angka 140.000 ekor pada akhir tahun.
Disnakeswan juga mendorong peternak untuk segera memotong sapi yang telah mencapai berat ideal, yaitu sekitar 300 kg, agar perputaran ekonomi berjalan lebih lancar dan peternak tidak terlalu lama memelihara.
“Berdasarkan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi, hewan ternak yang sudah mencapai berat ideal seharusnya tidak perlu lagi terkena kuota pemotongan, agar perputaran ekonomi bisa berjalan lebih lancar,” tutupnya.
Sementara itu, untuk pemenuhan MBG dari sektor unggas, Lombok Timur dilaporkan berada dalam kondisi surplus, didukung oleh operasi dua perusahaan besar, Caro Pock Pan dan Java Pock Pan, yang bermitra dengan peternak lokal. Produksi unggas di Lotim saat ini disebut hampir mencapai jutaan ekor.