![]() |
Kadis PMD Lombok Timur, Salmun Rahman, (Foto: Rosyidin/MP). |
MANDALIKAPOST.com - Rencana pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Lombok Timur (Lotim) pada tahun 2026 masih belum menemukan kepastian. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) masih menunggu terbitnya Peraturan Pelaksanaan (PP) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) sebagai regulasi turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Lombok Timur, Salmun Rahman, menjelaskan bahwa lambatnya regulasi ini disebabkan kondisi politik yang sempat memanas.
"Disebabkan demo besar-besaran di pusat dan seluruh daerah di Indonesia dua bulan yang lalu," ujarnya, Rabu (15/10) kemarin.
Ia bahkan mengaku telah melakukan komunikasi langsung dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama 20 kepala desa lainnya.
"Kami langsung bertemu dengan Kemendagri dan Stafsus di Jakarta untuk menanyakan perihal regulasi Pilkades serentak. Untungnya ada perwakilan kades yang ikut dan mendengarkan langsung kenapa hingga saat ini belum diterbitkan regulasi itu," tutur Salmun.
Potensi desa yang akan menggelar Pilkades di Lotim mencapai 157 desa. Jumlah ini berasal dari 14 desa yang kadesnya berhenti (13 mengundurkan diri dan 1 meninggal) ditambah 88 kades yang masa jabatannya diperpanjang, serta desa-desa yang masa jabatannya berakhir pada Agustus dan Desember, termasuk yang berakhir di tahun 2026.
Salmun menyoroti persoalan anggaran sebagai tantangan besar. Berdasarkan pengalaman Pilkades serentak terakhir pada 2023 terhadap 53 desa, dibutuhkan biaya sebesar Rp 4,5 miliar. Jika Pilkades dilaksanakan serentak di 157 desa, perkiraan anggaran yang dibutuhkan mencapai tiga kali lipatnya, mendekati Rp 13,5 miliar.
"Kalau kita melaksanakan Pilkades seluruh Desa di Lotim pada pada 2026 mendatang, yang disiapkan anggaran oleh Pemda itu sekurang-kurangnya 10 miliar. Kalau kita total itu bisa kan 53 saja 4 setengah, ini 157 artinya tiga kali lipat, ya kan hampir tiga kali lipat," jelasnya.
Kondisi ini membuat pelaksanaan Pilkades harus mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, yang bisa berujung pada pelaksanaan Pilkades bergelombang.
"Mengingat kondisi kita saat ini, kemungkinan pelaksanaan Pilkades bertahap. Tapi itu tidak lepas dari kebijakan pak Bupati, mau seluruhnya atau bertahap, tergantung beliau," kata Salmun.
"Juga kita lihat kemampuan keuangan kita, memang kan pelajaran Pilkada itu juga salah satu tolok ukurnya dilihat dari kemampuan keuangan daerah," imbuh Salmun, menambahkan bahwa opsi minimal yang akan dipertimbangkan adalah Pilkades di 102 desa, atau bahkan hanya 14 desa.
Selain masalah anggaran, poin krusial yang perlu diatur dalam PP/Permendagri adalah mengenai calon tunggal. Salmun mengungkapkan, regulasi lama menyebabkan Pilkades gagal dilaksanakan jika setelah tiga kali perpanjangan tidak muncul calon kedua.
"Mengapa perlu menunggu PP? Ada poin krusial di sana yaitu yang menyangkut satu calon. Kalau dulu sampai tiga kali diperpanjang tidak ada lagi calon kedua maka gagal tidak dilaksanakan Pilkades," ungkapnya.
Dengan ketidakpastian regulasi, Pilkades serentak di Lotim untuk tahun 2026 sangat mungkin tertunda dan dilaksanakan pada tahun 2027.
"Berarti kemungkinan 2026 tidak ada Pilkades? Bisa saja kita laksanakan di 2027 kalau kita menunggu regulasi dari pusat gitu kan," kata Salmun.
Ia berharap PP segera diterbitkan 2 tahun setelah UU diundangkan, yakni per April 2026, agar tahapan Pilkades bisa dimulai tahun 2025.
"Kita berharap regulasinya segera diterbitkan, agar tahapan Pilkades mulai tahun ini," tutup Salmun.