KIHT NTB Yang Berlokasi Di Eks Pasar Paok Motong Lombok Timur |
MANDALIKAPOST.com - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat memastikan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di eks Pasar Paok Motong di Lombok Timur tetap beroperasi sebelum berakhir masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NTB Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi Djalilah pada 19 September 2023.
Kepastian itu disampaikan Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Achmad Ripai. Menanggapi gugatan masyarakat Paokmotong terhadap Pemerintah Kabupaten Lombok Timur soal pinjam pakai lahan KIHT menang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram.
“Pokonya dalam waktu dekat sebelum kepemimpinan Zul-Rohmi Jilid I akan ada peresmian KIHT. Informasinya menteri yang akan datang.” Kata Kabid Perkebunan Distanbun NTB Ahmad Ripai di Mataram, Jumat (1/9).
Ripai mengatakan masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Paokmotong (FMP) mengajukan dua gugatan ke PTUN. Pertama SK penetapan lokasi dan kedua SK persetujuan pinjam pakai. Pemda hanya kalah SK penetapan lokasi, sedang SK persetujuan pinjam pakai antara Pemda dan Provinsi tidak dibatalkan dan tetap beroperasi.
Hanya saja KIHT yang berada di Eks Pasar Paokmotong akan berubah nama menjadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau. Sesuai PMK Nomor 2022 tahun 2023.
“Kalau informasi dari Lombok Timur itu yang dituntut itu adalah SK penetapan lokasi. Sedangkan pinjam pakai tidak kalah. Sekarang begitu tahun 2023 ada PMK No 22 Tahun 2022 ini adalah PMK aglomerasi pabrik hasil tembakau bukan KIHT,” jelasnya
Dengan demikian SK Bupati Nomor 188.45/124/PKAD/2021 tentang penetapan nama KIHT harus dibatalkan dan diganti nama menggunakan aglomerasi pabrik hasil tembakau mengikuti aturan PMK Nomor 2022 tahun 2022.
“Operasional KIHT tetap berlanjut. Itu panitianya Bappeda yang jadi depan untuk persemiannya. Target kita harus sebelum berakhir masa jabatan Gubernur. Makanya sedang berproses dari temen-temen Perindustrian, Bappeda,” katanya
Lebih lanjut dikatakan Ripai dalam aturan baru ini, luasan aglomerasi pabrik hasil tembakau tidak lagi terikat aturan UU nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPKB) yang mengharuskan luasannya 5 hektar. Begitu juga jarak dengan pemukiman tidak mengharuskan berjarak 2 kilometer.
“Sekarang pada aglomerasi ini boleh satu hektar lebih. Kalau dulu KIHT dia berpatokan minimal lima hektar. Itu yang sedang diproses oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur,” ucapnya
Dalam aglomerasi itu juga, sambung Ripai sudah tidak lagi menggunakan istilah pengelola melainkan penyelenggara. Bagi siapapun penyelenggara yang ingin mengelola aglomerasi pabrik hasil tembakau atau memproduksi rokok di kawasan tersebut. Bisa mengajukan permohonan ke bea cukai. Untuk kemudian dilakukan seleksi oleh pihak bea cukai.
“Informasinya sudah ada satu perusahaan yang mengajukan dan sudah berkoordinasi dengan bea cukai. Dan saat ini sedang berproses. Begitu perusahaa sudah ada baru kita resmikan (Aglomerasi pabrik hasil tembakau,red),” tutupnya