![]() |
Rapat koordinasi masyarakat Sembalun bersama para pemangku kebijakan terkait pengelolaan wisata gunung Rinjani berbasis kawasan di Sembalun, (Foto: Rosyidin/MP). |
MANDALIKAPOST.com – Komisi IV DPRD Lombok Timur menegaskan komitmennya untuk menjadi garda terdepan dalam membela hak-hak masyarakat Sembalun terkait pengelolaan pariwisata berbasis kawasan di Gunung Rinjani.
Hal ini disampaikan dalam sebuah pertemuan yang membahas keadilan, kemandirian, dan keberlanjutan bagi masyarakat lokal dalam ekosistem pariwisata Rinjani.
Ketua Komisi IV DPRD Lombok Timur, H. Hasan Rahman, dengan tegas menyatakan, "DPRD jadi garda terdepan membela dan mendukung perjuangan masyarakat Sembalun dalam pengelolaan sistem Sistem Satu Pintu untuk pendakian Rinjani yang adil, mandiri, dan berkelanjutan."
Ia menyoroti kekhawatiran bahwa masyarakat lokal hanya menjadi penonton di tanahnya sendiri, mengibaratkan kondisi tersebut dengan pepatah "jangan sampai tikus mati di lumbung padi."
Hasan Rahman menekankan pentingnya kesepakatan antara forum masyarakat Sembalun dengan pihak Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sebagai dasar sebelum regulasi daerah dibuat.
Ia juga menyoroti ketidakhadiran Kepala Balai TNGR dalam pertemuan tersebut, yang dianggap menghambat pengambilan kebijakan.
"Kami sebagai anggota DPRD yang tentunya akan mengawasi secara kebijakan akan memberikan anggaran secara marketing dan akan memberikan ruang secara regulasi," ujarnya, menegaskan dukungan penuh dewan selama tidak melanggar aturan yang ada.
Lebih lanjut, DPRD Lombok Timur berencana mendorong pembuatan Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati (Perbup) untuk memastikan adanya kontribusi nyata bagi masyarakat dan desa di Kecamatan Sembalun, serta daerah Lombok Timur secara keseluruhan
"Harus ada Perda lokal yang mengatur supaya ada kontribusi untuk masyarakat untuk desa untuk kita di daerah," tegas Hasan Rahman, mencontohkan potensi retribusi lokal sebesar Rp 10.000 atau Rp 15.000 per pendaki yang dapat diatur melalui Perda.
Menanggapi hal tersebut, perwakilan TNGR menjelaskan bahwa kebijakan aplikasi pendakian saat ini sudah mengedepankan keadilan bagi semua pemegang aplikasi.
"Kami dari UPT harus memastikan keadilan bagi semua yang memegang aplikasi itu," jelas perwakilan TNGR. Ia menambahkan bahwa kuota untuk operator tur (TO) lokal memiliki proporsi yang jauh lebih besar (60%) dibandingkan jalur mandiri, dan prioritas diberikan kepada TO dari Provinsi NTB, khususnya Lombok.
Namun, untuk memecah prioritas hingga ke tingkat kabupaten dianggap akan memberatkan dan menghilangkan prinsip keadilan.
Meskipun demikian, TNGR membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk menarik retribusi dari berbagai sektor di luar tiket masuk utama.
"Banyak Pak sebenarnya peluang yang bisa ditarik oleh PAD khususnya," ungkap perwakilan TNGR, menyebut potensi dari parkir, pelayanan kesehatan, kebersihan toilet, hingga pengembangan UMKM melalui gerai-gerai lokal.
Pihak TNGR menyatakan kesiapan untuk berkolaborasi dan memindahkan layanan registrasi ke loket terpadu yang dibangun oleh daerah, asalkan fasilitas dan petugas pendukung memadai, dengan dasar hukum yang jelas berupa Perda untuk menghindari pungutan liar.
Pertemuan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk mencapai simbiosis mutualisme antara TNGR, pemerintah daerah, dan masyarakat Sembalun, memastikan bahwa potensi pariwisata Rinjani dapat memberikan manfaat maksimal bagi kesejahteraan lokal.