Ancaman di Balik Rencana Proyek Sekolah Unggulan di Kawasan Resapan Air Lombok Timur Picu Protes GEMPAR UGR

Rosyidin S
Sabtu, September 06, 2025 | 17.05 WIB Last Updated 2025-09-06T09:05:32Z
Ketua Umum GEMPAR UGR, Sayid Usman Ali Kadafi saat orasi di depan Kantor Bupati belum lama ingin, (Foto: Rosyidin/MP).

MANDALIKAPOST.com - Rencana pembangunan SMA Unggulan Garuda Nusantara di dalam kawasan vital Kebun Raya Lemor (KRL), Lombok Timur, menuai protes keras dari Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat Universitas Gunung Rinjani (GEMPAR UGR). 


Proyek yang disebut sebagai program pusat ini dianggap mengancam keberlanjutan ekosistem dan berpotensi melanggar peraturan hukum yang berlaku.


Kebun Rasya Lemor, yang dikenal dengan keindahan alamnya dan perannya sebagai daerah resapan air, kini berada di persimpangan jalan. Padahal, kawasan ini bukan sekadar lahan kosong.


Berdasarkan data, status Kebun Raya Lemor memiliki perlindungan hukum yang kuat, mulai dari SK Menteri Kehutanan No. 22/2012 yang menetapkannya sebagai Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK), hingga Peraturan Bupati Lombok Timur No. 188.45/714/LHK/2017 yang mengukuhkan fungsinya untuk konservasi, penelitian, dan pendidikan.


"Secara hukum, ini wilayah yang punya perlindungan berlapis, dari undang-undang nasional, peraturan daerah, hingga perbup," ujar Sayid Usman Ali Kadafi, Ketua Umum GEMPAR UGR, saat dikonfirmasi via WhatsApp, Sabtu (6/9).


Dalam pandangan GEMPAR UGR, pembangunan di kawasan yang secara hukum dilindungi adalah sebuah bentuk maladministrasi tata ruang yang serius. 


Kadafi mengingatkan, meskipun lahan tersebut milik Pemerintah Daerah, hal itu tidak secara otomatis membatalkan larangan pembangunan jika kawasan tersebut memiliki fungsi lingkungan yang esensial.


"Meski lahannya milik Pemda tidak otomatis membuatnya boleh dibangun sekolah," tegas Kadafi.


"Kalau lahan itu berada di kawasan esensial bagi lingkungan hidup, lebih-lebih pada kawasan resapan air, maka tetap terikat larangan hukum," imbuhnya.


GEMPAR UGR juga mempertanyakan urgensi pembangunan sekolah baru di tengah ketersediaan 30-an lebih sekolah setingkat SMA/MA di lima kecamatan di sekitar Kebun Raya Lemor. 


Menurut Kadafi, permasalahan pendidikan di daerah tersebut bukanlah tentang jumlah sekolah, melainkan kualitas, pemerataan fasilitas, dan kesejahteraan guru.


"Membangun sekolah baru di kawasan konservasi bukan solusi," katanya.


Lebih lanjut, Kadafi menyoroti dampak lingkungan yang tidak terhindarkan jika pembangunan ini dipaksakan.


Kebun Raya Lemor berperan vital sebagai daerah resapan air yang memasok air bagi daerah Suela dan sekitarnya. Pembangunan beton akan menghancurkan fungsi alami ini, yang dapat menyebabkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.


"Sekali kawasan resapan ini ditutup beton, kita kehilangan fungsi alami itu selamanya.Banjir di musim hujan, kekeringan di musim kemarau, itu harga yang terlalu mahal," ujar Kadafi. 


Selain itu, Kebun Raya Lemor adalah rumah bagi sekitar 284 spesies tumbuhan, termasuk flora endemik seperti Vanda lombokensis dan begonia khas Lombok yang tidak dapat direlokasi begitu saja.


GEMPAR UGR telah menyampaikan penolakan keras terhadap proyek ini dan mendesak Bupati Lombok Timur untuk mencari lokasi alternatif yang tidak merusak lingkungan. 


Mereka menegaskan bahwa pendidikan unggulan harus dibangun di atas fondasi kebijakan yang patuh pada hukum dan berpihak pada kelestarian lingkungan, bukan sebaliknya.


"Membangun sekolah di atas kehancuran ekosistem bukanlah pendidikan, itu pengkhianatan pada masa depan dan perampasan keadilan antargenerasi," pungkas Kadafi.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ancaman di Balik Rencana Proyek Sekolah Unggulan di Kawasan Resapan Air Lombok Timur Picu Protes GEMPAR UGR

Trending Now