Penolakan Keras Warga dan Pemerintah Desa Sembalun Lawang Terhadap Pengerukan Bukit Pergasingan, Soroti Ancaman Lingkungan dan Sosial

Rosyidin S
Jumat, September 26, 2025 | 18.23 WIB Last Updated 2025-09-26T10:24:16Z
Pemdes Sembalun Lawang cek lokasi pengerukan lereng bukit Pergasingan, (Foto: Rosyidin/MP).

MANDALIKAPOST.com - Aktivitas pengerukan bukit kembali memicu protes keras di Kecamatan Sembalun, Lombok Timur. Kali ini, kegiatan tersebut terjadi di lereng Bukit Pergasingan, tepatnya di perbatasan Desa Sembalun Lawang dan Desa Sembalun Timba Gading, dan langsung mendapat respons tegas dari Pemerintah Desa dan masyarakat setempat.


Kekhawatiran utama adalah dugaan pengerukan dilakukan tanpa izin, berpotensi merusak ekosistem lingkungan, dan mengancam lahan pertanian produktif warga.


Plt Kepala Desa Sembalun Lawang, Burhanuddin SH, menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil langkah awal untuk menghentikan dan mengklarifikasi kegiatan tersebut.


"Kami investigasi apa dasarnya melaksanakan pengerukan ini, ya sambil kami koordinasi dengan pihak atasan terutama perizinan. Terutama di Dinas PUPR bidang RTRW, apakah pengerukan di kebukit-bukit ini boleh dikeruk atau tidak," tegas Burhanuddin, Jumat (26/9).


Dampak Nyata dan Kekhawatiran Bencana


Dampak pengerukan sudah mulai dirasakan. Sekitar 4 hektar lahan pertanian aktif milik kurang lebih 20 petani dilaporkan telah terdampak. Pengerukan menimbulkan kerusakan, di mana hasil galian ditumpahkan secara bebas dan menimbun area pertanian warga.


Selain itu, kegiatan alat berat juga menyebabkan gangguan lalu lintas di Jalan Lingkar yang menghubungkan desa-desa di Sembalun.


Lebih lanjut, Burhanuddin menyoroti risiko bencana yang mengancam keselamatan warga dan lahan di bawah bukit, terutama mengingat kondisi tanah yang labil.


"Ini jelas-jelas membahayakan bagi masyarakat yang ada di bawah bukit itu, terutama yang memiliki lahan persawahan. Apalagi sekarang ini sudah kelihatan dampaknya," kata Burhanuddin, seraya menyebutkan kekhawatiran akan terulangnya kejadian banjir bandang yang pernah melanda wilayah tersebut pada 2006 dan 2012.


Kekhawatiran warga yang disampaikan kepada pihak desa sangat mendalam: "Kalau tidak ada penanganan lebih lanjut dari pemerintah, terus terang kami khawatir akan ada aktivitas pengerukan kembali seperti yang dilakukan saat ini. Maka apa yang kami pertanyakan dan keluhkan ini tidak ada artinya," ujar Kades Burhanuddin, mengutip keresahan warganya.


Penanggung Jawab Dianggap "Bermain Kucing-kucingan"


Meski Pemerintah Desa dan Muspika Kecamatan Sembalun telah mendatangi lokasi dan meminta penghentian sementara, Plt Kades Burhanuddin mengungkapkan bahwa pihak penanggung jawab lokasi pengerukan tidak mengindahkan permintaan tersebut dan kembali melanjutkan aktivitasnya keesokan hari.


"Kita diajak maen kucing-kucingan oleh penanggung jawabnya. Pemdes dan Muspika Kecamatan Sembalun bersama masyarakat akan mengambil tindakan tegas," ujarnya.


Penolakan ini tidak hanya berlandaskan dampak lingkungan, namun juga ancaman terhadap nilai-nilai budaya dan sosial.


"Yang dikhawatirkan oleh warga setempat, apabila ini tidak dihentikan, maka ini sangat berdampak terhadap ekologi dan kearifan lokal yang dipertahankan oleh nenek moyang masyarakat Sembalun," tegas Plt Kades Burhanuddin, menekankan bahwa dampak yang timbul bukan hanya lingkungan, "tapi akan berdampak sosial bagi masyarakat."


Pemerintah Desa dan Kecamatan memastikan akan mengawal kasus ini hingga ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur, termasuk rencana hearing di tingkat kabupaten dan upaya meminta pertanggungjawaban terhadap lahan warga yang terdampak.


Desakan Penerbitan Regulasi Tata Ruang yang Mandek


Senada dengan Plt Kades, Ridu, perwakilan warga yang tergabung dalam organisasi Sembapala dan SMPS, mendesak pemerintah untuk segera menghentikan seluruh kegiatan pengerukan, baik di Sembalun Bumbung maupun di lereng Bukit Pergasingan. Ia mengkritik keras tindakan pengerukan yang dianggap merusak kawasan yang semestinya dijaga bersama.


"Kami meminta pemerintah Kecamatan untuk menyetop aktivitas pengerukan itu. Dengan alasan apa pun, dan siapa pun itu. Baik investor atau warga Sembalun sendiri yang punya hak disana seharusnya memikirkan dampak dari pengerukan itu sendiri jangan sampai kebablasan," ketus Ridu.


Ia juga menyoroti pentingnya menjaga kearifan lokal yang diwariskan leluhur: "Orang tua kita dulu itu lebih paham tentang bagaimana menjaga alam, sehingga bukit-bukit yang kiranya itu akan terjadi erosi dia pertahankan dengan cara menanam pohon bambu, kopi, dan pohon-pohon lain dilereng bukit yang kira-kira bisa menahan erosi," tuturnya.


Akar masalah lainnya, menurut Ridu, adalah ketiadaan regulasi tata ruang yang kuat di Sembalun, yang hingga kini pembahasannya dinilai "alot" dan mandek.


"Apakah regulasi ini kita tunggu sekian tahun lagi dan mengakibatkan kerusakan yang begitu parah baru kita bertindak atau menunggu ada korban lagi?" kritik Ridu tajam. 


Ia mendesak Pemerintah Daerah Lombok Timur agar segera menyelesaikan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTL) wilayah Sembalun dan memasukkannya ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten untuk membatasi pembangunan yang merusak lingkungan dan melanggar zona hijau.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Penolakan Keras Warga dan Pemerintah Desa Sembalun Lawang Terhadap Pengerukan Bukit Pergasingan, Soroti Ancaman Lingkungan dan Sosial

Trending Now