![]() |
Saat tim gabungan sidak langsung kelokasi pengerukan bukit di wilayah Desa Sembalun Bumbung, (Foto: Rosyidin/MP). |
Pada Rabu (1/10), tim gabungan yang terdiri dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Perizinan, DLHK, Staf Khusus Bidang Pariwisata, Muspika Sembalun, perwakilan desa, dan aktivis lingkungan, langsung menyegel sejumlah titik pengerukan di wilayah seperti Sembalun Bumbung dan Sembalun Lawang.
Pelanggaran Izin dan Potensi Bencana Mengintai
Kepala Satpol PP Lotim, Selamat Alimin, menegaskan bahwa penutupan dilakukan karena semua aktivitas pengerukan tersebut tidak memiliki izin resmi.
"Kami berkesimpulan bahwa semua aktivitas pengurukan ini tidak memiliki izin. Nah dengan dasar itulah kami bersama tim diperintahkan oleh Pak Bupati untuk mengecek langsung ke lokasi," tegas Selamat.
Ia secara eksplisit memerintahkan penutupan sementara seluruh kegiatan komersil tersebut, tanpa pengecualian bagi pemilik lahan. Lebih lanjut, Selamat Alimin menyoroti bahaya lingkungan yang krusial.
"Rata-rata dari beberapa lokasi ini potensi banjir sangat tinggi karena struktur tanahnya rata-rata tanah labil berpotensi longsor. Kalau dibiarkan, yang kena dampak masyarakat sekitar," ujarnya, merujuk pada temuan di tiga titik, termasuk di bawah Taman Surga Rinjani, yang diyakini berpotensi menyebabkan banjir bandang.
Investasi Wajib Patuh: Seruan Penertiban Regulasi
Staf Khusus Bidang Pariwisata Lotim, Ahmad Roji, menyambut baik investasi pariwisata, namun ia menekankan bahwa kepatuhan terhadap regulasi adalah harga mati. Ia mengkritik keras temuan pengerukan di tiga hingga lima titik yang "menciderai proses investasi yang benar."
"Dalam konteks pariwisata kita welcome sama investasi. Tetapi kemudian harus memperhatikan juga aspek-aspek yang diatur oleh negara," tandas Ahmad Roji,
Ia mendesak para pengusaha untuk segera mengurus perizinan dan menjamin pemerintah akan membantu proses selanjutnya. Penertiban ini diklaim menjadi fokus pemerintah daerah.
![]() |
Aktivitas pengerukan di bawah Taman Surga Rinjani, (Foto: Rosyidin/MP). |
Desakan Komunitas: Moratorium, Amdal, dan Batas Lindung
Tindakan pemerintah ini merupakan tindak lanjut nyata dari desakan komunitas peduli lingkungan, termasuk KPLH-SEMBAPALA dan Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun.
Ketua KPLH-SEMBAPALA, Rijalul Fikri, mengungkapkan bahwa temuan survei timnya sejalan dengan kritik pemerintah: hampir semua titik pengerukan tidak layak dan melanggar Perda RT RW Nomor 2 Tahun 2012.
Rijalul Fikri mengingatkan bahwa lereng perbukitan dengan kemiringan 40% atau 40 derajat ke atas sudah masuk dalam kawasan lindung.
"Walaupun itu misalnya milik pribadi tetapi sifatnya tidak absolut, tidak tanpa batas," jelasnya, menegaskan bahwa kawasan lindung tidak boleh mengubah kontur perbukitan dan mengalami alih fungsi lahan tanpa kajian.
Mengingat status Sembalun sebagai Kawasan Rawan Bencana (KRB) di NTB, komunitas mendesak pemerintah untuk:
* Menegaskan perlindungan kawasan perbukitan dan memperkuat pengawasan Perda RT RW.
* Mendorong Pemerintah Desa dan Kabupaten membuat regulasi turunan (Perdes).
* Memastikan setiap alih fungsi lahan wajib melalui kajian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
* Melakukan moratorium (pemberhentian sementara) aktivitas hingga ada kepastian hukum dan percepatan pengesahan RT RW serta RDTR Sembalun.
Komunitas menyambut baik penutupan ini namun menyuarakan harapan agar tindakan tersebut bukan sekadar seremonial tanpa tindak lanjut penegakan hukum yang konsisten.