![]() |
| Humaria: Penyeamatan sapuk dan kain tenun khas pengadangan diberikan kepada Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur oleh tokoh adat Desa Pengadang, (Foto: Rosyidin/MP). |
MANDALIKAPOST.com – Gelaran Pesona Budaya Pengadangan ke-7 berlangsung meriah meski diguyur hujan. Ribuan masyarakat dari berbagai penjuru desa tumpah ruah mengikuti rangkaian ritual budaya sebagai wujud syukur, simbol persatuan, serta penghormatan terhadap warisan leluhur.
Acara adat tahunan ini berlangsung
di perempatan jalan utama Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Lombok
Timur, Rabu (26/11). Tahun ini, kegiatan mengangkat tema “Metu Telu”, yang menggambarkan
penyatuan peran tokoh adat, tokoh agama, dan unsur pemerintahan dalam menjaga
harmonisasi kehidupan masyarakat.
Kepala Desa Pengadangan, Iskandar, dalam sambutannya
menyampaikan penghormatan mendalam kepada Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur beserta
rombongan, para anggota DPRD, kepala dinas, tamu undangan, serta seluruh
masyarakat yang telah bergotong royong menyukseskan pelaksanaan acara.
“Terima kasih kepada Bapak Bupati
dan Bapak Wakil Bupati, bapak-bapak dewan, kepala dinas, dan rekan-rekan kepala
desa yang hadir dengan ikhlas pada kesempatan ini. Mudah-mudahan Allah
membalasnya sebagai amal ibadah kita,” ujar Iskandar.
Ia juga menyinggung kondisi
infrastruktur desa, termasuk perbaikan perempatan jalan yang sempat ditunda
demi kelancaran acara budaya tersebut.
“Alhamdulillah Pak Bupati sudah
memberikan perbaikan perempatan yang bolong, tapi kami tunda pengerjaannya agar
acara ini berjalan baik,” ungkapnya.
Ia turut mengapresiasi kerja keras
panitia yang tetap solid meski dihadapkan pada cuaca ekstrem. Menurutnya,
pelayanan pemerintah desa kepada masyarakat selama sepuluh hari menjelang acara
juga merupakan bentuk perhatian Pemda terhadap warga Pengadangan.
Di hadapan ribuan warga, Iskandar
menegaskan makna besar tema Metu Telu dalam tradisi Sasak.
“Metu Telu jangan diartikan tiga waktu. Persepsi masyarakat itu keliru
kalau diartikan tiga waktu. Metu Telu, simbol dari tiga tokoh yakni tokoh adat,
agama, dan pemerintahan harus bersatu. Artinya persatuan yang utuh,” tegasnya.
Iskandar juga menyampaikan bahwa
sambutan tahun ini mungkin menjadi yang terakhir baginya dalam gelaran Pesona
Budaya, mengingat masa jabatannya sebagai kepala desa akan segera berakhir.
“Sambutan ini mungkin yang terakhir
di masa jabatan saya. Jika banyak kekurangan dan janji yang belum kami penuhi,
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya,” ucapnya.
Sementara itu, Bupati Lombok Timur H. Haerul Warisin memberikan apresiasi
terhadap keberlanjutan acara adat yang terus hidup dari tahun ke tahun.
Baginya, Pesona Budaya Pengadangan bukan hanya hiburan, tetapi ruang penting
untuk memperkuat nilai moral dan rasa kebersamaan masyarakat.
“Acara ini bukan sekadar seremonial.
Komitmen kita adalah menjaga budaya agar tetap lestari, karena budaya adalah
penjaga persatuan dan kesatuan,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati
juga mengungkapkan kedekatan emosionalnya dengan Desa Pengadangan. Ia mengenang
masa kecilnya yang kerap dihabiskan di rumah salah satu warga setempat.
“Kalau datang ke Pengadangan ini
rasanya seperti pulang ke rumah. Pada tahun ‘78 sampai ‘80, setiap libur saya
habiskan di sini,” kenangnya, disambut tepuk tangan meriah warga.
Bupati turut memaparkan beberapa
program Pemda, di antaranya rencana pemasangan 16.000 lampu jalan pada 2027, penguatan 31.000 UMKM, alokasi Rp4
miliar untuk bantuan beras kepada masyarakat, serta pembangunan Sekolah Unggul Garuda dan Sekolah Rakyat.
Menurutnya, seluruh program tersebut
merupakan bukti komitmen pemerintah melayani masyarakat Lombok Timur.
“Uang yang kita gunakan ini uang
rakyat, bukan uang saya. Selama kita komit, pembangunan harus jalan meski dalam
kondisi efisiensi,” tegasnya.
Menutup sambutannya, Bupati kembali
menegaskan bahwa tradisi budaya, termasuk Metu Telu di Pengadangan, akan terus
mendapat perhatian dan dukungan pemerintah daerah.
“Budaya seperti ini jangan sampai lumpuh. Harus kita adakan terus, karena inilah jati diri kita sebagai suku Sasak,” ujarnya.
Rangkaian acara diawali dengan pagelaran tarian kolosal Wetu Telu, iringan musik tradisional gendang beleq, teatrikal ngapel (midang dalam tradisi Sasak), pagelaran 1.000 dulang, berbagai kesenian adat, dan ditutup dengan doa bersama. Perpaduan budaya, spiritualitas, dan kebersamaan ini mempertegas identitas masyarakat Pengadangan sebagai penjaga warisan leluhur yang tetap hidup dan terjaga.

