![]() |
| Kuasa hukum tergugat, Ida Royani saat konprensi pars bersama kliennya, (Foto: Istimewa/MP). |
MANDALIKAPOST.com — Sengketa tanah di Desa Suela, Kabupaten Lombok Timur, berbalik arah setelah Pengadilan Negeri (PN) Selong memutus perkara Nomor 66/PDT.G/2025 dengan menyatakan gugatan Ayuman cs tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) karena cacat formil. Putusan tersebut sekaligus mengakhiri perkara tanpa pemeriksaan pokok sengketa.
Kuasa hukum tergugat, Ida Royani, menjelaskan bahwa majelis hakim menilai struktur dan penyusunan gugatan penggugat tidak memenuhi ketentuan hukum acara. Kondisi itu membuat perkara terhenti pada tahap awal.
“Putusannya keluar pada 28 Oktober, dan majelis tegas menyatakan gugatan tidak dapat diterima setelah seluruh eksepsi yang kami ajukan diuji satu per satu, termasuk soal ketidaktepatan pihak serta objek yang dijadikan dasar gugatan,” ungkapnya, Minggu (30/11) tiga hari yang lalu.
Majelis hakim juga membebankan biaya perkara sebesar Rp2.802.000 kepada penggugat. Ida menegaskan mayoritas eksepsi pihaknya diterima karena banyak kekeliruan mendasar dalam gugatan tersebut.
“Sekitar 90 persen keberatan kami diterima karena pihak-pihak yang seharusnya dilibatkan tidak dicantumkan, sehingga gugatan secara prosedural memang cacat sejak awal,” jelasnya.
Salah satu hal yang disorot majelis ialah absennya BPN Lombok Timur sebagai pihak yang digugat, padahal perkara menyangkut keabsahan sertifikat. Menurut Ida, seluruh sertifikat kepemilikan para tergugat telah diverifikasi BPN dan dinyatakan sah.
“Sertifikat warga sudah dicek di buku tanah dan statusnya terdaftar resmi, sehingga tidak ada celah untuk membantah keabsahannya,” tegasnya.
Ida juga menguraikan sejumlah ketidaksesuaian data dalam gugatan, mulai dari perubahan luas tanah yang dinilai tidak wajar hingga perbedaan signifikan antara klaim penggugat dan data resmi sertifikat.
Pada objek pertama misalnya, luas tanah yang tertulis 25 are sempat berubah menjadi 2,5 are, sementara hasil pengecekan lapangan hanya sekitar 135 meter persegi.
“Perubahan angka sebesar itu menunjukkan ada masalah serius dalam data yang mereka pakai,” katanya.
Ketidaksesuaian juga terjadi di objek kedua dan ketiga, termasuk penyebutan luas tanah yang berbeda jauh dari data SHM resmi.
Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, Ida menyebut pihaknya langsung membawa kasus ini ke ranah pidana dengan melaporkan dugaan penggunaan dokumen palsu oleh penggugat.
“Karena tidak ada upaya banding atau perlawanan, kami melaporkan dugaan pemalsuan dokumen yang digunakan pihak penggugat dalam gugatan,” ujarnya.
Laporan tersebut ditujukan kepada seseorang berinisial A beserta anak dan cucunya. Ida menilai terdapat indikasi rekayasa dokumen karena data yang dipakai penggugat merujuk pada tahun 1979, sedangkan sertifikat warga didasarkan pada SK Gubernur NTB tahun 1969.
Ia memastikan laporan masuk ke Polres Lombok Timur pada 14 November, tepat setelah masa banding berakhir.
“Kami ingin persoalan selesai bersih agar tidak berkembang menjadi konflik baru di wilayah Suela,” tutupnya.
Sementara itu, perwakilan pihak tergugat, Ayu menyambut kemenangan tersebut sebagai bukti bahwa proses hukum berjalan objektif dan transparan.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ida Royani yang telah membela kami mencari keadilan sehingga kami bisa memenangkan perkara ini. Saya berharap ke depan tidak ada masalah lagi, dan saya berterima kasih kepada PN Selong karena sudah adil serta transparan dalam bekerja,” tutupnya.

