Kendalikan Alih Fungsi Lahan, Pemkab Lombok Timur Percepat Revisi RTRW dan RDTR Tiga Kawasan Strategis

Rosyidin S
Rabu, Desember 24, 2025 | 08.54 WIB Last Updated 2025-12-24T00:54:39Z
Sosok: Kadis PUPR Lombok Timur, Dewanto saat ditemui di ruang kerjanya, (Foto: Rosyidin/MP).

MANDALIKA POST.com – Pemerintah Kabupaten Lombok Timur tengah bergerak cepat mengamankan tata ruang wilayahnya guna mencegah konflik penggunaan lahan yang kian marak.


Saat ini, Pemkab telah mengajukan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten serta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk tiga kawasan krusial yakni Sembalun, Jerowaru, dan Perkotaan Selong ke Pemerintah Pusat.


Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lombok Timur, Dewanto, menjelaskan bahwa revisi Perda RTRW Nomor 2 Tahun 2012 mendesak dilakukan meski belum genap berusia 20 tahun.


Hal ini dipicu oleh perubahan kondisi faktual di lapangan serta adanya kebijakan nasional terkait Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).


"Kita sudah selesai berproses di tingkat kabupaten dan provinsi. Sekarang tinggal menunggu jadwal lintas sektor di Jakarta yang difasilitasi Kementerian ATR/BPN. Karena antrean seluruh Indonesia cukup padat, kemungkinan awal tahun depan baru kita dapat giliran pembahasan," ujar Dewanto saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (23/12) kemarin.


Dewanto menekankan pentingnya dokumen RDTR sebagai instrumen teknis di bawah RTRW. Dari 21 kecamatan, baru Pringgabaya dan Sambelia yang memiliki RDTR dan telah terintegrasi dengan sistem perizinan Online Single Submission (OSS).


Kini, Pemkab membidik Sembalun, Jerowaru, dan Selong untuk masuk dalam kuota 300 penyusunan RDTR bantuan pusat tahun 2025.


Khusus untuk Sembalun, Dewanto menyoroti tingginya potensi konflik penggunaan lahan akibat maraknya aktivitas pematangan lahan (pengerukan bukit) dan alih pungsi lahan yang tidak berizin.


"Sembalun harus menjadi prioritas agar pengendalian ruangnya jelas. Meskipun Sembalun adalah tujuan wisata, ada hal yang harus dibatasi. Sawah di sana bagian dari cadangan pangan kita sekitar 440 hektar yang harus dipertahankan agar tidak beralih fungsi," tegasnya.


Menanggapi maraknya pengerukan bukit yang merusak topografi di Sembalun, Dewanto mengingatkan para pelaku usaha bahwa tindakan mengubah bentang alam tanpa kajian AMDAL adalah pelanggaran hukum.


"Selama kita belum punya Perda atau Perbup yang spesifik, aturan yang lebih tinggi seperti Undang-Undang Lingkungan Hidup tetap berlaku. Dilarang mengubah bentangan alam tanpa kajian AMDAL. Satpol PP juga sudah memasang larangan di beberapa titik," jelasnya.


Ia juga memperingatkan bahwa bangunan atau investasi yang berdiri di atas lahan yang tidak sesuai peruntukan, meski menggunakan sistem 'Pernyataan Mandiri' di OSS akan menemui kendala di kemudian hari.


"Pernyataan mandiri itu sifatnya pribadi antara pemohon dengan sistem. Namun saat mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), kami akan cek kesesuaian ruangnya. Jika tidak sesuai, izin tidak akan keluar. Bukan tidak mungkin akan ada sanksi mulai dari SP1 hingga perintah pembongkaran jika terjadi pelanggaran berat," tambahnya.


Pemerintah daerah mengakui adanya dilema bagi masyarakat kecil yang hanya memiliki lahan sawah namun perlu membangun rumah. Dewanto menyebut regulasi sebenarnya mengatur pemberian insentif bagi warga yang bersedia mempertahankan sawahnya.


"Problemnya adalah kepemilikan pribadi. Misalnya warga hanya punya sawah 3 are dan ingin bangun rumah di sana. Sebenarnya ada instrumen insentif atau kompensasi di regulasi, tapi memang sampai saat ini belum bisa berjalan maksimal. Itulah gunanya RDTR, bukan untuk melarang total, tapi untuk mengerem dan mengendalikan agar pemanfaatan ruang tidak kebablasan," pungkasnya.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kendalikan Alih Fungsi Lahan, Pemkab Lombok Timur Percepat Revisi RTRW dan RDTR Tiga Kawasan Strategis

Trending Now