![]() |
Kedua orang tua Ahmad Al Farizi saat ditemui dirumahnya, (Foto: Rosyidin/MP). |
MANDALIKAPOST.com - Kasus meninggalnya seorang balita berusia 3 bulan 20 hari, Ahmad Al Farizi, di Lombok Timur belakangan ini menjadi perhatian publik dan viral di media sosial. Diduga kuat, kematian balita malang ini terjadi akibat penanganan medis yang tidak memadai di Puskesmas Sukaraja, Kecamatan Jerowaru.
Tragedi yang menimpa keluarga pasangan Suhirman dan Suriati, warga Dusun Batu Nampar Malaka, Desa Batu Nampar Selatan, ini menuai keprihatinan banyak pihak. Insiden ini juga menjadi sorotan serius Dinas Kesehatan Lombok Timur.
Musibah ini bermula pada Sabtu sore (6/9), saat Ahmad Al Farizi mengalami gejala lemas, muntah-muntah, dan berak. Khawatir dengan kondisi anaknya, Suhirman dan Suriati segera membawanya ke Puskesmas Sukaraja pada pukul 20.30 WITA. Mereka menggunakan mobil bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut ikan.
Setibanya di puskesmas, menurut penuturan Suriati, anaknya hanya diperiksa seadanya. "Waktu itu anak saya diperiksa hanya dipegang tangan dan dibuka matanya saja," ungkapnya, saat ditemui di rumah duka, pada Senin (8/9).
Petugas medis yang piket menyatakan tidak berani menginfus karena usia bayi yang masih sangat kecil. Saat diminta untuk memberikan obat atau sirup, petugas menjawab bahwa persediaan obat hanya ada pada pagi hari, dan dokter tidak berada di tempat.
"Kalau tidak bisa diinfus, Pak, kasihlah obat apa atau sirup, saya bilang," ujar Suriati kepada awak media.
Namun, jawaban yang didapat sangat mengecewakan, "Dijawablah oleh petugas itu mengatakan, kalau obat atau sirup tidak ada kalau malam, cuma ada di pagi hari, dan dokter di puskesmas pada waktu itu juga tidak ada."
Alih-alih mendapat pertolongan, petugas puskesmas justru menyarankan agar bayi tersebut segera dibawa ke RSUD Patuh Karya di Keruak.
"Kalau mau diinfus, bawa saja anak ibuk ke Keruak, di sana banyak dokter yang bisa ngurusin anaknya," kenang Suriati menirukan perkataan petugas.
Merasa frustrasi, Suriati dan suaminya kemudian pergi ke apotek di seberang puskesmas untuk membeli obat.
Setelah diberikan sirup, kondisi Ahmad Al Farizi sempat membaik. Ia mulai bergerak dan tampak ceria.
"Alhamdulillah tangannya bisa bergerak, dan saya lihat sudah ceria. Saya lega," kata Suriati. Berbekal perbaikan sementara itu, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah.
Namun, tak lama setelah tiba di rumah, kondisi Ahmad Al Farizi kembali memburuk. Ia muntah dan berak lagi. Pada dini hari sekitar pukul 01.30 WITA, bayi itu kembali muntah dan berak beberapa kali hingga subuh.
Puncaknya, Ahmad Al Farizi mengalami kejang-kejang dan lemas, membuat orang tuanya panik. Tanpa pikir panjang, mereka langsung membawanya ke RSUD Patuh Karya.
Sesampainya di rumah sakit, Ahmad Al Farizi langsung ditangani oleh petugas medis meskipun masih jam istirahat. Petugas di RSUD Patuh Karya sempat menanyakan mengapa tidak ada penanganan pertama dari Puskesmas Sukaraja.
"Lagi-lagi petugas di RS Patuh Karya menanyakan sudah dibawa ke Puskesmas Sukaraja, dijawab sudah tadi malam tapi tidak diperiksa, 'Kok bisa begitu? Kenapa tidak dikasih pertolongan pertama dulu?' dia bilang," jelas Suriati.
Meskipun telah diberikan oksigen dan penanganan medis darurat lainnya, nyawa Ahmad Al Farizi tidak dapat diselamatkan. Ia dinyatakan meninggal dunia setelah sempat diberikan kejut jantung.
"Saya syok dan tidak percaya anak kami meninggal," ujar Suriati penuh kesedihan.
Keluarga korban sangat menyayangkan pelayanan buruk di Puskesmas Sukaraja. "Yang kami sayangkan itu penanganan di PKM Sukaraja yang buruk sewaktu kami membawa anak kami pertama kali ke sana. Kenapa tidak dikasih obat atau ditangani dulu meskipun kami bayar di sana?" keluh Suriati.
Ia juga mengungkapkan bahwa ini bukan pengalaman buruk pertama yang dialaminya di puskesmas tersebut.
"Pokoknya pelayanan di PKM Sukaraja itu buruk," tegasnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Kepala Puskesmas Sukaraja, Muksan Ependi, angkat bicara terkait meninggalnya seorang balita di RSUD Patuh Karya yang sebelumnya sempat dibawa ke Puskesmas Sukaraja.
Muksan menjelaskan kronologi kejadian dan membantah tudingan bahwa pihak puskesmas menolak memberikan pelayanan.
"Pertama, saya menyampaikan permohonan maaf dan bela sungkawa atas kejadian kasus meninggalnya balita di rumah sakit RS Patuh Karya yang sempat berkunjung ke Puskesmas Sukaraja," ujar Muksan.
Ia menyebut balita berusia 3 bulan 20 hari tersebut datang ke Puskesmas Sukaraja pada Sabtu, 6 September 2025, sekitar pukul 21.00 WIB.
Muksan menjelaskan, saat itu balita dibawa oleh orangtuanya ke UGD dengan keluhan muntah dan BAB cair. Petugas yang memeriksa, lanjutnya, menemukan kondisi tangan balita yang kecil dan pembuluh darah yang sangat tipis.
"Dilihat tangannya dan diperiksa sama petugas hasilnya kelihatan tidak mungkin untuk dipasangkan infus, sehingga balita ini butuh cairan maka disarankan langsung ke rumah sakit daerah di Keruak," terang Muksan.
Namun, Muksan mengungkapkan, keluarga pasien meminta sirup dan menolak saran rujukan ke rumah sakit. Petugas yang khawatir kondisi balita akan memburuk jika tidak segera mendapat penanganan intensif, akhirnya mengatakan tidak memiliki sirup di UGD.
"Sesungguhnya sirup ini 24 jam bisa diakses memang tidak ada di UGD tapi di apotek 24 jam itu ada. Cuma kenapa dia bilang seperti itu supaya anak ini langsung dibawa ke rumah sakit Patuh Karya," kata Muksan.
Setelah itu, pihak keluarga disebut membeli sirup di apotek luar dan membawa pulang balita tersebut. Muksan mengaku pihak puskesmas tidak mengetahui pasien tidak dibawa langsung ke rumah sakit.
"Ini yang menyebabkan kondisi anak sampai di rumah tidak ada perbaikan. Kemudian besoknya sekitar jam 2 siang anak ini tidak ada perubahan kemudian dibawa langsung ke rumah sakit," papar Muksan.
Mengenai prosedur rujukan, Muksan menjelaskan bahwa Puskesmas Sukaraja tidak melakukan rujukan karena pasien belum mendapat tindakan medis.
"Penanganan ini belum dilaksanakan tindakan tindakan medis, petugas kami hanya memeriksa tangannya dan kakinya yang berpotensi untuk kita pasangin infus, namun dia lihat ini karena usianya sangat kecil kemudian pena pembuluh darahnya itu sangat tipis sehingga petugas tidak berani dilakukan," jelasnya.
Ia juga menambahkan, berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP), rujukan baru akan diberikan jika pasien sudah mendapatkan tindakan dan kondisinya tidak memungkinkan.
"Kalau berdasarkan SOP kita terima pasien, kita berikan tindakan lalu dilakukan pemeriksaan dan tindakan. Ketika kondisi pasien tidak memungkinkan, maka berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter diputuskan untuk dilakukan rujukan, dibuatlah surat rujukan kemudian diantar dengan ambulans," ungkap Muksan.
Sebagai respons atas kejadian ini, Muksan menyampaikan pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk melakukan evaluasi.
"Kami akan melakukan pelatihan istilahnya on job training di rumah sakit Dr. Raden Sujldjono untuk melatih skill teman-teman dalam waktu dekat. Minggu ini kami akan laksanakan pelatihan BHD untuk khusus teman-teman yang di UGD supaya bisa lebih teliti untuk melihat tingkat kegawatan dari pasien yang berkunjung ke Puskesmas," tutupnya.
Puskesmas Sukaraja saat ini memiliki 3 dokter umum, 1 dokter gigi, serta 98 perawat dan bidan. Fasilitas rawat inap mencakup tiga ruangan dengan total 10 tempat tidur (3 tempat tidur wanita, 3 tempat laki-laki dan 4 tidur untuk anak-anak), diluar ruang bersalin.
Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi pelayanan kesehatan di Lombok Timur, terutama mengingat arahan dari pemerintah pusat dan Bupati Lombok Timur, H. Haerul Warisin, yang menekankan agar pasien ditangani terlebih dahulu sebelum urusan administrasi. Kasus ini kini tengah ditangani oleh Dinas Kesehatan Lombok Timur untuk dilakukan investigasi lebih lanjut.