![]() |
Kasi Inteljen Kejari Lombok Timur, Ugik Ramantyo (tengah) didampingi JPU saat konprensi pars, (Foto: RosyidinMP). |
MANDALIKAPOST.com – Pengadilan Negeri (PN) Selong telah menjatuhkan vonis bersalah terhadap Sabirhan alias Abing, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berprofesi sebagai guru di Kabupaten Lombok Timur, dalam kasus tindak pidana pelecehan seksual anak.
Terdakwa divonis hukuman pidana 9 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider kurungan selama 6 bulan. Vonis ini ditetapkan pada Selasa, 7 Oktober 2025, berdasarkan putusan yang tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Selong.
Sabirhan, yang merupakan guru di salah satu SD Negeri di Lombok Timur, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan menggunakan tipu muslihat dan kebohongan untuk membujuk korban, yang tak lain adalah muridnya sendiri, untuk melakukan persetubuhan secara berlanjut.
Rentang Waktu dan Lokasi Kejadian
Kasus tragis ini mengungkap rentang waktu pelecehan yang panjang, berlangsung dari tahun 2019 hingga 2024. Korban mengalami pelecehan sejak duduk di bangku kelas 2 SD hingga mencapai kelas VII MTs, atau sejak korban berusia 8 tahun hingga 13 tahun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur, Widyawati, menjelaskan bahwa aksi bejat tersebut dilakukan sebanyak lima kali.
"Pelecehan dimulai sejak korban berusia 8 tahun hingga berusia 13 tahun, dan dilakukan sebanyak 5 kali," ujar Widyawati di kantornya, Rabu kemarin (8/10).
Ia merinci, "Setelah kejadian pertama, pelaku kembali melakukan pelecehan terhadap korban, yaitu ketika korban duduk di bangku kelas IV, Kelas V dan Kelas VI SD, dan terakhir ketika korban sudah duduk di kelas VII MTs," imbuhnya.
Untuk lokasi kejadian, empat kali pelecehan dilakukan di SD tempat pelaku mengajar dan korban bersekolah, sementara aksi terakhir dilakukan di sebuah hutan di wilayah Kecamatan Sembalun.
Tuntutan Jaksa dan Dampak Psikologis
Awalnya, JPU Kejari Lotim menuntut terdakwa dengan hukuman 10 tahun penjara. "JPU Kejari Lotim, awalnya terdakwa 10 tahun penjara dan denda Rp. 100 Juta dengan subsider kurungan selama 6 bulan," terang Kasi Intelijen Kejari Lotim, Ugik Ramantyo.
"Tapi mungkin dengan berbagai pertimbangan, majelis hakim menguranginya 1 tahun dari tuntutan awal sehingga menjadi 9 tahun penjara," lanjutnya.
Fakta persidangan juga mengungkapkan dampak psikologis yang mendalam pada korban. Berdasarkan keterangan psikolog, korban mengalami trauma berat akibat peristiwa tragis ini.
Widyawati mengungkapkan, "hal itu terungkap dari fakta-fakta persidangan bahwa korban sejak mengalami peristiwa tragis itu menjadi pendiam dan takut berbicara dengan orang lain. Itulah sebabnya sehingga korban tidak berani menolak bujukan pelaku setiap kali akan melancarkan aksinya untuk melecehkan korban," bebernya.
Sikap Kejaksaan dan Rencana Banding Keluarga
Menanggapi vonis 9 tahun penjara, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Ugik Ramantyo, menilai bahwa putusan tersebut telah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
Pihaknya menyatakan akan menerima putusan tersebut, selama tidak ada upaya hukum lanjutan dari pihak terdakwa.
"Apabila terdakwa ini tidak melakukan upaya hukum selama 7 hari setelah putusan, maka kami akan menerima putusan itu, karena berdasarkan SOP, putusan itu sudah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat," tegasnya.
Namun, sikap berbeda ditunjukkan oleh keluarga terdakwa. Salah seorang sepupu (keluarga) oknum ASN tersebut yang enggan disebut namanya mengaku kecewa dengan putusan hakim.
"Kami sangat kecewa dengan putusan hakim, dimana rasa keadilannya," ketusnya penuh kecewa saat dikonfirmasi melalui via telepon, Kamis (9/10).
Menurutnya, putusan tersebut harus dipertimbangkan dengan fakta-fakta yang ada sesuai apa yang disampaikan oleh terdakwa dalam persidangan, bahwa hingga saat ini ia tidak menerima apa yang dituduhkan ke dia karena perbuatan itu tidak pernah dilakukan sama sekali.
"Hingga saat ini, sepupu saya tidak pernah mengakui perbuatan itu. Oleh karena itu hukuman 9 tahun penjara itu tidak adil bagi sepupu saya maupun keluarga besar kami," ujarnya.
Menanggapi putusan tersebut, pihak keluarga bersama kuasa hukumnya akan melakukan banding atas putusan tersebut.
"Kami akan melakukan upaya banding atas putusan itu, karena kami mencari keadilan dan kebenaran. Insya Allah besok atau lusa kami ke PN untuk daftar perkaranya," pungkasnya.
Sebagai informasi, kasus pelecehan seksual ini sebelumnya ditangani oleh Polres Lombok Timur sebelum akhirnya dilimpahkan ke Kejaksaan untuk proses persidangan.