![]() |
| Kawil Dasan Tengak Baret, Zainal Abidin saat melihat kondisi rumah Hulan, (Foto: Rosyidin/MP). |
MANDALIKAPOST.com - Kehidupan sehari-hari keluarga Hulwan (50) di Dusun Dasan Tengak Baret, Desa Sembalun, Lombok Timur, menjadi gambaran pilu akan kondisi kemiskinan dan lambatnya respons birokrasi.
Bersama suami dan empat anak, Hulwan terpaksa tinggal berempat dalam satu kamar berukuran 4x5 meter tanpa sekat pembatas (kamar), di mana aktivitas krusial seperti mengganti pakaian dilakukan secara bergantian.
Kondisi rumah yang "sangat memprihatinkan" ini, menurut pengakuan Hulwan, sudah berlangsung selama puluhan tahun. Ditambah lagi, mereka hanya mengandalkan pekerjaan buruh harian lepas dengan penghasilan yang tidak menentu, berkisar antara Rp60.000 hingga Rp100.000 per hari—itupun jika ada panggilan kerja.
"Kalau kebutuhan sehari-hari insya Allah cukup, tapi kalau lebihnya itu ya gimana ya, tidak cukup. Untuk belanja sekolah atau untuk keperluan lainnya dan ini itu tidak cukup," ujar Hulwan.
Keinginan terbesar Hulwan saat ini sederhana: renovasi rumah agar lebih layak dan punya kamar.
"Keinginan saya mudah-mudahan ada yang membantu untuk renovasi rumah, terutama dari pemerintah Desa. Supaya saya dan anak-anak bisa ganti bajunya tidak di satu kamar secara bergantian," tuturnya penuh harap. Selain itu, ia juga berharap ada bantuan agar pendidikan anak-anaknya tidak terputus.
Kondisi ini dikonfirmasi langsung oleh Kepala Wilayah Dasan Tengak Baret, Zainal Abidin. Ia membenarkan bahwa keluarga Hulwan adalah salah satu dari puluhan warga yang hidup dalam kondisi tidak layak alias miskin extrim.
Zainal Abidin mengungkapkan bahwa pihaknya telah berulang kali mengusulkan permohonan bantuan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) ke pemerintah daerah. Namun, respons yang diharapkan tak kunjung datang.
"Bukan enggak ada perhatian sih, malah sudah berapa kali kita ajukan ke RTLH, cuman belum ada responnya sampai sekarang," ungkap Zainal Abidin.
Ia merinci, total ada sekitar 20 rumah yang diajukan dalam periode awal, bahkan susulan permohonan mencapai 40 rumah. Khusus untuk Dusun Dasan Tengak Baret, lima rumah, termasuk milik Hulwan, telah diprioritaskan.
Ketika ditanya mengenai tindak lanjut usulan tersebut, Zainal Abidin tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya terhadap proses birokrasi yang lamban. Ia mengakui bahwa warga seperti Hulwan seharusnya menjadi prioritas utama.
"Kalau berbicara masalah titik terang, belum ada titik terangnya. Karena apa? Karena kalau ada titik terangnya, mungkin kita ada lah harapan. Tapi sampai sekarang ini kan belum ada keterangannya, sehingga kita bicara seperti ini sih karena belum ada titik terang," katanya.
Zainal Abidin menambahkan, permohonan RTLH tersebut telah diajukan hingga dua sampai tiga kali, namun hingga saat ini belum ada informasi baik dari pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa mengenai realisasinya.
Ia bahkan menyebut bahwa semua usulan yang telah diajukan, termasuk 40 rumah yang sudah didokumentasikan lengkap, belum ada satu pun yang mendapatkan bantuan.
"Semua yang diusulkan dari desa itu belum ada kejelasannya," tegasnya, menggarisbawahi kegagalan sistem dalam memprioritaskan bantuan untuk warga paling membutuhkan.
Saat ini, Pemerintah Desa hanya bisa menunggu dan berharap, tanpa memiliki langkah lain yang efektif selain jalur birokrasi yang terbukti tersendat.
Zainal Abidin berharap pemberitaan media dapat menjadi pemicu agar instansi terkait, khususnya pemerintah daerah dan Baznas, segera merespons dan memprioritaskan bantuan rumah untuk keluarga Hulwan.

